Louis' POV
Aku menatap arlojiku sambil bersandar di tembok. Sudah lima menit aku menunggu mereka, dan mereka belum keluar juga.
Aku berusaha mengabaikan tatapan menjijikkan dari wanita-wanita yang berdiri tak jauh dariku dengan memainkan ponselku.
Aku sekarang mengurus perusahaan ayahku. Soal One Direction, kami memutuskan untuk tidak terlalu banyak manggung. Kami semua sekarang bekerja mengurus perusahaan orang tua kami yang diwariskan kepada kami. Dan, jika kami semua sepakat kami menerima job di acara televisi tertentu. Dan, syukurlah One Direction masih terkenal hingga saat ini.
"Hei, Dad!!"
Aku menyimpan ponselku dan segera tersenyum ke arah dua orang anak yang memanggilku tadi.
Yes, mereka adalah anak-anakku.
Lucas William Tomlinson berusia 10 tahun dan Hazel Jane Tomlinson berusia 9 tahun.
Wajah Lucas mirip denganku, rambutnya, hidungnya, namun matanya mirip dengan mata Eleanor.
Wajah Hazel mirip dengan Eleanor, rambutnya, hidungnya, namun matanya mirip dengan mataku.
"Hei, guys. Bagaimana hari ini?" tanyaku.
"Baik." jawab Lucas tersenyum.
"Buruk." jawab Hazel cemberut.
"Hazel? Apa kau ada masalah?" tanyaku.
Hazel menggeleng. "Ayo Dad. Kita pulang."
Hazel berjalan mendahului ku. Aku menoleh dan menatap Lucas sedang terkekeh.
"Aku tahu. Kau pasti mengganggunya." kataku.
"Ya, seperti biasa. Tapi kali ini, aku berhasil membuatnya salah tingkah. Hahaha!" kata Lucas.
Aku menggeleng. "Kau ini. Sebaiknya, kau minta maaf kepada Hazel ketika sampai di rumah. Mom akan marah padamu kalau kau yang menyebabkan Hazel kesal."
~~~~~~~~
Eleanor's POV
Makan siang sudah tersaji. Aku menyiapkan empat piring. Untukku, Hazel, Lucas, dan.... untuk seorang pria yang pikun.
Pria itu adalah.... suamiku sendiri. Louis Tomlinson. Kalian heran, kenapa aku memanggilnya 'pikun'. Itu karena kesalahannya sendiri.
Ia lupa dengan hari pernikahanku dengan Louis yang ke 11 tahun. Dia terlalu sibuk dengan urusan kantornya. Dan, besoknya dia baru mengucapkan selamat. Dan, aku tak mau memaafkannya dan tak mau berbicara kepadanya. Sudah dua minggu aku tak mau berbicara dengannya.
Aku menoleh dan mendapati mereka bertiga sudah datang. Aku tersenyum ke arah Lucas dan Hazel.
"Hazel? Kau kenapa?" tanyaku cemas.
"Tanyakan saja sama Lucas. Gara-gara dia aku harus terlibat dengan drama sialan ini." gerutu Hazel lalu duduk di sampingku.
"Lucas? Bisa kau jelaskan apa yang terjadi?" tanyaku.
Lucas terkekeh. "Tadi, beberapa nama dipanggil termasuk aku dan Hazel. Kami semua masuk ke ruang seni. Dan, Miss Holley berkata bahwa dalam rangka hari valentine, ia akan membuat drama tentang Cinderella.
Dan, Miss Holley bertanya siapa yang mau jadi pangeran. Aku, Jeremy anaknya uncle Niall, Darrell anaknya uncle Liam, dan Peter anaknya uncle Zayn berkata bahwa Arthur yang cocok. Dan, Arthur mau."
"Wait. Arthur Styles? Anaknya Harry?" tanya Louis.
"Ya, Arthur anaknya uncle Harry. Dan, Miss Holley bertanya, siapa yang jadi Cinderella. Semua anak perempuan tidak mau. Lily anak uncle Liam menolaknya. Violet anak uncle Niall, Ashley anak uncle Harry, Amanda anak uncle Zayn juga menolaknya. Jadi, aku menunjuk Hazel jadi Cinderella. Semua setuju. Hazel menolaknya, karena ia tak mau jadi Cinderella. Tapi, Miss Holley membujuknya. So, Hazel menjawab iya. Dan, ketika kami bubar aku mendengar Arthur meyakinkan Hazel kalau ia harus percaya diri karena memang ia cocok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Now [COMPLETED]
Fanfiction'Walau kini ia sudah jadi artis, namun sifanya tidak berubah. Ia tetap orang yang ku kenal dulu.' -Eleanor Jane Calder- 'Aku akhirnya bertemu lagi dengannya, dia yang mempunyai senyuman manis itu. Jika dia tersenyum, aku bahagia.' -Louis William Tom...