Part 52 - Hilang

9.6K 1.5K 353
                                    

Beberapa minggu berlalu sudah. Lara kian meraja. Suasana di rumah kini bagaikan di dalam neraka.

Setiap hari Bu Faisal senantiasa tampak berduka dan tak henti mencucurkan air mata, sementara Pak Faisal entah berada di mana. Mungkin pergi ke rumah istri mudanya. Entahlah. Vania tak pernah bertanya.

Eky mengambil sikap tegas atas prahara dalam rumah tangga kedua orang tua mereka. Eky meminta agar Bu Faisal ikhlas untuk berpisah. Eky berjanji akan memperjuangkan agar rumah yang selama ini mereka tempati tetap menjadi hak sang mama.

Berbeda dengan Eky yang bersikeras agar orang tua mereka berpisah, Vania justru tak mengambil sikap apa-apa. Di antara dua pilihan yang ada, menurutnya tak satupun yang akan membawa bahagia.

Perpisahan hanya akan membawa kesedihan, sedangkan terus bersama pelan tapi pasti akan menuju kehancuran. Mana bisa ia memilih satu dari keduanya.

Kalaupun ada yang ingin lakukan, itu adalah memaki dan menghajar sang wanita simpanan. Tapi itu pun bukan sebuah pilihan yang bijak. Ada dua orang anak tak berdosa yang pasti akan bersedih jika Vania menghajar ibu mereka. Anak-anak itu masih sangat belia untuk dapat mengerti prahara rumah tangga orang tua mereka. Lagipula, bagaimanapun juga, anak-anak itu adalah putri kandung ayahnya, adik-adiknya.

Vania menyeka air mata. Betapa beberapa minggu terakhir ini segalanya terasa begitu melelahkan jiwa. Ia jadi jarang berada di rumah karena tak tahan melihat air mata sang ibunda. Eky dan keluarganya yang kini setiap hari datang ke rumah untuk menemani.

Vania lebih memilih untuk berada di kantor hingga larut malam dengan alasan banyak perkerjaan yang harus ia selesaikan. Meski sejujurnya, berada di kantor justru membuatnya semakin merasa kesepian. Alih-alih bekerja, ia justru sering melamun dan semakin larut dalam kesedihan.

Dulu ada Kendra tempat ia berbagi suka dan duka. Kini tiada siapa-siapa yang selalu menemani. Ia tak terlalu akrab secara pribadi dengan pengganti Kendra yang bernama Putri.

Praktis, ia hanya memiliki Ferdy. Hanya Ferdy tempatnya untuk berbagi. Hanya Ferdy tempatnya untuk kembali.

Vania menepikan mobil yang ia kemudikan ke sebuah perkantoran. Ia lantas memarkir mobilnya tepat di depan pintu kantor.

Hari ini Vania sengaja mengambil cuti. Ia ingin menenangkan diri. Hari ini Jumat. Biasanya besok Ferdy akan pulang ke Jakarta untuk bertemu dirinya. Tapi kali ini Vania punya ide sebaliknya. Ia memutuskan untuk pergi ke Cirebon dan memberikan Ferdy kejutan. Selanjutnya ia ingin menghabiskan waktu di Cirebon sepanjang akhir pekan. Sepertinya akhir pekan kali ini akan menyenangkan.

Vania membuka kaca jendela namun cepat-cepat menutupnya. Ternyata tingkat panas cuaca di Cirebon benar-benar luar biasa. Sepertinya di Cirebon mataharinya ada dua, bahkan mungkin tiga.

Vania meneguk segelas es yang tadi ia beli di pinggir jalan. Rasa haus benar-benar tak tertahankan. Masih ada beberapa menit lagi hingga jam kantor berakhir. Rasanya Vania sudah tak sabar. Ia sudah berandai-andai akan makan nasi jamblang, nasi lengko, tahu gejrot, empal gentong, empal asem, dan semua kuliner Cirebon yang tentunya tak akan ia lewatkan.

Ia juga berencana untuk mengunjungi sentra Batik Trusmi dan membeli batik untuk dirinya, untuk sang mama, dan untuk Kendra. Rasanya sudah lama ia tak mengunjungi Kendra dan si kecil Kirana.

Vania melirik jam di pergelangan tangan lantas mengalihkan pandangan ke arah pintu perkantoran. Saat itulah ia melihat sang kekasih, Ferdy, keluar dari dalam kantor dan berdiri sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Sepertinya ada yang sedang Ferdy nanti.

Sambil tersenyum ceria, Vania turun dari mobil dan bermaksud menghampiri Ferdy. Tapi baru saja ia,berjalan, langkahnya terhenti. Vania melihat ada seorang perempuan dengan seorang anak dalam gendongan yang melangkah mendekati Ferdy. Dengan suka cita, Ferdy menyambut keduanya. Ferdy bahkan menggendong sang bocah dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara.

Senandung Cinta VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang