Vania mendorong pintu pagar setelah memarkir mobil di samping teras yang berfungsi sebagai garasi. Vania membalikkan badan dan tersenyum melihat mamanya berdiri menyambutnya di depan pintu. Setelah mengucapkan salam dan mencium tangan sang mama, Vania melangkah menuju kamarnya.
Segera dinyalakannya AC dan diempaskannya tubuhnya ke atas ranjang. Vania meraih guling dan mulai memejamkan mata. Inilah kebiasaannya setiap pulang kerja. Ia akan langsung memejamkan mata tanpa terlebih dahulu mencuci muka atau mengganti baju. Ia sengaja tidur saat tubuh terasa pada puncak kelelahan. Jika ia mandi terlebih dahulu, maka rasa mengantuk akan hilang begitu saja. Matanya akan kembali terbuka lebar, tubuhnya terasa kembali segar. Justru jika tidur pada saat tubuh benar-benar merasa lelah, maka akan terasa benar nikmatnya.
Vania terbangun sekitar dua jam kemudian. Diraihnya handphone yang ia letakkan di meja di samping tempat tidur. Ada banyak pesan. Pesan-pesan yang semuanya ia abaikan. Setelah kesadarannya terkumpul, Vania membuka pintu dan melangkah keluar kamar.
"Mandi dulu, mama siapin makanan," tegur Bu Faisal, ibunda Vania.
"Iya, Ma."
Selesai mandi, Vania menemukan mamanya sudah menunggu dengan makanan hangat yang terhidang di atas meja makan.
"Hmm... Enak banget nih. Tempe goreng, ikan salem, tumis kangkung, dan sambal," Vania berkomentar sambil menarik kursi.
"Habiskan semuanya."
"Mama udah makan?"
"Udah, tadi sama papa."
"Papa mana?"
"Biasa, jadwalnya rapat RW."
"Oo... Iya. Lupa," gumam Vania sambil mulai menyendok makanan di dalam piring.
Sehari-hari Vania lebih banyak berdua dengan mamanya. Papanya yang merupakan pengurus RT dan RW, seringkali menghadiri rapat atau diminta bermain catur bersama di balai RW bersama para warga. Sedangkan abang satu-satunya sudah menikah, dikaruniai dua orang buah hati, dan tinggal di rumah mereka sendiri.
"Gimana kerjaannya? Senang kerja di situ?" tanya Bu Faisal.
Vania mengangguk sambil menggigit sepotong tempe.
"Teman-temannya asyik?"
Kembali Vania mengangguk.
"Kalau atasannya gimana?"
"Wah, yang itu asyik banget," Vania bersuara. Ia tertawa geli mengingat Kendra dan Bu Titi.
Sesaat kemudian Vania sudah sibuk menceritakan tentang Kendra, Bu Titi, dan kelakuan ajaib mereka. Selain Kendra yang sudah kelihatan nyantai dan gokilnya, Bu Titi yang sudah menginjak usia 40 tahun juga tidak kalah rock and rollnya.
Jika Accounting Department yang bersebelahan ruangan dengan mereka selalu tampak serius dan tegang, maka ruangan Marketing & Promotion Department selalu ceria. Belum lagi dengan anak-anak Sales Department yang satu ruangan dengan mereka yang juga tak kalah gilanya. Belum lagi setiap hari Vania bisa main ke meja anak-anak Sales Department yang selalu banjir makanan, membuat tempat bekerjanya semakin terasa menyenangkan.
Ditambah lagi dengan adanya duo ganteng, terutama salah satu personilnya yang kalem. Memang, tidak setiap hari mereka bisa bertegur sapa. Tetapi adanya harapan untuk bisa sesekali bertemu, setidaknya membuat hari dan hatinya tidak lagi kelabu.
"Kok kamu senyum-senyum gitu?" tegur Bu Faisal.
"Hehe... Ingat kejadian lucu di kantor tadi siang," Vania berkilah. Padahal ia sedang mengingat Rico dan senyuman lembutnya yang begitu menenangkan jiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
ChickLitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...