24. (Tidak) Berlebihan 3

12.4K 859 20
                                    

Keesoan harinya, ketika Nate harus makan siang. Kalea menyodorkan sesendok bubur ke mulut Nate. Tetapi, alih-alih membuka mulut, Nate justru mengambil sendok dari tangan Kalea dan menyuapkan ke mulutnya sendiri. Hingga tangan yang disuntik infus terangkat ke atas membentuk garis vertikal. Kalea yang sadar Nate tidak seharusnya melakukan itu reflek mencubit pipi Nate.

"Jangan angkat tanganmu. Nanti darahmu mengalir ke selang,"

Nate menatap sekilas sebelum mengatakan,

"Kesinikan saja nampannya," Kalea menuruti. Kalea tahu Nate bertingkah seperti ini karena Kalea bersikap acuh tentang Caleb, serasa masalah itu tidak terlalu penting sedangkan bagi Nate itu masalah besar. Dia takut kehilangan Kalea, menurut Nate sikap cemburunya itu sudah benar, tidak berlebihan. Berbeda dengan Kalea, menurutnya sikap Nate sangat kekanak-kanakan. Demi apapun, Nate sudah berumur 28 tahun.

"Nate, tanganmu--"

"Hanya karena darahku mengalir ke selang bukan berarti aku akan mati, kan? Lebih baik kau makan makanan Caleb," potong Nate kemudian melanjutkan makannya. Tadi pagi Caleb datang mengantarkan makanan yang dia masak untuk Nate. Maksud Caleb adalah dia juga ingin berinteraksi atau mungkin berteman dengan pacar temannya.

Pengakuan, Caleb pernah suka dengan Kalea. Tapi sekarang sudah tidak, sungguh. Pengakuan ini datang dari hati Caleb dan Kalea tahu dengan pasti bahwa Caleb tidak berbohong.

"Hentikan perilaku kekanak-kanakanmu ini, Nate," ujar Kalea menahan amarahnya. Dia tidak ingin langsung membentak seperti orang frustrasi, sangat tidak dewasa. Apalagi ini di rumah sakit.

"I don't think what I'm doing is childish," jawab Nate santai sambil melahap makanannya tanpa dosa.

Kalea menghela napas. "Apa kau pikir hanya karena aku berteman dengan Caleb aku akan menyukainya?"

"Pernah mendengar pepatah cinta tumbuh karena terbiasa?" balas Nate menaikkan kedua alisnya.

"Aku tahu batas, Nate. Kau yang bersikap terlalu berlebihan,"

"Baiklah, kalau aku terlalu berlebihan, maaf, aku tidak akan peduli lagi kau ingin berteman dengan siapa." putus Nate. Sepercik rasa nyeri menyentuh hati Kalea. Dia tidak ingin Nate bersikap terlalu posesif, tapi dia juga tidak ingin Nate bersikap tidak peduli sama sekali. Demi apapun, Kalea sangat ingin marah sampai menangis sekarang.

"Nate, akan kuberitahu kau satu hal," Kalea diam sejenak, mengatur napas agar jantungnya juga berdetak dengan kecepatan normal, "meskipun ada pria setampan dewa yunani dan sekaya Bill Gates, aku bahkan tidak bisa melirik mereka lagi. Karena apa? Di sini," Kalea menunjuk pelipisnya.

"Dan disini," Kalea menunjuk hatinya. "Hanya ada kau, bodoh." Kalea keluar dari ruang rawat inap Nate dengan mata berkaca-kaca, menahan amarahnya yang bisa keluar kapan saja.

Nate mendorong meja makannya ke samping. Nafsu makannya hilang entah kemana. Seharusnya Nate yang marah oleh Kalea, tapi kenapa sekarang keadaannya berbalik? Nate tidak salah mencemburui Kalea.

Tapi kata-katamu menyakitinya, bodoh. Ujar suara hati nurani Nate.

Nate sudah berbicara seakan-akan dia tidak ingin peduli lagi dengan Kalea. Kalea juga sudah mengatakan dia tahu batas. Tetapi Nate tetap menekan Kalea. Nate memang bodoh dan Kalea tidak salah sudah memanggilnya bodoh.

Tiba-tiba sebuah gagasan muncul di benak Nate. Kalau Kalea memiliki ketertarikan pada Caleb, sejak dulu saat Nate berpura-pura meninggalkannya, Kalea pasti langsung pindah pada Caleb tanpa pikir panjang lagi. Tapi kenyataannya, Kalea tetap kembali pada Nate, bahkan Kalea memaafkan Nate atas perbuatan-perbuatannya yang termasuk berengsek.

Ya Tuhan, Nate...

Kenapa kau baru sadar sekarang? Penyesalan memang selalu datang terakhir, 'kan?

Dengan susah payah, Nate beranjak dari ranjangnya. Dia mendorong tiang cairan infusnya, lalu mencoba berjalan. Nate tahu Nate salah dan dia akan menghampiri Kalea bagaimanapun keadaannya. Dengan perut yang sakit lantaran kemarin baru saja selesai dioperasi, Nate berjalan membungkuk sambil sesekali mengerutkan dahi. Begitu dia mencapai gagang pintu, Nate menghela napas lega.

Dilihatnya Kalea tengah duduk termenung di kursi panjang sendirian, setetes air mata meluncur sempurna di pipi Kalea. Nate segera berjalan mendekatinya.

Suara langkah kaki Nate membuat Kalea tersadar akan keberadaan Nate. Kalea mengusap pipinya kasar.

Hati nurani Kalea tergerak untuk membantu Nate tetapi gengsi Kalea tampaknya mengalahkan hati nuraninya. Ketika Nate berhasil duduk di sebelah Kalea, dia langsung menarik Kalea ke dalan pelukannya.

Nate meringis kesakitan sebentar, kemudian meletakkan dagunya di puncak kepala Kalea.

"Maafkan aku," gumam Nate. Kalea tetap membungkam. Tidak membalas pelukan Nate.

"I'm sorry for not trusting you enough, baby," bisik Nate.

Kalea menggerakan tangannya ke punggung Nate perlahan, mengelusnya naik turun.

"I love you." ucap Nate. Tiba-tiba napas Nate menjadi tidak beraturan lantaran menahan sakit.

"Ayo masuk," Kalea lantas membantu Nate berdiri, mendorong tiang infusnya lalu berjalan masuk ke kamar.

"Tidurlah." suruh Kalea sambil mengusap kening Nate lembut. Nate memang salah, tetapi dia sudah mengakui dan meminta maaf. Kalea bukan orang yang tidak mau berbicara dengan orang yang berbuat salah padanya, siapapun itu. Maksudnya, Kalea tidak bisa. Dia selalu mudah memaafkan orang lain. Tapi dilihat lagi konteks permasalahannya. Untuk kasus Nate, Kalea bisa memaafkan Nate dengan cepat.

Kalea tahu maksud Nate baik, hanya penyampaiannya saja yang Kalea tidak suka dan Kalea memaklumi itu.

"Aku memaafkanmu," Kalea mengecup kening Nate. Kemudian sebelum dia menarik badannya menjauh dari Nate. Kalea menyisakan jarak beberapa sentimeter dari wajah Nate kemudian berkata dengan pelan,

"Aku juga mencintaimu."



Di setiap hubungan pasti ada pertikaian. Yang menentukan adalah bagaimana kebijakan kita mengambil keputusan untuk menyelesaikan konflik. Setuju gak?

130 votes for next. Please don't forget to comment.

17 September 2016, 1:25pm WIB.

Pull Me CloserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang