Joanne baru sampai ke hadapan tokonya saat ia melihat sosok yang sangat ia kenali tengah melangkah masuk ke dalam tokonya.
Joanne nyaris menjerit kepada dirinya sendiri saat melihat sosok yang lainnya di dalam sana. Kedua matanya melebar, membuat perempuan itu bergerak cepat untuk mematikan mesin mobilnya dan keluar dari dalam sana secepat yang ia bisa lakukan pada saat itu.
Joanne nyaris tersandung oleh bebatuan saat ia mencoba untuk berlari masuk ke dalam tokonya. Joanne hampir mencapainya saat ia menarik nafas panjang dan mendorong pintu tokonya hingga terbuka. Mendapati dua orang pria yang kini saling berhadapan di depan sana.
"Darent. Harvey."
Joanne masih terengah-engah saat memanggil nama kedua pria itu. Jika didengar ulang, Joanne tahu bahwa ia baru saja melirih saat menyebut nama kedua pria itu.
Membuat Harvey dan Darent menoleh pada saat yang bersamaan ke belakang dan mendapati Joanne di belakang sana. Mungkin wajah Joanne tampak mengerikan karena ia baru saja merasakan mual dan kini ia baru selesai berlari seperti ada sesuatu yang buruk mengejarnya.
Sesuatu yang buruk itu adalah Darent dan Harvey di hadapannya saat ini. Darent dengan raut datarnya dan Harvey dengan raut tenangnya.
Keduanya berhadapan satu sama lain dan itu adalah pemandangan terburuk yang pernah Joanne saksikan lagi di dalam hidupnya. Ini jauh lebih buruk dari pada hangover yang ia alami barusan.
Joanne mencoba untuk menetralkan pernafasannya, jantungnya menolak untuk tenang. Joanne menundukkan kepalanya dalam-dalam saat ia melakukan pernafasan satu dua. Di dalam rongga dadanya terasa sakit karena mual dan juga nafasnya merengah-engah.
"Joanne."
Itu adalah suara Darent, kakaknya itu memanggil dengan nada penuh perhatian kepadanya dan seperti sekian detik setelahnya Joanne merasa sebuah tangan yang menyentuhnya, membuat Joanne merasakan nyeri di dadanya saat Darent melakukan hal itu.
Joanne memutuskan untuk mengangkat kepalanya dan menarik nafas panjang, tidak ingin membuat Darent curiga kepadanya.
"Ya." Joanne menanggapi panggilan Darent, mencoba terdengar baik-baik saja.
"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Darent kepada Joanne saat melihat raut wajah Joanne yang tidak tidak begitu baik.
Joanne sedikit memundurkan tubuhnya untuk menjauh dari jangkauan Darent, menggeleng dan berkata, "Aku baik-baik saja, Darent."
Kemudian Joanne melirik kepada Harvey yang berdiri tidak jauh darinya, masih di tempatnya tadi. Sudut bibir Joanne mencoba untuk menyinggungkan senyum di sana dan Joanne berharap itu berhasil.
"Hai, H."
Joanne menyapa Harvey, seakan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Seakan ia tidak mengatakan hal bodoh kepada pria itu semalam. Joanne tidak ingin terlihat canggung di depan siapa pun saat ini.
"Hai, J."
Harvey membalas sapaan Joanne. Harvey masih menatapnya, tatapan matanya tidak terbaca. Namun Joanne mulai berdoa kepada dirinya sendiri.
Jangan katakan, H. Kumohon, jangan katakan apa pun saat Darent masih berdiri di sini.
Joanne bahkan memohon dari tatapannya kepada Harvey yang berdiri di hadapannya. Darent masih di sana, berdiri di sisi kiri Joanne sementara Harvey berada di sisi kanan perempuan itu.
Meski pun posisi mereka cukup jauh, Harvey terlalu mengenal Joanne sehingga pria itu seakan mengerti tatapan Joanne yang penuh permohonan sebelum Harvey memindahkan tatapan matanya kepada Darent.
"Kupikir kamu tidak datang hari ini." Kata Harvey pada akhirnya.
Joanne menarik nafas dalam selama beberapa saat lalu menjawab, "Aku datang. Aku di sini."
Kemudian Joanne melirik kepada Darent yang memperhatikan Joanne dan Harvey, Joanne menelan ludahnya melihat kakak laki-lakinya yang datang ke tokonya. Baru saja ia berbicara dengan Darent dan sekarang pria itu sudah ada di tokonya.
"Darent." Joanne memanggil nama kakaknya.
"Kamu baik-baik saja, J?" Darent kembali bertanya kepada Joanne.
Joanne tertawa pelan, meski rasanya ia ingin menghilang saja saat ini. Namun ia tidak boleh membiarkan Darent tahu apa yang ia rasakan saat ini.
"Kamu sudah bertanya dua kali, Darent. Dan aku juga sudah menjawabnya bahwa aku baik-baik saja."
Yang paling pertama adalah Joanne ingin memenangkan Darent. Setidaknya ia tampak baik-baik saja di hadapan kakaknya itu. Membuat pria itu percaya kepadanya.
"Ada apa kamu datang kemari?" Tanya Joanne kembali kepada Darent.
Meski Joanne bisa merasakan tatapan dari Harvey kepadanya, perempuan itu mengabaikannya. Berbeda dengan Darent, Joanne tahu bahwa Harvey pasti tengah menertawakannya di dalam hati. Pria itu tahu bahwa Joanne tengah berbohong.
Darent sendiri tidak cukup peka untuk menyadari bahwa Joanne tengah menahan mual di perutnya yang bergejolak di dalam perutnya. Joanne mengepalkan sebelah tangannya di belakang punggungnya, guna menahan sakit di kepalanya saat Darent membuka suaranya.
"J, Ezra akan kembali."
Darent mengatakan hal itu seakan hanya ada dirinya dan Joanne di sana. Tidak ada Harvey, tidak ada siapa pun. Kali ini murni ia hanya berbicara untuk Joanne.
Joanne tahu, Darent mengatakannya dengan sangat jelas namun ia perlu diyakinkan lagi dengan apa yang baru dikatakan oleh kakak laki-lakinya itu.
"Apa?" Joanne kembali bertanya, terdengar nyaris seperti berbisik kepada dirinya sendiri.
Bukan hanya Joanne yang membeku di tempatnya, tanpa disadari Harvey juga ikut membeku dan menyadari bahwa raut wajah Joanne yang seketika berubah pucat mendengar ucapan Darent yang baru saja.
Joanne bisa melihat Darent yang melirik kepada Harvey secara singkat sebelum akhirnya kembali bersuara.
"Lusa nanti, Ezra akan kembali ke Indonesia, J."
■ 310117 ■