|Bonus|Feeling [Manami side]

2.9K 237 6
                                    

Setiap lembaran album foto di pangkuannya ia balik secara perlahan. Mengundang ingatan akan setiap kenangan yang dulu ia lalui.

Kelas E adalah kelas yang penuh kenangan -terlebih untuknya. Dari kelas itu pula dirinya mendapatkan banyak pengalaman. Arti sebuah ikatan antara dirinya dengan para guru, atau ikatan antara dirinya dengan sesama murid lainnya.

Tapi, dirinya berterimakasih sepenuhnya pada Karma yang kini menyandang status sebagai suaminya.

Ah iya, Karma. Ada banyak kenangan yang dulu ia buat dengan pria berambut merah menyala itu.

Pertama kali dirinya melihat Karma, adalah saat di perpustakaan tahun pertama. Dirinya ingat kejadian itu dengan jelas karena warna rambutnya yang sangat mencolok. Yang ia kenali dari Karma saat itu hanyalah penampilannya. Bahkan dirinya tidak tahu nama Karma saat itu.

Kedua kali dirinya melihat Karma, adalah saat Karma masuk ke kelas E. Dan saat itu juga, Manami baru mengetahui namanya. Bersamaan dengan kesan pertama darinya akan pemuda berambut merah itu -walau sepenuhnya kesan darinya itu negatif.

Kalau kuingat lagi, dulu aku ‘kan tak mau berurusan dengannya, batinnya disertai kekehan kecil. Merasa lucu akan statusnya yang saat ini menyandang nama dari pemuda yang dulu ia takuti.

Masa depan memang tak bisa diprediksi.

Selama satu tahun dirinya di kelas E, Karma selalu membantunya. Dalam meningkatkan kemampuannya dalam sastra dan beberapa mata pelajaran lainnya. Dirinya sempat merasa bingung dengan Karma sebelumnya. Karma itu tak suka dengan sastra, tapi selalu mendapatkan nilai tinggi dalam mata pelajaran tersebut. Manami pernah bertanya demikian pada yang bersangkutan. Dan jawaban darinya cukup mengejutkan.

"Aku memang tidak menyukai sastra. Karena aku tidak terlalu suka dengan buku tebal yang hanya berisikan huruf alphabet. Terlihat membosankan dan membuatku mengantuk. Tapi, bukan berarti aku tak menguasainya. Jika aku tak menguasai cara bicara yang benar dengan kata-kata, maka aku tak akan bisa memprovokasi seseorang dengan kata-kataku ‘kan?"

Kekehan kecil kembali meluncur dari bibir Manami. Jawaban Karma saat itu membuatnya menyadari akan pentingnya menyampaikan isi pikiran kita dengan kata-kata yang tepat. Yah, walau kalimat akhir dari jawaban Karma tidak terlalu enak untuk di dengar.

Selain membantunya dalam pelajaran, Karma juga selalu membantunya dalam penelitian. Terlebih, Karma selalu meminta padanya untuk dibuatkan berbagai macam larutan unik. Dirinya menanggapi positif setiap permintaan tersebut. Toh, ia dapat berkembang melalui setiap permintaan itu. Lagipula, melalui setiap permintaan itu, dirinya menyadari kalau ia masih dibutuhkan oleh teman sekelasnya. Tentunya hal tersebut membuatnya sangat senang.

Saat itu, dirinya hanya menganggap Karma sebagai teman dan pendengar yang baik. Semua karena sikap pemuda itu yang selalu bersikap lembut padanya. Di sisi lain, dirinya juga merasa nyaman saat berada di sisi Karma. Hanya itu yang ia sadari saat itu.

Sebelumnya, ia juga hanya menganggap kalau Karma hanya ingin berteman dengannya. Tapi, pandangannya terhadap Karma berubah karena pernyataannya saat malam sebelum kelulusan.

Rasa terkejut menguasai dirinya saat itu. Berbagai perasaan lainnya juga sempat ia rasakan saat itu.

Tapi tak ada yang berubah. Hubungannya dengan Karma, ataupun cara mereka berinteraksi satu dengan yang lain.

Setelah lulus dari Kunugigaoka, dirinya sempat mendapat beberapa panggilan telepon dan email dari Karma. Saat itu juga, ingatan akan pernyataan Karma kembali muncul. Membuatnya malu dan bingung harus melakukan apa. Hingga pada akhirnya, semua telepon dari Karma tidak terangkat dan semua email dari Karma tak dibalas. Semua hanya karena rasa malu yang menguasai.

Ditambah dengan ketidaktahuan dirinya akan perasaannya terhadap yang bersangkutan.

Satu tahun pertamanya di SMA, ia gunakan untuk menanyakan lebih jauh tentang perasaan yang ia miliki terhadap Si Merah. Walau hasilnya nihil -semua karena ia sama sekali tidak memiliki pengalaman percintaan sebelumnya. Jadi, ia sama sekali tidak bisa membedakan antara menganggapnya sebagai teman atau lebih dari itu.

Di tahun keduanya, ia pun memberanikan diri untuk bercerita. Dan para siswi seperjuangannya selama di kelas E pun menjadi tempat ia bercerita. Awalnya, hanya kesunyian yang ada saat dirinya selesai bercerita. Sebelum Hara Sumire mulai buka suara.

"Apa yang kau rasakan saat bersamanya?"

Sebuah pertanyaan yang sangat sederhana, namun akan memiliki jawaban penuh makna.

"Um... Nyaman, kurasa? Karma-kun selalu bersikap baik padaku. Selain itu, dia juga selalu membantuku."

Jawaban yang sangat polos.

Senyum teman-temannya mengembang, diikuti dengan saling pandang -mengundang rasa bingung di benak Manami.

"Nee, Manami-chan," panggil Rio mengundang perhatian dari yang lain. "Jika Karma menjalin hubungan dengan seorang wanita, lalu menjauhimu. Apa yang kau rasakan?" lanjutnya dengan seringai tipis.

Manami mencoba membayangkannya. Hasilnya, jantungnya terpacu cepat, disertai rasa khawatir dan gelisah.

Atau mungkin, itu rasa tidak suka?

Kekehan kecil meluncur dari mulut Manami yang teringat akan kenangan tersebut. Sedikit tidak menyangka, kalau dirinya di masa lalu sangatlah polos.

Hingga kejadian di kafe pun terjadi. Dirinya dan Karma kembali bertemu setelah beberapa tahun tidak melakukan kontak. Ditengah kesibukkan dirinya dan Karma, pertemuan itu cukup mengejutkan.

Ditambah dengan pernyataan Karma untuk kedua kalinya. Manami pikir, dirinya harus menyerah terhadap pemuda jenius itu. Tapi, pendapatnya dipatahkan oleh pernyataan serius dari Karma saat itu.

Beberapa bulan keduanya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Membuat Manami menyadari beberapa sisi dari Karma yang tidak pernah ia lihat. Terutama sisi posesif yang semakin terlihat jelas setelah keduanya menikah.

Posesif, sifat yang paling terlihat jelas dari Karma.

Manami pernah mencoba menggoda Karma sedikit. Dengan mengatakan kalau ia sedikit tertarik dengan salah satu rekan kerjanya. Hasilnya, Karma meminta Koutarou untuk mengawasi Manami selama bekerja -ditambah dengan memberikan beberapa laporan rutin setiap beberapa jam sekali pada Sang Birokrat tersebut.

Sejujurnya, sifat posesif Karma cukup merepotkan. Manami mengakui itu. Tapi, ia juga berpikir kalau itu adalah cara Karma menunjukkan perasaannya pada dirinya. Kadang, Manami juga berpikir kalau Karma yang cemburu itu terlihat imut -walau tetap berbahaya karena bisa memicu perkelahian.

"Melihat apa?"

Karma mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur, sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya.

"Ah, kau sudah selesai rupanya," gumam Manami pelan sambil menutup buku album tersebut.

"Tak biasanya kau membuka album lama," komentar Karma dengan seringai tipis. Manami tertawa pelan, sebelum mulai mengambil handuk dan pakaian tidurnya di lemari.

"Hanya sedikit merindukan kenangan lama. Apa itu aneh?" tanya Manami dengan senyum lembut, sebelum dirinya mulai menghilang di balik pintu kamar mandi.

Album tersebut pun kini ada di pangkuan Karma. Menatap lama cover album tersebut, sebelum mulai membukanya.

Sudah lama aku tak melihat album ini...
.
.
Maaf yang sedalam-dalamnya karena saya telat -banget- updatenya. Kalau tanya alasan, saya mulai sibuk kerja. Jadi jarang punya kesempatan untuk buka wattpad... (;ω;)

Tapi, saya akan tetap usahakan untuk update 'kok. Cuma gak tentu aja waktunya. (๑•́₋•̩̥̀๑)

Dan saya juga mau berterimakasih untuk para readers yang sudah mendukung cerita ini. ♡

Sekian.

Hicchi23

Their LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang