Satu bulan. Empat minggu.
Jika dikonversi ke dalam hitungan hari, waktu satu bulan rasanya lama sekali, tiga puluh hari. Tapi tidak bagi Ferdy.
Satu bulan atau empat minggu atau tiga puluh hari adalah waktu yang sangat berarti untuk Ferdy. Itu adalah satu-satunya waktu yang ia punya, itu adalah kesempatan terakhirnya, untuk mendapatkan hati dan cinta Vania.
Bukan hal yang mudah. Segala usaha dan kesungguhan tanpa henti ia tunjukkan.
Setiap minggu Ferdy pulang ke Jakarta untuk menemui Vania. Ia juga setiap hari menelepon dan mengirimkan pesan, layaknya dulu kala mereka masih berpacaran.
Ferdy juga mengirimkan lamaran ke beberapa perusahaan di Jakarta. Tak hanya itu, Ferdy juga mengerem pengeluaran agar bisa menambah tabungan supaya ia dan Vania bisa menyelenggarakan pesta pernikahan seperti yang selama ini Vania impikan.
Apakah Vania tahu semua usaha yang Ferdy lakukan untuknya? Apakah Vania melihat bagaimana Ferdy berupaya untuk membuktikan cintanya?
Tahu. Vania tahu. Vania juga tahu bahwa Ferdy melakukannya sepenuh hati. Tapi hatinya tetap tak bisa memungkiri, bahwa bukan Ferdy yang ia nanti.
Vania percaya, cinta yang sesungguhnya bukanlah dia yang kamu rindukan saat kamu sedang merasa kesepian atau kala kamu berbaring di ranjang saat mata hampir terpejam.
Bukan.
Cinta yang sesungguhnya adalah dia yang bahkan dalam keramaian, wajahnya selalu terbayang. Dia yang ketiadaannya tetap membuatmu merasa kesepian, meski dalam keramaian.
Cinta itu bernama Rico Adam. Bukan bernama Ananta Ferdyan.
Bukan telepon dan pesan dari Ferdy yang setiap hari ia harapkan, namun pesan dari Rico yang tak kunjung datang.
Setelah pertemuan mereka di pameran sebulan ke belakang, sebenarnya diam-diam Vania memupuk angan.
Rasanya tidak berlebihan jika ia berharap akan ada ajakan kedua, ajakan ketiga, dan seterusnya. Namun perkiraannya rupanya salah.
Ferdy yang setiap hari datang dan mengetuk pintu hatinya, sementara Rico hanya diam di ujung sana. Sungguh, sulit bagi Vania untuk tidak merasa terluka.
Kenapa yang selalu datang dan menyemai harapan berbeda dengan apa yang ia inginkan?
Dirinya bukan Kendra yang bisa dengan tabah menanti cinta Andre menjadi nyata. Dirinya bukan Kendra yang dengan sabar mendoakan Andre dalam hati, meski Andre berkali-kali menyakiti.
"Van."
Panggilan itu membuat Vania tersadar bahwa ia tak sedang sendiri. Ia sedang bersama Ferdy.
Saat ini mereka berdua sedang menghabiskan malam minggu di sebuah kafe. Meski cinta untuk Ferdy tak kunjung tumbuh, tapi sebulan ini Vania mencoba untuk membuka pintu.
Ia ingin bersikap adil. Ia menerima Ferdy dengan baik jika Ferdy datang ke rumah. Ia juga menerima telepon dan membalas setiap pesan yang Ferdy kirimkan. Ia memberikan Ferdy kesempatan dan mempersilahkan Ferdy untuk berusaha. Usaha yang mungkin untuk yang terakhir kalinya.
"Aku mau tanya sesuatu," Ferdy berujar dengan suara bergetar.
Vania menarik napas. Saat inilah yang mungkin paling Ferdy tunggu tapi baginya saat ini adalah saat yang paling ia benci. Saat dimana ia harus menolak dan melepaskan Ferdy untuk yang kedua kali.
"Kamu mau tahu jawaban aku?"
Kali ini Ferdy yang menarik napas. Wajahnya tampak pias, namun sorot matanya berbinar penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
ChickLitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...