Surprise

4K 372 20
                                    

Tanggal 24 Desember, malam Natal. Pekerjaan Karma di kantornya masih menumpuk. Padahal, sebelumnya ia sudah mengabari Manami kalau ia akan pulang cepat. Tapi, lagi-lagi pekerjaannya menghambatnya.

Mau tak mau, ia pun harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu -agar ia bisa mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan. Sehingga dirinya yang seharusnya pulang pukul tujuh malam, berakhir pulang pukul dua dini hari -tanggal 25 Desember.

Helaan napas lelah meluncur dari mulutnya. Membuka pintu depan dan mengucapkan salam. Tak ada balasan, berarti Manami sudah pergi tidur. Ia mendengus kesal. Dalam hati sedikit berpikir untuk membalas beberapa rekan kerjanya yang sudah pulang lebih dulu dan melimpahkan pekerjaan mereka padanya.

Ia berjalan menyusuri lorong dengan gontai. Harapannya pulang dan disambut oleh pelukan hangat Manami pupus sudah.

Langkahnya terhenti di ruang tamu. Mendapati tubuh Manami yang tengah berbaring di sofa dengan posisi meringkuh. Mungkin akibat hawa dingin.

Senyum tipis terlihat di wajah Karma. Ia duga kalau Manami tertidur saat menunggunya pulang. Merasa bersalah karena tidak mengabari lagi, kalau ia akan pulang telat. Mungkin, dirinya harus menyiapkan sarapan besok sebagai permintaan maaf.

Menepuk pelan pipi Manami dengan maksud membangunkannya, membuat yang bersangkutan sedikit bergerak tak nyaman untuk sesaat, sebelum kelopak matanya mulai terbuka dan menatap Karma sayu.

"Okaeri, sudah lama?" tanya Manami sambil berusaha bangun dari posisinya. Karma menggeleng pelan.

"Tadaima, baru sampai. Harusnya kau tidur di kamar. Kau bisa masuk angin 'tahu," kata Karma diikuti helaan napas kasar. Manami tertawa pelan untuk sesaat, mengundang tatapan penuh tanya dari Karma yang kini berjongkok di hadapannya.

"Aku mau memberi hadiah," ucap Manami dengan senyum manis. "Selamat ulang tahun, Karma. Maaf, aku tak bisa memberikan sesuatu yang kau mau," lanjutnya dengan senyum canggung.

"Ah, sudah tanggal 25 'ya? Astaga..." Karma bergumam pelan sambil mengacak rambut merahnya pelan. "Bagiku, kau sudah memberi banyak hal. Jadi jangan katakan hal itu," tambahnya dengan senyum lembut dan tangan kanannya yang terulur untuk mengelus perlahan pipi Manami -membuat yang bersangkutan merona tipis karenanya.

"Banyak hal?" tanya Manami ragu. Karma mengangguk antusias.

"Menikahimu salah satunya. Lagipula, kau masih bersedia berada di sisiku. Bagiku, itu sudah lebih dari cukup sebagai hadiah," balasnya dengan senyum yang sama.

"Um... Aku tak tahu ini bisa disebut hadiah atau bukan," gumam Manami pelan sambil menyodorkan sebuah benda agak panjang yang sudah digenggamnya sejak awal.

Test pack.

Kerutan halus muncul di dahi Karma saat ia mengambil benda itu. Melihat layar kecil yang berada di benda itu dan mendapati dua buah garis merah ada di sana.

Dua garis merah.

Tanpa peringatan, Karma pun langsung memeluk Manami erat -membuat punggung Manami berbenturan dengan punggung sofa akibat dorongan dari Karma yang mendadak.

"Sejak kapan?!" tanya Karma dengan nada sedikit meninggi. Manami tertawa pelan sejenak, lalu berusaha menenangkan Karma dan mengingatkannya kalau kini masih terlalu pagi untuk membuat keributan.

Walau begitu, Manami bisa mendapati raut bahagia di wajah Karma.

"Dua hari lalu. Kupikir, akan lebih baik jika memberitahumu saat ulang tahunmu," jawab Manami dengan senyum simpul. "Apa itu cukup sebagai hadiah tahun ini?" tanya Manami lagi dengan senyum lembut.

"Sangat. Sangat cukup. Terima kasih, Manami."

Pelukan Karma mengerat. Manami pun membalas pelukan tersebut selama beberapa saat. Sebelum Karma mulai menjauhkan diri dengan kedua tangannya yang mencengkram bahu Manami.

"Sekarang, tidur."

"Eh?"

"Kau sedang mengandung dan tidur di luar kamar saat musim dingin. Aku tak mau kau sakit. Jadi, kembali ke kamar dan tidur."

Karma terus mengucapkan berbagai nasihat dan beberapa larangan untuk Manami. Sambil menggendong Manami dan membawanya paksa menuju kamar tidur. Manami sendiri masih terdiam tak membalas. Sedikit tidak menyangka dengan sikap Karma kali ini.

Kenapa ia sekhawatir itu?

Their LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang