Vania membuka mata dengan hati berbunga-bunga. Kencannya semalam dengan Rico benar-benar melambungkan hatinya hingga ke angkasa. Meskipun pertemuan itu tidak bisa disebut kencan dalam arti yang sebenarnya, tapi Vania tetap merasa bahagia.
Pertemuan mereka yang hanya berlangsung beberapa jam itu semakin membuat Vania jatuh suka. Tidak hanya jatuh suka, namun sudah jatuh cinta. Ia telah menjatuhkan hatinya, cintanya, harapannya, impiannya, sedalam-dalamnya, pada sosok laki-laki yang menawan. Laki-laki bernama Rico Adam. Andai saja ia bernama lengkap Vania Hawa, mungkin saat ini ia sudah bisa memastikan bahwa kelak Rico adalah jodohnya.
Kencan mereka semalam juga membuat Vania yakin 100% bahwa Rico dan Andre bukanlah pasangan homo seperti yang selama ini dirinya dan Kendra pikirkan. Memang Andre punya banyak penggemar tapi bisa saja 'kan kalau para perempuan di sekitar Andre adalah kamuflase untuk menutupi hubungan sejenis mereka.
Tapi setelah Andre dan Kendra menikah, perlahan-perlahan kecurigaan Vania hilang. Lalu semalam Vania melihat Rico melirik malas ke arah pasangan homo yang lewat di hadapan mereka. Vania kini semakin yakin dan percaya, Rico adalah benar-benar seorang lelaki tulen, bukan lelaki jadi-jadian atau lelaki yang suka terong-terongan.
Vania tertawa sendiri di atas ranjang. Sepertinya hari ini ia tak ingin beranjak dari peraduan. Ia ingin tetap berada dalam kamar dan berkhayal seharian. Perlakuan lembut Rico semalam benar-benar membuatnya melayang-layang. Andai diibaratkan gagal move on, maka saat ini ia sudah gagal move on maksimal.
Berbeda dari lelaki kebanyakan, Rico rupanya sangat menjaga sikap dan sedapat mungkin menghindari kontak fisik dengan makhluk bernama wanita. Selain berjabat tangan, Rico tidak lagi menyentuhnya, atau setidaknya berusaha untuk menyentuhnya, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh seorang pria.
Saat mereka harus menyeberang jalan saja, Rico hanya berdiri di sampingnya tanpa sedikit pun menyentuh tangannya. Padahal kondisi mereka berdua memungkinkan untuk itu semua.
Begitu juga ketika mereka menikmati kopi dan roti di KFC Coffee setelah menonton pameran. Tanpa sengaja, ada remah roti yang menempel di pipi Vania. Jika pria-pria sebelumnya akan mengambil kesempatan dengan mengambil remah yang menempel supaya bisa menyentuh pipi Vania, maka Rico tidak.
Rico hanya berkata, "Ada remah tuh di pipi kamu."
Saat Vania sengaja bertanya, "Di sebelah mana?"
Rico menjawab, "Kamu ke wastafel aja dan bercermin di sana supaya kelihatan remahnya di mana. Atau kamu bawa bedak? Biasanya 'kan ada cerminnya."
Padahal Vania sengaja. Ia ingin Rico menyentuh pipinya. Namun ternyata ia salah. Rico tidak sembarangan menyentuh perempuan. Rico rupanya sangat menjaga kesopanan.
Saat itu, Vania merasa kecewa sekaligus bahagia.
Ia kecewa karena reaksi Rico tak seperti yang ia duga. Tapi ia juga bahagia. Kini ia tahu betapa Rico sangat menghormati seorang wanita.
Vania berguling-guling di atas ranjang sambil tersenyum senang. Memang, saat kita sedang jatuh cinta, setiap hal kecil terasa sangat bermakna, setiap hal yang dilakukan oleh orang yang telah mencuri hati kita terasa begitu berbeda.
Vania memejamkan mata. Ia merasakan bahagia memenuhi ruang jiwa. Wajah Rico dan senyum hangatnya kembali terbayang. Suara lembut Rico kembali terngiang.
Hingga suara ketukan di pintu kamar membuat lamunan Vania buyar.
Vania bangkit dari ranjang dengan ogah-ogahan. Dilihatnya mamanya berdiri di pintu kamar.
"Ya, Ma?"
"Ayo bangun, ini udah jam berapa."
"Ini 'kan hari Sabtu, Ma," Vania berkilah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Cinta Vania
ChickLitVersi ebook tersedia di Playstore. Cerita kedua dari "Serial Keajaiban Cinta". Prekuel "Marrying Mr. Perfect". Hanya tersisa part 1 - 52 (Part 13 dst private) Senandung Cinta Vania Sepenggal kisah tentang kehidupan, cinta, persahabatan, harapan, dan...