Di rumah kediaman keluarga Tanaka, sebuah taman besar di bagian depan halaman rumah tersebut dengan sebuah kolam berbentuk bulat dan air terjun di tengah-tengahnya. Suara air yang jatuh ke dalam kolam menimbulkan suara gemercik berisik.
Suasana hangat dan bahagia menyelimuti kediaman luas tersebut yang bergaya minimalis modern.
"Hi, Sayang."
Elizabeth memanggil putrinya yang tampak tengah mengeluarkan isi kopernya, Elizabeth memasuki kamar tersebut dan tersenyum hangat kepada Joanne saat perempuan itu menoleh.
"Hi, Ma."
Joanne langsung berdiri dari hadapan kopernya dan menghampiri Elizabeth, memeluk perempuan paruh baya itu lalu mencium pipi ibunya itu.
Elizabeth membalas pelukan dari putrinya itu. Senang karena mereka bisa bertemu dan karena Joanne akhirnya datang ke kediaman mereka di Singapura bersama dengan Ezra yang saat ini tengah erada di lantai bawah bersama dengan ayahnya, Russel Alsyo Tanaka, sementara Elizabeth menemui putrinya.
Joanne melepaskan pelukannya dari ibunya. Elizabeth Tanaka adalah ibunya, perempuan paruh baya dengan raut wajah lembut yang cantik.
Meski usianya yang sudah mencapai kepala empat, Elizabeth masih tampak cantik dengan keanggunan yang tidak pernah berubah.
Mata bulat gelap Elizabeth mengamati putri satu-satunya lalu tampak kerutan halus di keningnya bersamaan dengan jemarinya yang lentik menyentuh pada bagian bawah salah satu kelopak mata Joanne.
"Whats wrong with you eyes?" tanya Elizabeth.
Joanne tahu apa yang tengah ditanyakan oleh ibunya, matanya bengkak. Bahkan sejak tadi pagi, Joanne telah berusaha untuk mengompres matanya dengan sebisanya untuk meredakan bengkaknya namun nihil karena sampai sekarang pun, perbedaan pada kedua mata Joanne masih sangat ketara.
Elizabeth mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada putrinya meski hanya sedikit, karena ia adalah seorang ibu dan tentunya Elizabeth juga tahu bahwa ada yang tidak beres dengan Joanne yang berdiri di hadapannya.
Joanne tidak seperti biasanya, perempuan itu selalu ceria tidak suram seperti apa yang tampak saat ini.
"Apa ada sesuatu yang terjadi lagi antara kamu dan Ezra, Sayang?" tanya Elizabeth dengan nada suara yang sangat lembut.
Bersamaan dengan sebelah tangannya yang mengusap lembut di bagian bawah kelopak mata Joanne yang bengkak.
Joanne tidak menjawab, hanya menatap pada ibunya. Menyadari bahwa ia merindukan kelembutan seperti ini dan Joanne juga tahu bahwa ibunya mengetahui tentang hubungan Joanne yang tidak bergitu baik dengan Ezra.
Bahkan sejak sesampainya mereka di rumah pun Joanne belum sempat berbicara kepada kakak laki-lakinya itu.
Namun bengkak di bawah matanya ini, bukan karena Ezra. Maka Joanne menggeleng dan mengulas senyum tipis di wajahnya, tidak ingin membuat ibunya cemas.
"Aku kurang tidur, Ma," bohong Joanne, ia tidak ingin membuat Elizabeth khawatir dengan keadaannya saat ini. "Aku akan mencoba untuk mengompresnya agar bengkaknya sedikit mereda setelah aku mandi nanti."
Elizabeth menarik senyum di bibirnya dan menampakan kerutan tipis di sudut matanya lalu perempuan paruh baya itu berkata, "Apa kamu sedang mencoba membohongi Mama, Joanne?"
Joanne menelan ludahnya tanpa sadar saat melihat tatapan Elizabeth yang menajam kepadanya.
"Tidak." Joanne kembali berbohong lagi.
Lalu Joanne melihat Elizabeth tersenyum kepadanya dan itu lebih terlihat seperti sebuah senyuman geli.
"Sayang sekali, tapi Mama terlalu mengenal kamu, Joanne," kata Elizabeth kepada putrinya itu. "Mengingat sudah lama kita tidak bertemu bukan berarti kamu bisa membohongi Mama."
Mereka memang sudag cukup lama tidak bertemu. Setelah kepindahan keluarganya ke Singapura, ini baru ketiga kalinya Joanne datang ke Singapura dan tinggal di kediaman baru kedua orang tuanya.
Selama ini Elizabeth bersama dengan Russel Alsyo Tanaka yang merupakan suaminya itu, cukup sering kembali ke Indonesia untuk mengunjungi Joanne dan Darent. Namun untuk tahun ini, mereka belum sempat berkunjung.
"..."
"Jadi, apa telah yang terjadi di sini?" tanya Elizabeth.
Pada malam ini, Elizabeth Tanaka memasak untuk makan besar bersama keluarganya malam ini. Dimana putra sulungnya baru kembali ke Singapura hari ini bersama dengan putri bungsunya, Joanne.
"Ma, ceritanya panjang."
"Tenang saja. Mama punya banyak waktu untuk mendengarkan cerita kamu, Sayang."
"Tapi, Ma..."
"Mama tidur di kamar kamu malam ini."
Joanne tampak berpikir sebelum menyipitkan sebelah matanya dan bertanya dengan pelan.
"Bagaimana dengan Papa?"
"Papa kamu sudah besar, Joanne. Dia bisa tidur sendiri tanpa mama."
"Aku tidak yakin, Ma," kata Joanne begitu saja.
Kalimat singkat Joanne membuat perempuan itu melihat kegelian di dalam tatapan mata ibunya sebelum Joanne menjilati bibirnya pelan lalu juga berkata kepada Elizabeth.
"Aku juga sudah besar."
"Benar, kamu sudah besar. Namun tampaknya belum," kata Elizabeth sebelum sedikit memundurkan langkahnya dari hadapan Joanne.
"Dengar, Ma..."
Elizabeth memotong kalimat Joanne, perempuan paruh baya itu berkata dengan nada lembut namun tegas saat sampai ke telinga Joanne.
"Mama akan mendengarkan kamu, Joanne. Tidak sekarang tapi nanti malam."
Setelah menyelesaikan kalimatnya, Elizabeth langsung membalik tubuhnya dan berlalu dari kamar Joanne sambil bersenandung meninggalkan Joanne yang berdiri sambil menghela nafas berat dan mungkin sekarang kalian tahu dari mana sikap dominan Ezra berasal.
Joanne tampak memejamkan matanya, menarik nafas lelah dan menggerutu di dalam hati sambil menyentuh bagian bawah matanya.
Apa efek dari dirinya yang menangis semalaman benar-benar seburuk itu?
■ 300317 ■