Part 23 - Menikah, haruskah?

8.7K 1K 82
                                    

"Van," tegur sebuah suara.

Vania cepat-cepat menghapus air mata dan menoleh ke pintu ruangan dimana Kendra sedang berdiri di sana.

"Ada apa?" Vania tersenyum ceria, berharap Kendra tak sempat melihat air matanya.

Namun rupanya Kendra sudah melihat air mata yang tadi menetes di wajah ayu rekan sejawatnya itu. Serta merta Kendra menghambur memeluk Vania.

"Lo kenapa?" tanya Kendra lembut sambil mengusap punggung Vania.

"Kenapa? Gue nggak apa-apa." Vania mencoba berkilah.

"Bohong."

Vania berusaha melepaskan pelukan Kendra.

"Gue nggak apa-apa."

"Terus yang barusan?" Kendra tetap bertanya.

"Gue cuma lagi ingat kejadian di masa lalu terus gue jadi mellow. Cuma itu kok."

"Benar?"

"Benar."

Kendra menatap Vania tajam seraya mengernyitkan dahinya, pertanda ia tak begitu saja langsung percaya dengan ucapan gadis yang berada di hadapannya. Vania tersenyum geli melihat ekspresi Kendra. Kalau sudah begini, Kendra jadi seperti ibu-ibu rempong yang panik melihat anak remajanya yang tengah gegana; gelisah, galau, dan merana.

"Ya udah kalau emang lo nggak mau cerita." Kendra melepaskan pelukannya. Bibirnya mengerucut.

"Tuh 'kan, langsung ngambek. Persis banget sama Andre."

"Eh, enak aja lo nyamain gue sama dia." Kendra tak terima.

"Emang kalian tuh mirip kelakuannya."

"Enak aja!"

"Hahaha..."

"Malah jadi ngebahas si songong. Gue tadi 'kan ke sini mau nganterin ini."

Kendra meletakkan sebuah benda berwarna merah muda tepat di hadapan Vania. Itu adalah sebuah undangan. Lebih tepatnya, itu adalah sebuah undangan pernikahan. Wajah Vania kembali muram.

"Siapa?"

"Mbak Linda."

Mbak Linda adalah salah seorang pegawai di kantor mereka.

"Ooo..."

Vania bahkan merasa enggan untuk sekedar menyentuh undangan cantik yang berwarna kuning keemasan itu. Entahlah, ada semacam alergi terhadap apapun yang berhubungan dengan pernikahan.

"Kenapa lagi lo?"

Vania menatap Kendra.

"Apanya yang kenapa?"

"Itu lo lihatin undangan kayak lihat apaan aja. Jangan-jangan lo udah kebelet kawin, ya?"

"Enak aja." Vania melemparkan gulungan kertas kecil ke arah Kendra.

"Hahaha..."

"Gue malah nggak pengin nikah," ujar Vania, membuat Kendra menghentikan tawanya.

"Lo barusan bilang apa? Nggak pengin nikah?"

Vania mengangguk tanpa rasa bersalah.

"Bukannya lo tempo hari ngebahas kebaya pernikahan yang lo lihat di majalah? Kok sekarang lo malah bilang lo nggak pengin nikah? Yang bener yang mana?"

Kendra duduk di kursi di hadapan meja Vania.

"Lo selalu sekepo ini?" Vania salah tingkah.

Senandung Cinta VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang