"Jadi benar, dia memang akan menikah."
Joanne tidak bergeming, hanya mengangguk sambil menghela nafas panjang.
"Kau terlihat seperti tengah memikirkan sesuatu, J," Ara mengamati ekspresi wajah Joanne. "Ada apa?"
Ara bertanya melihat raut wajah Joanne yang terlihat seperti tengah memikirkan sesuatu di dalam kepalanya. Sesuatu yang mungkin akan rumit untik dijelaskan.
Joanne tersentak pelan, mengangkat kepalanya kepada Ara yang menatap kepadanya dengan tatapan penasaran. Kemudian Joanne menggeleng.
"Tidak ada. Hanya saja aku merasa aneh."
"Aneh?" Ara mengulang kemudian meminum frappuccino yang dia pesan. "Tentang apa?"
"Tidak, mungkin aneh terdengar tidak tepat. Aku merasa penasaran."
"Tentang apa?"
"Aku penasaran dengan siapa perempuan yang akan dinikahi oleh Harvey."
Terdengar cekikikan dari Ara sebelum perempuan itu berdeham untuk berkata-kata.
"Well, lumayan untuk seorang J karena merasa penasaran dengan urusan client-nya sendiri. Ini tidak seperti dirimu yang biasanya." Kata Ara.
Joanne hanya mengangkat bahunya pelan kemudian berkata, "Jadi, menurut kamu bagaimana?" Tanya Joanne tanpa mengindahkan perkataan Ara sebelumnya.
Ara menegakkan bahunya kemudian berkata, "Kamu baru saja bertanya sama aku?"
Joanne mengangguk pelan sambil menyeruput minumannya dari sedotan.
"Kamu baru saja bertanya tentang calon istri Harvey? Sepupu dari atasan aku sendiri, J?"
Joanne tampak terkejut atas ucapan Ara.
"Sepupu dari atasan kamu?"
"Kamu pikir kenapa semalam aku bisa pergi ke pesta Senorita Diyosa?"
Joanne menyipitkan matanya dan berkata, "Kamu serius, Ra?"
Ara mengangguk.
"Sepupu dari atasan kamu?" Joanne bertanya lagi.
Ara kembali mengangguk dan bergumam umtuk membenarkan. "Hmm."
"Siapa nama atasan kamu, Ra?" Tanya Joanne.
"Atasan aku, Frances. Frances Sion Lukito," Ara menyebut nama atasannya kemudian kembalu meminum frappuccino-nya. "Kamu pasti tahu dia, J."
Joanne mengangkat kedua alisnya, tampak mencoba mengingat sesuatu tentang nama itu.
Joanne mengangkat bahu pada akhirnya dan berkata, "Aku rasa aku pernah mendengarnya di suatu tempat."
Ara mengangkat sebelah alisnya. "Mungkin? Well, walau pun sebenarnya aku juga baru tahu tentang hal itu."
"Dari teman sekantor kamu lagi?" Tebak Joanne.
Ara mengendikan bahunya kemudian mengembalikan topik pembicaraan mereka.
"Kenapa kamu harus menahan penasaran seperti ini sementara kamu bisa menanyainya secara langsung tentang calon istri dia."
Joanne meringis kemudian berkata, "Tidak sesederhana itu, Ra. Sebenarnya aku dan Harvey...."
Ucapan Joanne berhenti saat kedua mata Ara melebar, membuat Joanne kebingungan dengan ekspresi terkejut yang tidak biasa itu. Membuat Joanne mengerutkan hidupnya.
Sebelum Joanne bertanya, Ara sudah menjawab kebingungan Joanne dengan suara berbisik.
"Arah jam dua dari tempat kamu."
Joanne tidak langsung menoleh, tatapannya berubah waspada kepada Ara yang duduk di hadapannya.
"Ada siapa di sana, Ra?" Tanya Joanne.
"Siapa yang baru kita bahas tadi?" Balas Ara dengan nada ringan namun berbisik.
"Harvey?" Kali ini lebih lirih dari sebelumnya.
Kali ini Ara sedikit menundukkan kepalanya dan memajukan tubuhnya kepada Joanne kemudian berbisik lagi.
"Kurasa dia mendekat ke arah kamu, J."
"Ke arah kita, maksud kamu?" Joanne membalas berbisik terdengar seperti panik.
Ara menipiskan bibirnya dan bergumam tidak jelas. Joanne menyipitkan sebelah matanya, hendak bertanya kembali kepada temannya itu apa yang terjadi di belakang sana namun terlambat.
Jantung Joanne nyaris melompat keluar saat terasa sebuah tangan menyentuh bahunya dengan gerakan yang perlahan dan tenang. Sedikit terlonjak dan kemudian Joanne menoleh, mendapati sosok itu, tengah berdiri di belakangnya.
"Hai, J?"[]
■ 220117 ■