Part 38 - Harapan yang Memudar

6.9K 1K 167
                                    

Semenjak hari itu, Vania menjauh. Ia juga pura-pura tidak tahu apa yang telah terjadi antara Rico, Kendra, Andre, dan Sellina. Lebih baik ia menutup mata terhadap semua kenyataan yang membingungkan ini.

Vania juga kini berhenti 'mengejar' Rico. Ia tidak lagi bertanya tentang Rico kepada Kendra. Ia berhenti stalking di media sosial. Ia berhenti mencari kesempatan untuk bisa bekerja bersama. Buat apa. Toh ia sudah tahu, hati Rico bukan untuknya, bukan miliknya, tak pernah menjadi miliknya. Seiring waktu berjalan, harapan kian memudar.

Hati Rico yang ternyata hanya untuk Kendra, mau tak mau membuatnya terluka.

"Van." Kendra masuk ke ruangan Vania sambil membawa dua buah bungkusan.

Vania mengalihkan pandangan ke arah Kendra. Kendra selalu ceria dan kini tampak semakin ceria setelah ada jabang bayi yang Kendra panggil dengan sebutan 'si kakak' dalam perutnya. Wajahnya tampak segar. Kulitnya bersinar. Aura ayunya semakin memancar. Inikah yang membuat Rico jatuh cinta? Keceriaan Kendra? Atau kecantikannya?

"Ada oleh-oleh," ujar Kendra seraya meletakkan dua buah bungkusan di atas meja Vania.

Bungkusan itu berbeda ukuran. Ukuran yang kecil ditempeli kertas bertuliskan nama Vania, sedangkan bungkusan yang lebih besar bertuliskan nama Kendra.

"Dari siapa?"

"Rico. Dia baru pulang dari Jepang."

"Ooo..."

Vania menatap enggan pada bungkusan yang terletak di hadapannya. Dilihat dari ukurannya saja sudah dapat ditebak bahwa jumlah isinya berbeda. Rico pasti membelikan lebih banyak oleh-oleh untuk Kendra. Satu goresan luka bertambah di hati Vania.

"Kok diam aja?" tegur Kendra. "Ayo kita buka."

Dengan suka cita, Kendra segera meraih dan membuka bungkusan bertuliskan namanya. Tak lama, Kendra sudah berteriak gembira.

"Wah, lihat ini lucu banget, Van," Kendra berujar sambil memperlihatkan sebuah boneka pajangan perempuan Jepang dalam balutan kimono berwarna merah.

Tapi oleh-oleh untuk Kendra tampaknya belum habis. Tak lama kemudian, Kendra kembali berteriak kegirangan sambil mengangkat sebuah t-shirt dengan gambar lucu buatan Jepang.

Tidak hanya untuk Kendra, Rico rupanya juga membelikan oleh-oleh untuk si kakak yang belum lahir ke dunia berupa mainan dan topi bayi. Tidak hanya ibunya, si jabang bayi rupanya juga sangat berarti.

"Ooo... Jadi ini yang namanya sakura mochi." Kendra membuka sebuah bungkusan berisi kue mochi berwarna merah muda lalu menggigitnya. "Rasanya enak," Kendra berkata sambil mengunyah.

Vania hanya diam. Bungkusan miliknya masih ia timang.

"Kok nggak dibuka? Itu oleh-oleh dari Rico lho," tegur Kendra dengan sorot mata menggoda. "Barusan dititipin sama driver kantor mereka yang datang ke sini."

Kendra melanjutkan membongkar oleh-oleh untuknya. Vania juga mulai membuka bungkusan miliknya.

Sambil menghela napas, Vania menatap sedih melihat isi bungkusan oleh-oleh Rico dari Jepang. Sebenarnya ia tak ingin mempermasalahkan isi dan jumlah barangnya, namanya juga oleh-oleh, diberi apa saja seharusnya kita sudah gembira.

Tapi melihat isi bungkusan Kendra yang tak sebanding dengan bungkusan untuknya, mau tak mau membuat Vania semakin merasa kecewa.

Selain sakura mochi, boneka pajangan perempuan Jepang dalam balutan kimono, t-shirt dengan gambar lucu buatan Jepang, serta mainan dan topi bayi untuk si kakak, Rico juga membelikan Kendra sebuah scarf berwarna merah muda, sepasang sumpit kayu dalam kemasan unik, sebuah kantung kain untuk tempat menyimpan koin, aneka coklat, dan entah apa lagi. Sedangkan untuk Vania, Rico hanya membawakan sakura mochi dan beberapa buah coklat.

Betapa jauh berbeda. Vania semakin menyadari betapa berartinya Kendra bagi Rico. Betapa dirinya semakin kecil dan tak berarti, bagai dedaunan yang berserakan di tepi jalan.

Vania tersenyum getir. Tak sepantasnya ia merasa cemburu. Tak seharusnya ia merasa kecewa. Toh Rico bukan siapa-siapanya. Tapi menyadari bahwa ia kalah dengan Kendra yang tengah berbadan dua, tak dapat dihindari, semakin menorehkan duka di hati.

*****

Malam itu, Vania sudah hampir memejamkan mata ketika handphonenya berbunyi. Sejenak ia terpana melihat sebuah nama yang muncul di sana.

Rico!

Rico mau apa?

Dengan tangan gemetar dan hati bergetar, Vania menjawab panggilan.

"Halo, Van. Maaf aku telepon udah malam."

"Ada apa?" tanya Vania berusaha bersikap biasa.

"Kamu Sabtu besok ada acara?"

"Nggak. Kenapa?"

"Aku mau minta tolong ditemani ke mall."

Deg! Ke mall? Sabtu?

Ya Tuhan, jangan bilang ini si Rico ngajak kencan. Aduh!

Susah payah Vania berusaha meredakan detak jantungnya yang menggila. Meski ia sudah tahu hati Rico untuk siapa, namun harapan di hatinya tidak serta merta hilang begitu saja.

"Mau ngapain ke mall?"

"Andre mau menyatakan cinta ke Kendra."

Mendengar nama Kendra disebut, semangat Vania langsung surut. Seharusnya ia sudah menyangka, ini pasti ada hubungannya dengan Kendra. Seharusnya ia tidak besar kepala.

Rico lalu menjelaskan bahwa ternyata Andre mencintai Kendra, bukan Sellina. Hanya saja selama ini Andre berusaha memendam rasa.

Sekarang, setelah pernikahan mereka berusia enam bulan, Andre ingin agar rumah tangganya dengan Kendra berjalan normal layaknya rumah tangga pasangan lain. Andre ingin ada kepastian. Karena itulah Andre ingin menyatakan perasaan.

Namun rupanya, urusan menyatakan cinta kepada Kendra bukanlah sebuah hal yang mudah untuk Andre, meski ia dulunya seorang playboy. Andre tetap memiliki ketakutan akan ditolak, apalagi akhir-akhir ini Kendra galak dan kerap bersikap semaunya. Andre tak tahu bahwa perubahan sikap Kendra dikarenakan adanya si jabang bayi dalam rahim sang istri. Kendra memang sengaja menyembunyikan kehamilan hingga entah kapan.

Maka Andre dengan dibantu Rico membuat sebuah rencana. Rencana untuk menyatakan cinta kepada Kendra. Rencana yang Vania yakin, Rico sebenarnya juga ingin, andai saja Kendra dan Andre belum menikah.

Vania menghela napas. Sebenarnya ia tak ingin terlibat. Melihat Rico mau melakukan apa saja untuk Kendra, termasuk membantu Andre untuk menyatakan cinta, membuat hatinya tersayat.

Alangkah beruntungnya menjadi Kendra. Ia dicintai oleh dua orang pria tanpa harus bersusah payah. Sedangkan dirinya? Vania semakin merasa kalah dan tak berharga.

*****

Hari Sabtu pun tiba. Sesuai dengan rencana semula, Rico dan Vania mengajak Kendra ke sebuah pusat perbelanjaan. Demi memuluskan rencana Andre untuk menyatakan cinta, Rico meminta bantuan Vania untuk mengajak Kendra jalan-jalan, karena Kendra pasti akan menolak jika Andre sendiri yang mengajak.

Rencana yang telah disusun oleh tim "Katakan Cinta" yang beranggotakan Rico dan Vania adalah mengajak target, yaitu Kendra, jalan-jalan hingga Andre datang. Selanjutnya Andre dan Kendra akan menonton sebuah film Hollywood bertema drama romantis di bioskop premium, yang tiketnya sudah dibelikan oleh Rico dan Vania.

Acara terakhir dan yang paling penting adalah makan malam romantis di sebuah restoran, dengan romantic dinner set menu, lengkap dengan lilin dan bunga mawar. Di situlah rencananya Andre akan menyatakan rasa cintanya kepada Kendra.

Sebenarnya Rico geli mengurus hal seperti ini. Tetapi karena tujuan Andre baik maka ia mendukung. Apalagi Vania juga turut membantu. Mereka berdua tentunya ikut senang jika hubungan Andre dan Kendra menjadi lebih baik daripada sebelumnya dan resmi penuh kepastian seperti yang Andre inginkan.

"Udah jam segini. Filmnya main sejam lagi lho. Andre udah jalan belum?" tanya Vania kepada Rico.

Rico mengangkat bahu.

"BBM dan WA belum dibalas. Aku telepon aja kali, ya."

*****

Senandung Cinta VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang