64 ■ soixante-quatre.

6K 727 16
                                    

"Harvey."

"Joanne."

Keduanya bersuara bersamaan, dimana Harvey dan Joanne saling bertatapan satu sama lain. Joanne dengan nafasnya yang terengah-engah karena ia berlari dari dalam rumahnya sampai ke bagian depan rumahnya dimana pria itu berada.

Harvey berdiri di taman depan rumahnya, jaraknya cukup jauh dari bagian depan pintu rumahnya sehingga Joanne perlu berlari cukup jauh untuk meyakin dirinya bahwa pria itu benar-benar ada di sana.

"Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Joanne cepat setelah langkahnya berhenti.

Mata gelapnya bertemu dengan tatapan Harvey yang membuat jantungnya bekerja lebih dari biasanya, Joanne bisa melihat Harvey yang sedikit tersenyum.

"Bukankah kamu yang menginginkan aku untuk tahu?" Harvey membalas bertanya kepada Joanne yang menatap padanya.

"Aku yakin bahwa kamu sudah memperhitungkan ini," kata Harvey saat pria itu kembali menatap pada Joanne dengan tatapan penuh arti. "Terima kasih untuk petunjuk kecilnya."

Joanne tidak sempat membalas berkata kepada Harvey karena pria itu sudah melangkah mendekatinya untuk memutuskan jarak yang tersisa di antara mereka.

Sebelah tangan pria itu menggapai wajah Joanne, menyentuhnya lembut dan menyapunya dengan perlahan hingga berhenti pada bagian bawah mata Joanne.

"Maaf," kata Harvey. "Aku sangat menyesal karena meninggalkanmu."

Joanne mengigit bibir bawahnya saat Harvey mengelus pelan pada bagian bawah matanya.

"Kenapa kamu tidak menjawab panggilanku, J?" tanya Harvey dengan suara pelan.

Joanne menengadahkan kepalanya, menatap pada Harvey yang baru saja bertanya padanya.

Joanne menjilati bibir bawahnya sebelum menjawab, "Ponselku hilang."

Jawaban Joanne membuat Harvey menaikan sedikit alisnya dan Harvey sedikit merendahkan kepalanya agar mendekat pada wajah Joanne hingga ia bisa merasakan deru nafas pelan perempuan itu.

"Kamu sedang mencoba untuk mengujiku, J?"

Ucapan Harvey membuat Joanne tersenyum sedikit sebelum berkata, "Ya."

Terdengar dengusan pelan dari Harvey sebelum pria itu kembali berkata, "Dimana kamu menghilangkannya?"

"Bandara."

Harvey menatap tidak percaya kepada Joanne sebelum akhirnya pria itu tertawa pelan dan menarik nafas panjang seakan lega.

"Aku panik saat kamu tidak ada di rumah dan aku panik saat kamu meninggalkan Indonesia."

Joanne hanya mendengarkan apa yang dikatakan oleh pria itu tanpa mengatakan apa pun.

"Aku berpikir kejadian delapan tahun lalu akan terulang lagi."

Joanne hanya menatap Harvey dengan takjub saat pria itu membalas menatapnya dan Joanne berpikir bahwa bukan hanya dirinya yang kacau.

"Kamu berhutang penjelasan kepada aku," kata Joanne pada akhirnya.

Tatapannya menjadi jauh lebih tegas dari sebelumnya dan Harvey tersenyum, menunjukan bahwa ia merasa lega. Menunjukan bahwa ia akhirnya bisa bernafas dengan lebih baik karena ia sudah menemukan Joanne.

Lalu pria itu kembali berkata, "Joanne, kamu harus tahu bahwa aku..."

Namun kalimat Harvey terputus saat terdengar sebuah suara langkah yang terdengar jelas.

Membuat Joanne dan Harvey menyadari bahwa ada orang lain di sana selain mereka berdua.

Sesosok tinggi dan tegap tengah berdiri dengan jarak hanya sekitar satu meter di antara mereka. Lengkap dengan tatapan tajam dan datarnya.

"Makan malam sudah siap," kata Ezra dengan suara datar dan pelan seakan memperingatkan tanpa mengucapkannya.

Ezra menatap pada Joanne, menaikan sebelah alisnya dengan ringan sebelum berkata, "Papa memanggilmu untuk masuk ke dalam, Joanne."

Lalu Ezra beralih kepada Harvey dan berkata, "Aku bisa menyambutnya."

Joanne tampak enggan mempercayai apa yang dikatakan oleh Ezra namun akhirnya perempuan itu mundur menjauh sedikit dari Harvey sehingga sebuah jarak kembali tercipta di antara mereka.

Joanne mengambil langkah dengan ragu-ragu.

"Berhenti."

Hingga Ezra menghentikannya saat ia  hendak melangkah melewati kakak laki-lakinya itu.

Joanne menoleh kepada kakak laki-lakinya dengan kaku dan mendapati Ezra yang tengah menatapnya dengan tatapan aneh.

Namun pada detik berikutnya, Joanne mengerti arti dari tatapan aneh kakaknya itu saat Ezra berkata, "Kenakan sendal ini lalu masuk ke dalam."

Joanne cukup terkejut karena Ezra membawakannya sendal untuk ia kenakan.

Ezra menjatuhkan sendalnya di atas tanah agar Joanne bisa mengenakannya dan setelah perempuan itu mengenakannya, Joanne mengangkat kepalanya kepada Ezra.

Mengigit bibirnya pelan sambil berkata, "Ezra. Please, jangan lakukan itu."

Ezra hanya membalas Joanne dengan tatapan biasa sebelum akhirnya Ezra kembali memberi Joanne isyarat untuk masuk ke dalam rumah. Meski pun ia merasa cemas namun Joanne tidak bisa melakukan hal lain selain menurut.

Sementara Joanne melangkah masuk ke dalam rumah, Ezra masih berdiri di sana. Pria itu belum mengambil langkah untuk meninggalkan posisi dimana ia berdiri atau mungkin Ezra memang tidak berniat untuk beranjak kemana pun.

Ezra menatap Harvey yang berdiri di hadapannya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya. Tatapannya tajam dan dingin. Mereka berdua cukup lama seakan saling menilai satu sama lain.

Sebelum akhirnya Harvey yang pertama kali bersuara untuk menyapa Ezra.

"Sudah lama sekali ya," kata Harvey dengan nada tenang.

Sedangkan Ezra masih dengan ciri khas-nya yang menyebalkan.

"Well, teman lama. Sebelum aku mengatakan sesuatu yang lebih kepadamu. Sebaiknya kamu menjawab beberapa pertanyaanku terlebih dahulu."

Ezra masih dengan nada datar dan raut wajah seriusnya. Harvey dengan posisi santainya, membalas menatap pada Ezra yang jelas menyimpan dendam kepadanya dan juga Harvey tahu dengan sangat jelas bahwa Ezra tidak menyukainya.

Cukup mengejutkan karena Ezra memanggilnya 'teman lama' di saat Harvey berpikir bahwa Ezra tidak akan ingin memanggilnya atau pun berbicara kepadanya.

Ezra terlihat memiringkan kepalanya sedikit kepada Harvey sebelum pria itu membuka suara.

"Beri aku alasan yang masuk akal, kenapa aku tidak harus meninjumu di sini sekarang."

■ 020417 ■

BLUESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang