Part 18 - Cerah

11K 1.1K 199
                                    

Semenjak kejadian itu, ada yang  berubah. Semenjak Kendra menangis karena ulah Andre waktu itu, suasana kerja jadi berubah. Kendra tampak menjaga jarak dan terlihat lebih dingin kepada Andre, meski Kendra mengaku Andre sudah meminta maaf kepadanya dan Kendra juga berkata bahwa ia sudah memaafkan lelaki itu. Tapi tetap saja, ada yang berubah.

Kendra jadi menyerahkan segala pekerjaan yang ada hubungannya dengan Andre kepada Vania. Supaya Vania belajar, begitu kata Kendra. Tapi Vania tahu, bukan itu alasannya. Kendra masih marah, atau setidaknya masih malas berhubungan dengan Andre. Vania mengerti, bagaimana pun juga, saat itu ucapan Andre dapat dikatakan cukup menyakiti hati.

Masalahnya, dalam waktu dekat, perusahaan mereka akan mengadakan dua event secara kolaborasi, yaitu pameran dan charity. Kendra tetap profesional. Ia adalah atasan Vania, segala hal memang dialah otaknya, Vania hanya tinggal meneruskan kepada Andre. Tapi masalahnya, hal ini membuat urusan menjadi lama karena harus melalui dirinya.

Ditambah lagi, Vania merasa jiper jika harus berdiskusi atau bicara dengan Andre, seperti saat ini. Apalagi, diskusi lebih sering dilakukan di kantor Andre, yang semakin membuat Vania kalah vibrasi karena bukan di kandang sendiri.

Dalam pekerjaan, Andre dan Kendra satu level dan mereka berdua jelas senior dibandingkan Vania yang baru saja bergabung. Wajar jika Vania merasa kewalahan saat harus berdiskusi dengan Andre yang notabene lebih pakar. Nggak nyambung. Otak Vania belum bisa connect.

"Jadi gitu, Van. Ada yang mau ditanyain?"

Vania masih berusaha mencerna apa yang baru saja dipaparkan oleh Andre ketika lelaki itu bertanya.

"Ngerti..."

"Tapi?" Andre menangkap ekspresi wajah Vania yang tampak bingung.

"Ehm... Ya ntar disampein dulu sama Kendra terus ntar lihat reviewnya Kendra gimana," sahut Vania.

Ngerti sih, tapi ada juga yang nggak ngerti. Duh kudunya yang diskusi gini Kendra atau level Bu Titi, bukan gue. Gue jadi kelihatan banget begonya.

Andre mendecak pelan.

"Eh, maaf. Aku ngerti kok," ujar Vania tak enak hati.

Sedari tadi Andre sibuk memaparkan dan dia malah terlihat mengerti tapi setengah hati? Andre pasti kesal sekali.

Andre menghembuskan napas.

"Bukan kamu, Van. Tapi harusnya saya bisa lebih pelan jelasinnya ke kamu. Maaf, ya." Andre menundukkan wajah. "Biasa ngobrol sama Kendra," ucap Andre perlahan, lebih terdengar seperti gumaman.

Sesaat Andre dan Vania saling diam. Vania bisa menangkap wajah Andre yang terlihat... sedih? Andre sedih? Sedih kenapa? Karena dirinya yang sudah dijelaskan panjang lebar tapi tak kunjung mengerti? Atau...?

"Kamu tunggu bentar, ya."

Andre kemudian mengeluarkan handphonenya dan menelepon seseorang.

"Lo, cepetan ke ruang meeting A, sekarang. Gue tungguin. Sekalian tolong bawain plan yang buat pameran. Thanks."

"Emang sama Kendra udah nggak pernah ngobrol lagi, ya?" tanya Vania hati-hati.

Andre tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan Vania. Tapi sesaat kemudian ia terlihat menguasai keadaan.

"Bos kamu tuh, baperan. Gitu aja ngambeknya lama," sahut Andre sambil tertawa.

"Tapi katanya udah maafan?"

"Maafan sih udah. Tapi buktinya 'kan dia jadi nggak mau kerja sama saya. Padahal ya profesional aja, urusan kerjaan nggak usah dikaitin sama urusan perasaan."

Senandung Cinta VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang