Pernikahan adalah suatu acara sakral yang mengikat dua insan berbeda kelamin untuk menjadi satu kesatuan. Dan tujuan dari acara sakral tersebut adalah kebahagiaan. Yang berarti, dua insan yang telah menikah pastilah bahagia.
Bagi seorang Akabane Karma, pernikahan haruslah terjadi satu kali di kehidupannya -yang berarti, dia tidak berniat untuk mengambil jalan perceraian dengan wanita yang dinikahinya. Toh, Manami yang ia pilih -wanita yang ia dapatkan dengan usaha panjang yang penuh perjuangan.
Dirinya sendiri terkadang merasa kalau acara pernikahan itu seperti mimpi. Ya, mendapatkan seorang Okuda Manami untuk berada di sisinya terasa sangat seperti mimpi. Jika memang mimpi, dirinya akan lebih memilih untuk tidak bangun dari tidurnya.
Sehari setelah acara pernikahan, keduanya pun pindah ke sebuah kamar apartemen untuk sementara -hingga rumah yang sedang dalam rencana pembangunan selesai di bangun. Karma menggunakan uang tabungannya selama ini untuk membangun rumah tersebut -dengan bantuan Ryuunosuke sebagai arsitek dari rumah tersebut.
Sebenarnya, Karma sudah merencanakan dengan matang semuanya. Uang tabungannya selama ini ia gunakan untuk membuat acara pernikahan dan membangun rumah untuk keluarganya nanti. Yang di luar perkiraannya, hanya desakkan dari orangtuanya untuk segera menikah. Untungnya, ia sudah jadian dengan Manami saat itu.
"Karma?"
"Hm?"
"Kau melamun."
Kekehan kecil meluncur dari mulut Karma -tidak menyangka kalau Manami akan memergokinya tengah melamun.
"Memikirkan apa?" tanya Manami dengan senyum manis di wajahnya. Ia pun mendudukkan diri di sofa, tepat di samping Karma yang sebenarnya tengah menonton televisi -mengingat keduanya tengah berada di hari cuti yang diambil keduanya setelah menikah.
"Hanya mengingat malam pertama denganmu~"
"Berhenti menggodaku, Karma."
Karma kembali terkekeh kecil, membuat wajah Manami yang sudah memerah menjadi semakin merah. Karma akui ia suka warna merah. Terlebih, jika warna tersebut mendominasi wajah manis Manami.
"Aku hanya sedikit berpikir tadi," ujarnya dengan senyum simpul. Manami memiringkan kepalanya sedikit, merasa tak paham dengan maksud di balik ucapan Karma. Walau keduanya sudah menikah, bukan berarti Manami dapat menebak jalan pikiran Karma yang sejak awal sudah sulit untuk ditebak itu.
"Aku tak menyangka, kalau sekarang kau sudah menjadi istriku."
"Berhenti mengatakan sesuatu yang memalukan, Karma."
"Aku serius, Manami."
Kerutan halus terbentuk di dahi Manami yang kini menatap Karma lurus. Senyum tipis ditunjukkan Karma saat mendapati Manami yang menatapnya dengan pandangan antusias.
"Karena sebelumnya kau tak pernah menyadari perasaanku."
Sedikit rasa bersalah mulai menghinggapi Manami, membuatnya menundukkan kepalanya dalam.
Tangan Karma pun mulai terangkat, menarik tubuh Manami ke dalam dekapannya. Membuat semburat merah pekat muncul di wajah bulat Manami.
"Apa pendapatmu tentangku?" bisik Karma pelan tepat di daun telinga Manami, membuat wanita berkepang tunggal itu sedikit menggidik geli karenanya.
"Um... Kau baik, pintar, bisa diandalkan, tampan, lalu-"
"Bukan itu maksudku, Manami."
Manami sedikit mengangkat kepalanya, mempertemukan pandangan keduanya. Jarak wajah keduanya pun membuat Manami memerah tipis -ditambah dengan senyum menawan dan tatapan lembut Karma saat ini.
Kenapa situasinya jadi seperti ini? Manami mulai merasa panas.
"Aku bertanya, pendapatmu tentang sikap, perilaku, masa lalu, dan kekuranganku. Kau bisa menerima semua itu 'kan?"
Manami mengangguk perlahan -masih terjerat dengan tatapan lembut Karma yang membuatnya merasakan degup jantungnya yang terpacu.
Sebuah senyum tulus ditunjukkan Karma. Wajah Manami semakin memerah. Seharusnya Manami tahu, kalau senyum lembut dari prankster licik seperti Karma itu sangatlah berbahaya.
Posisi keduanya pun berubah. Kedua lengan Karma kini melingkari tubuh Manami -merengkuhnya erat dan meletakkan kepalanya di bahu Manami.
Manami menelan salivanya. Tidak pernah menyangka kalau Karma akan memeluknya seperti ini. Membuat wajahnya kembali memerah karena merasakan napas Karma pada lehernya -serta beberapa kecupan basah yang sempat ia rasa, walau singkat.
"K-Karma... Ini memalukan..." desis Manami pelan dengan wajahnya yang memerah sempurna. Karma tertawa kecil mendengarnya.
"Tak ada yang melihat 'kan? Hanya ada kau dan aku di sini."
Manami pasrah. Berdebat dengan Karma tak akan menghasilkan apapun. Terlebih, mustahil baginya untuk mengalahkan Karma dalam debat.
"Manami."
"Hm."
"Love you."
Wajahnya memerah lagi. Entah sudah keberapa kali Karma membuat wajahnya merona hari ini. Dua suku kata yang dikatakan Karma itu pun sukses membuatnya sedikit salah tingkah dan tak tahu harus membalas apa.
"Tak ingin membalas ucapanku?" bisik Karma dengan nada rendah yang menggoda -tepat di telinga Manami. Manami menelan salivanya. Sedikit tidak tahan dengan atmosfer panas yang mulai menguasai ruang tamu di kamar apartemen keduanya saat ini.
"I l-love you t-too..."
Sedikit terbata karena rasa malu yang menguasai. Karma menanggapinya dengan tawa kecil -sedikit gemas dengan tingkah manis Manami.
Ini adalah awal. Awal dari keluarga yang dibentuk oleh Karma dengan Manami. Entah seperti apa akhirnya. Setidaknya, Karma akan berusaha menjadi kepala keluarga yang baik.
.
.
Btw, enaknya Asano dipasangin sama siapa? Nakamura Rio, Princess Lea, atau OC? •﹏•Minta pendapatnya 'ya. Sekian~
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Life
FanfictionKehidupan yang dialami oleh keluarga Akabane, setelah Karma berhasil menikahi Manami. Genre: Family, Slice of Life, Romance Main Pairing: KarManami Assassination Classroom © Matsui Yusei