"Kamu kembali begitu cepat."
Henri berkata kepada Harvey yang baru saja muncul dari gerbang kedatangan dengan menarik koper kecil di belakangnya.
Henri datang menjemput kakaknya di bandara seperti apa yang diminta oleh Harvey dan kakak laki-lakinya itu tampak tersenyum tipis namun tidak mengatakan apa pun selain memberi isyarat agar mereka segera melangkah meninggalkan bagian depan gerbang tersebut.
Henri tahu bahwa ada yang tidak beres, Harvey menelefon Henri dan memberitahu adiknya itu untuk membantunya mencari tiket penerbangan dari Bali ke Jakarta tepat pada malamnya dan sial untuk Harvey karena ini bertepatan dengan masa liburan sehingga mendapatkan tiket dengan cepat pada saat beberapa jam sebelumnya adalah permintaan tersulit yang bisa diwujudkan Henri.
Dan setelah mencari selama beberapa lama hasilnya, keberuntungan tidak selamanya berpihak dengan Harvey karena pria itu hanya bisa mendapatkan penerbangan tercepatnya pada pukul delapan pada keesokan paginya dan pada saat Henri memberitahu hal itu kepada Harvey, pria itu terdengar mengiyakan dengan berat hati. Henri tahu bahwa Harvey tidak mempunyai pilihan saat pria itu mengiyakannya.
"Pulang ke rumah?" tanya Henri saat ia masuk ke dalam mobil dengan Harvey yang juga melakukan hal yang sama seperti dirinya.
Harvey menoleh kepada Henri dan matanya tampak siaga seakan ada sesuatu yang berkilat di dalamnya. Dengan cepat Harvey menggeleng dan reaksi itu tidak setenang yang kelihatannya saat Harvey mulai bersuara.
"Henri, ke rumah Joanne."
Henri menatap Harvey dengan tatapan bingung namun pria itu memilih untuk tidak mengatakan apa pun selain menyalakan mesin mobilnya dan memacu gas ke tempat yang diinginkan oleh kakak laki-lakinya.
Sepanjang perjalanan Henri mendengar umpatan yang keluar dari mulut kakaknya setiap kali mobil mereka melambat sedikit dan bagian terburuknya adalah saat macet menahan mereka, bahkan Henri mendengar bahwa Harvey hendak turun dari mobil dan menggunakan jasa ojek untuk mengantarnya ke rumah Joanne.
Untung Henri berhasil menahan Harvey dengan bujukan dan pada saat mobil mereka kembali bergerak di jalan raya, Henri mencoba untuk membuat Harvey sedikit merasa lebih rileks dengan pembicaraan singkat namun tampaknya itu tidak berpengaruh untuk kakak laki-lakinya itu hingga Henri menarik nafas panjang.
"Harvey, tenanglah. Joanne tidak akan pergi kemana pun," kata Henri.
Harvey tidak mengatakan apa pun selain memijat pelipisnya yang sudah ia lakukan sejak beberapa saat lalu. Henri melajukan mobilnya dan mengumpat kembali saat tertahan lampu merah. Ini buruk karena Henri tertular dengan kekesalan yang menggumpal pada Harvey.
Saat Henri melirik kepada Harvey, ia melihat pria itu menatap pada ponselnya dengan tatapan tidak terbaca dan Henri tidak perlu bertanya, ia tahu bahwa sesuatu yang tidak beres telah terjadi antara mereka.
"Kenapa lagi? Apa yang terjadi kepada kalian?" tanya Henri.
Harvey tidak bergeming, hanya menoleh sedikit sebelum kembali kepada ponselnya. Butuh beberapa detik bagi Harvey untuk menyerah dan mematikan ponselnya.
Harvey menjawab pertanyaan Henri. Pria itu berkata, "Aku bertemu Regina di Bali."
Itu bukan jawaban yang Henri inginkan namun cukup untuk membuat Henri menarik sedikit kesimpulan tentang apa yang tengah terjadi dan kenapa Harvey tampak begitu kacau.
Henri sendiri tampak ragu untuk menyuarakan apa yang ada di dalam pikirannya, Harvey sendiri tidak menatap kepadanya. Kakaknya itu tampak sibuk dengan isi kepalanya, membuat Henri menarik nafas pelan melihat keheningan itu.
Dengan enggan Henri akhirnya mengatakan apa yang sedari tadi mengganggu di dalam kepalanya. "Dan Joanne mengetahuinya?"
Harvey tidak memberi reaksi yang diharapkan oleh Henri. Pria itu hanya berkata, "Aku harus bertemu dengan Joanne."
Henri tidak membantah, namun pria itu juga tidak bisa menahan rasa penasarannya. Masih dengan fokusnya kepada jalan raya, Henri bertanya kepada Harvey. Kali ini dengan nada suara yang jauh lebih menuntut dari pada sebelumnya.
"Kenapa kamu bertemu dengan perempuan itu di Bali, H?"
Tatapan Harvey tampak hendak mengatakan sesuatu namun yang keluar tidak membuat Henri puas. Harvey berkata, "Kami bertemu, tidak sengaja."
Kemudian Henri menyipitkan matanya kepada Harvey. "Tidak sengaja? Bukankah... kamu pergi ke Bali bersama Arvin?"
Harvey tampak menatap ke depan selama beberapa saat sebelum kembali kepada "Ceritanya panjang, Henri. Yang terpenting adalah aku harus menemui Joanne."
"Aku harap, aku tidak mendengar kabar buruk apa pun, Harvey."
Dan setelah kalimat yang diucapkan oleh Henri, detik berikutnya mobil yang mereka naiki berhenti dan itu artinya bahwa mereka sudah sampai di tempat yang seharusnya. Di depan sebuah rumah besar dengan pagar besar yang tertutup rapat.
Harvey tampak semakin tegang saat Henri melihatnya. Pria itu bahkan tampak menarik nafasnya dalam seakan hendak melakukan ujian yang sulit. Henri membuka kunci pintu mobil sehingga Harvey bisa keluar dari dalam sana.
Namun sebelum Henri membiarkan Harvey bergerak. Pria itu berkata, "Kamu berhutang banyak penjelasan kepadaku, Harvey."
Harvey membalas dengan tatapan mengiyakan lalu berkata, "Aku tahu, Henri."
Kemudian Henri melihat kakaknya itu turun dari mobil dan mengambil langkah lebih ke hadapan pintu pagar yang tinggi di hadapan sana. Sepeninggalan Harvey, Henri menarik nafas dalam sambil memperhatikan kakaknya itu yang tengah mencoba melakukan sesuatu.
***
Harvey menekan perasaan aneh yang menjalari dirinya. Ini seperti dejavu dimana Harvey merasa pernah mengalami saat seperti ini, tepat delapan tahun yang lalu.
Pada saat itu ia mendapati kabar tentang Joanne dan tanpa berpikir panjang Harvey mendatangi rumah Joanne dan kini ia berdiri di depan pagar, di tempat yang sama seperti delapan tahun yang lalu.
Pada saat Harvey mengantar Joanne kembali ke rumahnya, ada hal yang perlu Harvey lakukan. Hal yang harus Harvey lakukan sebelum ia bisa benar-benar berhadapan dengan apa yang selama ini mengganggunya.
Tatapan benci dari Elisa semalam cukup membuat Harvey mengerti tentang sikap aneh Joanne pada saat ia menelefon perempuan itu malam sebelumnya. Joanne mematikan panggilannya secara sepihak dan itu tidak pernah terjadi.
Joanne perlu mengetahui kebenarannya.
Kini, Harvey kembali.
Ia ingin meyakinkan Joanne. Meyakinkan bahwa Joanne tidak seharusnya meragukan dirinya, meragukan apa yang Harvey lakukan.
Harvey baru hendak mencoba untuk mengetuk pada pagar dengan celah rapat yang dibuat dengan dengan menggunakan kayu keras berwarna hitam tersebut.
Namun gerakan tangannya yang hendak mengetuk berhenti di udara tepat satu inci dari permukaan pagar kayu tersebut.
Ponsel Harvey berdering dan Harvey langsung merogoh sakunya, jantungnya bekerja dengan keras dan cepat tanpa bisa ia cegah. Berharap apa yang ia inginkan ada di sana.
Pada daat Harvey membalik ponselnya dan menatap pada layar ponselnya, keningnya mengerut. Itu adalah sebuah nomor yang tidak dikenalinya namun Harvey tetap mengangkat panggilannya, pria itu menempelkan benda kecil itu ke telinganya.
Masih dengan perasaan penuh harap, Harvey menunggu. Hening beberapa detik sebelum terdengar suara dari seberang sana.
"Harvey?"
■ 280317 ■