"Mati gue," desis Vania. "Ken, gimana ini? Rico lihat ke arah kita. Sekarang kita kudu gimana?"
"Hah? Gimana? Aduh. Gimana, ya, Van?" Kendra sontak ikut panik.
"Lhaa... Kenapa lo malah balik nanya? Ini 'kan ide lo," decak Vania.
Kendra nih bikin keki. Punya ide tapi eksekusinya ancur gini.
Rico masih menatap ke arah mereka. Raut wajah dan pandangan matanya tampak bertanya-tanya.
"Ya udah, lo jalanin mobilnya, Van. Gue mau nunduk pura-pura lagi sibuk sama handphone. Lo nggak usah lihat ke arahnya. Pura-pura aja kita nggak lihat dia."
Kendra serta merta menundukkan wajah.
"Gitu? Emang dia nggak akan curiga?" tanya Vania ragu sambil ikut menundukkan wajahnya.
Rico masih menatap ke arah mereka.Raut wajah dan pandangan matanya semakin tampak bertanya-tanya.
"Iya, udah cepetan jalan. Masalahnya ini nggak enak banget, tahu-tahu dia udah ada di depan kita. Gue belum ngarang alasan buat ngeles."
"Ya lo karang aja sekarang."
"Nggak bisa," tolak Kendra.
"Kenapa nggak bisa?" tanya Vania sambil melirik ke arah depan, tepatnya ke arah sang gebetan.
"Otak gue mendadak ngeblank."
"Lha? Terus gimana? Itu Riconya lihatin kita."
"Ya udah, cepetan lo jalan."
"Ken, Ken, Kendra..." panggil Vania dengan suara panik.
"Apa?"
"Itu kayaknya Rico mau nyamperin kita deh. Gimana nih?"
"Hah? Masa sih? Ya udah, Van, cepetan lo jalan."
"Ya udah, gue jalan, ya." Vania mulai menjalankan mobilnya perlahan dengan raut wajah tegang. Sangat perlahan. Sangat tegang.
Sementara itu Kendra menundukkan wajah, pura-pura sibuk dengan handphone di tangannya. Vania menatap lurus ke arah jalan, pura-pura tidak melihat adanya sang gebetan. Padahal hatinya sebenarnya sudah blingsatan.
"Dia ngelihatin kita nggak?" tanya Kendra setengah berbisik.
"Iya. Dia ngelihatin lo," sahut Vania.
"Lo jangan kelihatan banget nolehnya, 'kan pura-puranya kita nggak lihat dia."
"Iya, nggak. Ini gue cuma ngelirik kok."
"Ya udah, cepatan jalan terus. Cepaattt!!!"
Vania menurut. Ia mendadak memacu mobilnya hingga beberapa orang menoleh ke arah mereka.
Setelah melewati pagar kantor Andre dan Rico, tawa Kendra dan Vania meledak.
"Hahahaha..." Kendra terbahak.
"Hahahaha..." Vania tergelak. "Gila lo, Ken. Ngerjain gue ini namanya. Kenapa sih lo nggak nyapa aja? 'Kan kita nggak kayak pengintai gini jadinya. Mana tadi dia ngelihatin. Dia pasti udah tahu deh kita sengaja nungguin dia."
"Nggak ah, ntar ketahuan. Tadi 'kan di tanda terima gue tulis jam 16.30. Sekarang jam 17.10. Ngapain coba kita empat puluh menit di parkiran? Ntar malah susah gue nyari alasan."
"Hahaha... Iya juga sih. Duh, kita cari restoran atau apa gitu. Gue pengin pipis, udah nggak tahan banget," ujar Vania yang baru teringat bahwa sudah setengah jam lebih ia menahan kebutuhannya untuk pergi ke toilet.
"Ya udah ntar kita... Eh," Kendra menghentikan ucapannya.
"Kenapa?" tanya Vania.
"Rico. Dia BBM," ujar Kendra dengan suara tertahan sembari menunjukkan layar handphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
ChickLitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...