Pernahkah kamu memikirkan tentang sebuah pernikahan? Atau lebih spesifiknya, pernahkah kamu membayangkan tentang sebuah pernikahan impian?
Seperti apa gambaran yang muncul dalam pikiranmu? Seindah apakah gaun yang akan kamu kenakan dalam anganmu?
Kebaya putih bertabul kristal swarovsky? Atau mungkin gaun dengan ekor yang menjuntai menyapu lantai?
Berapa orang tamu yang akan diundang? Seribu? Atau mungkin dua ribu? Setelah itu kalian akan pergi ke mana untuk berbulan madu?
Kemudian, setelah selesai dengan acara pernikahan, seperti apakah rumah yang akan kalian tinggali? Sebuah apartemen mungil yang terletak di pusat kota? Ataukah rumah di pinggiran kota dengan halaman di bagian depan dan belakang?
Setelah itu semua, lalu apa?
Bagi Vania, kata pernikahan bukanlah tentang itu semua. Ini bukanlah tentang menemukan pria impian, pesta pernikahan seindah di dunia khayalan, ataupun bulan madu hingga ke ujung dunia.
Pernikahan bagi Vania justru terdengar menakutkan. Membuatnya panik. Membuat batinnya medadak terusik. Bukan tanpa alasan Vania sering menghindari topik yang membahas tentang pernikahan, terutama jika hal itu dilontarkan oleh kedua orang tuanya.
Hampir tidak ada yang tahu bahwa sesungguhnya Vania memiliki sebuah trauma di masa lalu.
Semua dimulai sekitar lima tahun silam saat sang maut menjemput salah seorang sepupu Vania. Mbak Tari, kakak sepupu yang bagi Vania sudah seperti kakaknya sendiri.
Vania diasuh oleh Mbak Tari sejak kecil. Rumah mereka yang berdekatan memungkinkan keduanya untuk setiap hari bermain bersama. Mbak Tari yang memandikan Vania. Mbak Tari pula yang kerap menyuapinya. Bahkan setelah memasuki usia sekolah dasar, Mbak Tari yang sering membantunya mengerjakan PR atau belajar untuk menghadapi ulangan.
Waktu berlalu. Mereka berdua pun tumbuh. Mbak Tari menjelma menjadi sesosok gadis yang jelita, Vania juga. Namun bedanya, jika Vania memilih untuk melanjutkan pendidikan hingga lulus dari bangku kuliah, maka Mbak Tari hanya sempat mengenyam pendidikan hingga tahun kedua kuliah. Selanjutnya, Mbak Tari memutuskan untuk menikah.
Bukan. Mbak Tari menikah di usia muda bukan karena hamil duluan. Mbak Tari mengambil keputusan menikah pada usia yang masih sangat muda karena alasan klasik, cinta.
Kekasih Mbak Tari yang kemudian menjadi suaminya, kala itu mengancam akan meninggalkan Mbak Tari jika mereka tidak segera menikah. Memang usia Mbak Tari dan kekasihnya berjarak cukup jauh. Sebenarnya wajar jika kekasihnya ingin segera memiliki keluarga. Namun apakah sama sekali tidak bisa menunggu hingga Mbak Tari menyelesaikan kuliah?
Pernikahan mereka pada awalnya tidak mendapatkan restu dari orang tua Mbak Tari. Tapi saat cinta sudah melekat di hati, nasihat kedua orang tua pun seolah tak terdengar lagi. Maka dengan berat hati, kedua orang tua Mbak Tari menikahkan sang putri.
Ada benarnya jika orang berkata, bahwa orang tua memiliki firasat yang tak pernah salah. Perasaan orang tua Mbak Tari yang sejak awal menentang pernikahan, lambat laun terbukti benar.
Setelah menikah dan pindah ke rumah milik suaminya, Mbak Tari kian hari kian terlihat layu, seolah tak ada lagi sinar di parasnya yang ayu. Tubuhnya pun terlihat semakin tak berisi dari hari ke hari.
Tak hanya itu, bukan satu dua kali, ibunda Mbak Tari berkata bahwa beliau melihat lebam di kulit putri kesayangannya. Saat ditanya, Mbak Tari menjawab bahwa ia baik-baik saja dan sangat bahagia dengan pernikahannya. Kebahagiaan yang Vania tahu, bahwa semua hanyalah semu.
Pernah sekali Vania memergoki Mbak Tari sedang menangis seorang diri. Kala itu Vania sedang bertandang ke rumah Mbak Tari dan lewat dari pintu belakang. Mbak Tari saat itu sedang duduk di ruang makan sambil menutup wajah. Ia terisak, bahunya berguncang. Merasa datang pada waktu yang tak tepat, Vania pun diam-diam pulang.
Itulah yang Vania sesalkan. Seharusnya, saat itu ia memeluk kakak kesayangannya. Seharusnya, saat itu ia bertanya ada apa. Mungkin Mbak Tari akan menolak untuk bercerita, tetapi setidaknya Mbak Tari akan merasa bahwa ada Vania di sisinya, bahwa ia memiliki seseorang untuk mengadukan segala lara.
Waktu pun berlalu. Mbak Tari dan suaminya dikaruniai seorang putri cantik yang mereka beri nama Ayu. Kehadiran Ayu membuat Mbak Tari terlihat lebih bahagia, meski Vania tahu, ada hal besar yang Mbak Tari simpan sebagai rahasia.
Hingga suatu hari, saat Vania dan Mbak Tari sedang berbelanja bersama di sebuah pusat perbelanjaan, Mbak Tari jatuh pingsan. Namun bukan hal itu yang mengejutkan, tetapi pernyataan dokter yang terdengar sangat menyakitkan.
Dokter mengatakan bahwa Mbak Tari mengalami luka dalam dan tampaknya sudah lama dibiarkan. Dokter juga bertanya, apakah Mbak Tari dianiaya? Kedua orang tua Mbak Tari tak kuasa menahan tangis ketika dokter kemudian menunjukkan bekas pukulan dan memar di sekujur tubuh putri mereka.
Mereka pikir, selama ini putri mereka bahagia. Mereka kira, selama pernikahannya, putri mereka baik-baik saja.
Yang lebih menghancurkan hati, setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit dan sering mengigau hingga histeris dan menangis, Mbak Tari berpulang ke ilahi. Meninggalkan Ayu yang saat itu baru berusia satu tahun.
Semua syok. Semua berduka. Tidak ada yang pernah mengira Mbak Tari akan meninggalkan dunia di usianya yang baru menginjak dua puluh dua.
Semua tuduhan kemudian mengarah kepada suami Mbak Tari. Tidak mungkin lelaki itu tidak mengetahui apa yang terjadi pada sang istri. Dari buku harian yang ibunda Mbak Tari temukan, semua rahasia kelam kemudian terbongkar.
Tidak ada yang pernah menyangka, bahwa di balik senyuman yang senantiasa disunggingkan Mbak Tari di wajahnya, Mbak Tari kerap menerima pukulan dan tendangan dari suaminya, bahkan semenjak sebulan mereka berumah tangga.
Pukulan, tendangan, dan tamparan, sudah menjadi santapan Mbak Tari sehari-hari. Kadang pukulan harus ia terima jika makanan yang terhidang di atas meja tidak sesuai dengan selera suaminya. Sering tamparan mendarat di wajah pucatnya jika Mbak Tari bertanya kenapa larut malam suaminya baru pulang ke rumah. Tetapi acapkali, perlakuan yang menyakitkan juga datang meski tanpa alasan.
Mbak Tari bahkan pernah dibenturkan ke dinding kamar saat Ayu berusia enam bulan dalam kandungan. Tapi semua Mbak Tari tutupi. Semua duka Mbak Tari tanggung sendiri.
Hingga kemudian, di puncak rasa sakitnya, Mbak Tari tak mampu lagi menahan semua lara. Ia pergi meninggalkan dunia dan Ayu yang belum lagi lancar berbicara.
Semua gempar. Semua murka. Ayu diambil paksa oleh keluarga Mbak Tari. Tidak ada kakek dan nenek yang rela cucunya diasuh oleh seorang laki-laki yang bisa dikatakan telah membunuh istrinya sendiri.
Vania mengusap setetes air mata yang jatuh begitu saja. Ia selalu seperti ini setiap kali teringat akan Mbak Tari.
Apakah cinta itu menyakiti? Apakah pernikahan membuat seorang laki-laki boleh bersikap semena-mena terhadap sang istri?
Vania tahu, tidak semua laki-laki seperti itu, tidak semua rumah tangga begitu. Kedua orang tuanya hidup rukun dan saling mengasihi. Namun luka dan duri yang tertancap di hati Vania seolah tak mau pergi. Duka yang Mbak Tari rasakan, seperti dirasakan juga oleh Vania. Tanpa disadari, kepergian Mbak Tari yang tiba-tiba dan drama di balik kepergiannya, menimbulkan luka tak kasat mata di hati Vania.
Meski kini sudah lima tahun berlalu, Vania masih saja merasakan pilu. Ia tak mau mengalami nasib yang sama dengan kakak sepupunya. Bagi Vania, jika pernikahan hanya akan membawa duka, maka lebih baik ia sendiri saja seumur hidupnya.
*****
Yeeyyy... Aku datang kembali hohoho... Adakah yang masih menunggu kelanjutan cerita ini? 😄
Jadi, kemarin2 tuh malaaaazzz, trus aku pengen napas dulu setelah namatin Serenada di Ujung Senja yang membuat penulis dan pembacanya sakit jiwa (yang belum baca buruan, mau kuhapus sebagian).
Ditambah laptop rusak (dan masih rusak keyboardnya 😖). Lalu Ada beberapa kejadian di kehidupan Vania asli yang bikin aku mikir, "lha, terus gimana ini ujung ceritanya?"
Anyway, enjoy the story. Mungkin akan kuupdate tiap Rabu. Semoga kalian masih setia menunggu 😊😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
Chick-LitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...