DUA BELAS (B)

1.7K 76 2
                                    

  

   DUA BELAS >> THE TRUTH
.
.
.
"Randy..." panggil Renata panik, karena ia tak menjawab pertanyaan Renata sama sekali. Ia justru terlihat seperti orang aneh.

"Eh?" sekarang giliran Randy yang baru sadar dari lamunannya, matanya sedikit sembab, membuat Renata sedikit kaget.

"Kamu gapapa?"

"Iya. Gue sedikit capek," jawab Randy.

"Oh ya. Dimana makam Nando?" tanya Randy.

"Nando? Kamu kenal kakak aku?" tanya Renata.

"Iya, gue sama Nando temenan dari SD. Pertanyaan gue, dimana makamnya?" tanya Randy sekali lagi.

"Oh ya? Seriusan? Makanmnya  di San Diego Hills," jawab Renata , sedikit curiga, ia ingin memastikan kalau lelaki di hadapanya ini  adalah teman kakaknya.

"Oke. Pertama, gue mau nanya, Nando kan meninggalnya udah beberapa tahun yang lalu pas dia kelas empat SD. Kenapa baju-baju dia ukurannya segini?" Randy kebingungan.

Mendengar pertanyaan agak 'bercanda' yang sedikit 'mengiris' hati Renata, membuat Renata melemas. Menurut Renata, Randy tak tahu kalau apa yang ia tanyakan barusan menyayat hatinya.

"Are u really wanna know?" tanya Renata lemah.

"Yes, I really wanna know," jawab Randy.

"Jadi ceritanya..... Semenjak kematian kakak aku, mama aku depresi dan nggak bisa menerima kenyataan. Berbeda dengan papa aku, papa aku bisa menerima kenyataan. Setiap hari, mama dan papa selalu bertengkar, masalahnya pun sama, tentang Kak Nando.

Mama udah nggak mikirin aku lagi. Mulai  sekolah aku, nilai aku, cerita aku, dan semuanya. Beliau tak peduli.

Hanya papa yang peduliin aku, hanya papa yang menguatkan aku.

Hal yang selalu dipikirin sama mama aku yaitu gimana cara nya Kak Nando bisa hidup lagi, dan beliau selalu berhalusinasi tentang kak Nando, mimpi buruk tentang kak Nando, dan melakukan hal yang nggak wajar, kayak membelikan seragam, tas, buku pelajaran, dan kebutuhan sekarang Kak Nando dari tahun ke tahun. Bahkan kabar buruknya, mama hampir gila dan diterapi karena tingkat kedepresiannya sudah sangat parah.

Walaupun mama sudah diterapi, tingkat kedepresiannya tidak sembuh, mama tidak berubah.

Waktu itu, jujur, aku juga ikut depresi, mama menganggap seolah hanya Kak Nando anak mereka. Saat itu, aku mulai membenci Kak Nando, bahkan aku membuang semua barang Kak Nando. Mama murka, mama marahin aku, mama ngejambak rambut aku, mama ngebentak aku terus, sampai sepuluh hari.

Karena papa mengetahui hal itu, mama dan papa kembali bertengkar hebat. Karena aku juga udah sangat depresi, aku ingin melompat dari gedung lantai dua puluh, dengan itu aku berharap aku bisa mati dan tidak merasakan depresi lagi.

Saat aku udah ingin melompat, ada guru IPS yang menahan aku, dan semenjak kejadian itu gagal, mamaku dipanggil. Aku sangat bersyukur mama aku dipanggil, karena dengan dipanggilnya mama aku, mama jadi sadar dan mulai memperhatikan aku..." cerita Renata super panjang, sesekali ia mengusap air matanya yang menetes, karena menceritakan kemalangan di masa lalunya.

Randy pun tertegun mendengar cerita Renata. Tak pernah dibayangkan sebelumnya, seorang Renata yang alim ingin mengakhiri hidupnya dengan tragis akibat depresi berat.

"Turut prihatin," kata Randy sambil mengulum senyum manis dan memegang bahu Renata, serta mengusapnya pelan.

"Makasih..." Renata pun ikut tersenyum kaku.

"Dan pertanyaan keduanya, gapenting sih, apa kalian pindah rumah?" tanya Randy. "Kenapa dari dulu gue ga ngeliat ada lapangan basket dirumah Nando, tapi pas meninggal baru ada lapangan. Gue bingung," ujar Randy sambil mengerutkan dahinya.

Randy ini benar-benar deh!

"Iya, dulu, Kak Nando jago main basket, dan sepuluh piala udah dia raih selama sembilan tahun hidupnya ini. Dan setelah ia kecelakaan, ia masih sempat koma. Dalam komanya itu, dia minta biar kita jaga diri masing-masing, mama udah hampir pingsan mendengarnya, terus dia minta dibuatin lapangan basket, biar kita sekeluarga bisa mengingat dan mengenang dia. Dan saat itu pulalah dia meninggal. Setelah kuceritakan kisah sebelumnya, yang mama, papa dan aku depresi. Juga setelah mama dipanggil Bu Halmaira, guru IPS yang kumaksud, kami bertiga pulih dan mulai mengintropeksi diri kami masing-masing. Juga setelah satu bulan kemudian, Papa dan mama mau membenahi rumah tangga kami, dan saat itu juga, kami pindah rumah ke rumah ini, dan papa membangun lapangan basket buat mengenang Kak Nando, karena rumah kami yang dulu nggak besar, dan nggak bisa dibangun lapangan basket. Memang rumah yang dulu merupakan rumah kenangan antara kami bertiga dan Kak Nando. Tapi, apa boleh buat?" kata Renata balik.

Randy hanya manggut-manggut paham, "Maaf ya gue terlalu kepo," katanya kemudian.

"Nggak apa-apa," balas Renata.

"Dan pertanyaan terakhir, waktu itu Nando ngenalin gue sama lu lewat foto lu. Berarti.... Kita pernah bertemu dong sebelumnya?" tanya Randy, inilah yang ingin ia katakan sedari tadi.

"Mmm.... Kayaknya aku gapernah liat kamu... Mungkin kamu doang yang ngeliat aku?" Renata ijut bingung.

"Mmm... Bisa jadi..." kata Randy.

"Gila, gue ganyangka kalo lo adeknya temen gue!" seru Randy.

Renata hanya tersenyum.

"Ren," panggil Randy.

"Ya?"

"Besok, pulang sekolah, temenin gue ke pemakaman kakak lo ya?" pinta Randy.

"Iya, hehe..."

*****

A.n:

Gils gils...

Makin hari ceritanya makin gaje :v wkwk.

Maapkeun kegajean dan keabsurdan cerita ini ya...

Gue akan berusaha untuk membuat cerita ini lebih bermutu wkwkwk

Salam dari Ian (anak getrich pasti tau)

Bye.. ✋

Nerd Girl In Love [REVISI] / CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang