20. Putus Bukan Solusi

13.2K 872 21
                                    

"Jordan," suara serak-baru-bangun-tidur Laura terdengar di telinga Jordan. Setelah dia mematikan ponselnya, dia menolehkan kepalanya ke belakang memandang istrinya.

"Kamu gak pernah memberitahuku tentang ini." lanjut Laura yang sudah siap berbicara banyak.

"Aku ngerti apa yang aku lakuin, Laura. Oke? Selesai sampai sini." Jordan terlihat akan meninggalkan kamar.

"Jordan, untuk apa kamu ngurusin kehidupan cinta anakmu? Biarkan mereka menentukan nasib mereka, Pa."

"Laura," Jordan berhenti sejenak, "Kalea adalah putri kita satu-satunya. Dari perspektifku, aku tidak mau Kalea mendapat pasangan hidup yang tidak tepat. Aku juga mau tau seberapa Kalea kuat bertahan ketika mereka akan berada di situasi seperti itu. Seperti kita sekarang ini yang nyaris akan bertengkar. Aku ingin melihat bagaimana penyelesaian Kalea. Memang seharusnya Kalea yang menentukan nasibnya, tapi aku tidak bisa. Aku sangat menyayangi anakku itu." Laura membungkam mendengar penjelasan Jordan.

"Aku memang membebaskan anakku dalam karir. Karena aku ingin anakku melakukan hal yang dia suka sehingga besar nanti dia memiliki produktivitas yang tinggi. Tapi kalau pasangan hidup, aku tetap membebaskan kedua anak laki-lakiku namun aku akan ikut campur ketika itu Kalea. Katakan aku overprotektif, aku tidak peduli. Karena sekali lagi Laura, aku mengerti apa yang aku lakukan. Dan jangan beritahu Kalea tentang ini."

Laura tidak membalas perkataan Jordan. Karena Laura tahu, jika dia membalas, Jordan akan murka. Bagaimanapun Laura harus menaati ucapan suaminya jika pengambilan kebijakan itu memang masuk akal, meskipun tidak disetujui Laura.

• • •

Kalea segera pulang kembali ke Los Angeles begitu Hailey mengatakan ada pertemuan mendadak dengan orang pengurus fashion week, beberapa karya Kalea akan dipamerkan di sana dan mereka akan berdiskusi.

Setelah kunjungan di studio Kalea, tiga orang pengurus fashion week tersebut meninggalkan kantor Kalea. Kalea mulai mengecek jurnal umum usahanya.

Tiba-tiba seseorang membuka pintu ruang kerja Kalea. Kalea mengalihkan tatapannya ke orang tersebut, seketika Kalea terkesiap. Nate berdiri di dekat daun pintu menatap Kalea dengan ekspresi yang tidak bisa ditebak dan dibalas Kalea dengan tatapan tajam.

"Kal,"

Kalea tidak menanggapi ucapan Nate. Dia sungguh kecewa pada Nate, meski dirinya tidak bisa dibohongi lagi bahwa Kalea sangat merindukan Nate.

"Wanita yang kemarin adalah temanku--Klementina." jelas Nate langsung pada intinya. Perlu diketahui kebanyakan orang Amerika lebih suka berbicara pada intinya daripada bertele-tele dulu. Kalea memutuskan kontak mata dengan Nate dan tersenyum sarkastik.

"Nate, kalau sejak awal kau tidak ingin denganku, aku tidak ap--" Nate mengambil langkah besar menghampir Kalea, menangkup pipinya dan mencium bibir Kalea.

Kalea segera mendapat kesadarannya dan bergerak mundur, membuat kursinya terdorong ke belakang.

"Nate!" pekik Kalea. "Jangan pikir hanya dengan ciuman itu aku akan memaafkanmu!" Kalea menatap Nate tajam sementara Nate membalas dengan tatapan kaget dan bingung.

"Aku menciumu karena aku tidak mau kau melanjutkan kalimatmu, Kal," bantah Nate dengan sabar. Tidak ada kebohongan yang terpancar di matanya. Kalea malu lantaran ternyata dia salah menangkap arti ciuman itu. Hingga beberapa menit mereka diselimuti oleh keheningan sebelum Kalea berbicara pelan.

"Sepertinya aku susah menerima perbedaan budaya di antara kita, Nate. We... We just, we won't make it, it will be way better if we're just... friends." Di Indonesia, ciuman bisa menjadi sogokan. Si pria akan berharap si wanita memaafkannya hanya dengan satu ciuman. Tapi itu jarang berlaku disini, atau bahkan mungkin tidak pernah. Dan Kalea salah mengira tentang ciuman barusan.

"Fuck no." umpat Nate dan sekarang bergantian, Nate menatap Kalea tajam.

"Putus bukan solusi, Kalea. Kau tahu aku mencintaimu dan begitu sebaliknya. Jangan egois." tutur Nate. Dia berjalan mempersempit jarak antara dirinya dan Kalea. Kalea yang sedang terduduk di atas kursi bos diangkat oleh Nate lalu meletakkan Kalea di sofa.

"Sekarang dengarkan aku menjelaskan, oke, sayang?" kening Nate berkerut samar. Kalea mengangguk kecil.

"Klementina, she already has a girlfriend."

Kalea mendongakkan kepalanya memandang Nate bingung.

"Dia?"

"Dia bi," balas Nate.

Kalea membungkam. Otaknya berusaha memahami, pada dasarnya Kalea telah cemburu dengan orang bi. Bukannya ingin bersikap diskriminatif, tetapi Kalea benar-benar kehabisan akal. Dia bahkan tidak terpikir sampai situ, maksudnya, orang disini adalah masyarakat yang menganut paham liberal dan LGBT sudah bukan hal yang haram lagi.

"Lalu, kenapa kau tidak mengajakku?" Kalea menatap lurus mata Nate.

"Karena itu adalah hal yang tidak bisa kulakukkan."

"Mengajakku adalah hal yang tidak bisa kau lakukkan?"

"Saat itu, ya."

"Lalu? Sekarang kau bisa? Kenapa begitu? Kau diancam seseorang? Diancam jika kau mendekatiku, perusahaanmu bangkrut, begitu?" Kalea mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut tanpa memikirkan perasaan Nate.

Tahan marahmu, Nate. Kalea tidak tahu yang sebenarnya. Batin Nate. Dia mulai mengatur napasnya.

"Bukan." sahut Nate singkat tanpa ekspresi.

"Terima kasih sudah berbohong." Kalea tersenyum sarkastik, lagi.

"KALEA!"

"Kalau bukan Jordan yang mengancam, demi Tuhan aku tidak akan mau menurutinya!" bentak Nate.

Jordan? Ayahnya? Kenapa Jordan ada di masalah ini?

"Maksudmu?"

• • •

Begitu sampai di rumah ayahnya, Kalea dan Nate turun dari mobil. Dilihatnya Laura berada di luar rumah sedang mengurusi tanaman.

"Ma, papa mana?"

"Di dalam. Ada maksud apa datang kesini?" Laura menatap Kalea dan Nate bergantian.

"Aku harus ngomong sama papa, Ma." Laura kemudian menyuruh Kalea dan Nate masuk. Sepertinya Laura tahu apa motif anaknya itu berbicara ingin dengan Jordan.

"Jangan lupa berbicara bahasa Inggris." gerutu Nate lantaran sejak tadi Kalea berbicara dalam bahasa Indonesia. Hal itu membuat Nate terlihat dungu. Kalea mengangguk mengerti.

"Papa." Jordan menoleh ke arah anaknya, matanya menangkap pula Nate yang tengah berdiri di samping Kalea.

Jordan mengumpat dalam hati karena Nate pasti membocorkan rahasia mereka entah disengaja atau tidak. Jordan tentu tahu kemana arah pembicaraan mereka.

"Jelaskan skenario yang kau buat."

Aku sedikit masukin konflik perbedaan budaya biar lebih realistik(?) Hehehe.

110 votes for next. Terima kasih sudah mau baca dan vomment. I love you.

10 September 2016, 7:06am WIB.

Pull Me CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang