Rico tersenyum membaca pesan yang tertera di layar handphonenya. Pesan dari Kendra.
Lagi sama Vania? Have fun ya hehehe...
Rico membalas pesan Kendra.
Kamu bisa saja. Cium sayang ya buat si kakak.
Rico tersenyum geli. Kendra pasti tahu dari Vania. Dari siapa lagi. Sebenarnya Rico heran juga, kenapa Vania selalu tampak menghindarinya. Memangnya apa kesalahan yang sudah dilakukannya?
Ia memang bersalah pernah kurang tanggap terhadap sinyal-sinyal cinta yang dikirimkan oleh Vania, tapi setelah itu, bukankah Vania yang menolaknya? Lalu sekarang, tidak bisakah mereka berteman? Seperti dulu. Seperti hubungan baik mereka di masa lalu.
Vania muncul dan keheranan melihat Rico yang duduk sendirian.
"Bu Titi mana? Lagi ke toilet, ya?"
Rico tersenyum lembut.
"Bu Titi pulang barusan."
"Lho, kok pulang sih? 'Kan Bu Titi yang ngajak nongki?" tanya Vania kaget.
Gila, apa-apan ini. Jangan-jangan Bu Titi sengaja bikin jebakan Batman buat gue, rutuk Vania dalam hati.
"Bu Titi lupa kalau harus jemput Rayhan main bola," jelas Rico menyebut nama anak sulung Bu Titi.
"Ya udah, kalau gitu kita pulang aja," ujar Vania panik.
"Kenapa harus pulang? Kita nongki berdua 'kan juga nggak apa-apa."
Nggak apa-apa? Nggak apa-apa gimana? Yang ada bentar lagi gue harus dilarikan ke rumah sakit jiwa. Rumah sakit untuk jiwa yang merana karena cinta.
"Nggak usah, kita pulang aja. Mana enak nongki cuma berdua," kilah Vania.
Di luar dugaan, Rico malah tertawa.
"Biasa aja lagi, Van, nggak usah grogi gitu. Aku udah jinak kok."
"Siapa juga yang grogi." Vania berkilah, tetapi ia bisa merasakan semburat merah muncul di wajahnya.
Duh, Rico ini. Nggak sadar apa ini kaki rasanya udah hampir nggak sanggup lagi berdiri.
"Ya udah, ayo duduk dong. Lagian masa pulang. Minuman udah terlanjur dipesan. Kamu kupesanin iced cappuccino kesukaan kamu. Masih itu 'kan kopi favorit kamu? Atau udah ganti?"
Kali ini rasanya Vania benar-benar sudah akan pingsan sambil berdiri. Bisa-bisanya Rico masih mengingat minuman kesukaannya setelah sekian lama mereka tidak berjumpa.
Ya Tuhan. Apa lagi ini? Apa nggak cukup segala siksaan hati ini? Hayati lelah. Lempar aja Hayati ke rawa-rawa.
"Van, ayo duduk," tegur Rico.
"I... Iya," ucap Vania terbata-bata.
Vania duduk di kursi yang terletak di hadapan Rico. Tadinya ia berniat untuk menghindari duduk bersebelahan dengan Rico. Tapi rupanya pilihannya ini tetap saja salah. Justru dari tempatnya berada, ia bisa dengan jelas melihat wajah Rico yang sedang tersenyum kepadanya. Senyuman yang semakin membuat Vania salah tingkah.
"Kamu apa kabar?" tanya Rico sambil tetap tersenyum.
"Baik. Kamu?"
"Baik juga. Lama ya kita nggak ngobrol kayak gini. Kamu nggak banyak berubah.
"Hehehe... Iya." Vania semakin salah tingkah.
Sejenak kemudian mereka saling diam. Untungnya situasi canggung itu terselamatkan dengan datangnya pesanan mereka. Hot espresso untuk Rico, iced cappuccino untuk Vania, sepiring calamari, dan seloyang pizza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
ChickLitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...