Delia dan Sarah berjalan beriringan menuju lapangan sekolah untuk melangsungkan upacara bendera hari senin.
Sarah melihat Delia tampak lesu, ia tak bicara sejak tadi. "Lo kenapa?"
Delia hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Kemaren lo kemana?"
Kening Delia mengernyit mendengar pertanyaan Sarah kali ini.
"Kata El lo dateng sama dia ke pameran, tapi gue cari di tenda panitia lo gak ada," jelas Sarah.
"Ehm, gue ke toilet." Delia bohong.
Kemarin saat El ikut membantu temannya, Delia pergi ke rumah lamanya yang berada satu komplek dengan rumah Sarah dan juga lapangan tempat pameran diadakan.
Upacara bendera berlangsung dengan khidmat, kepala sekolah selaku pembina upacara tengah menyampaikan pidato.
Siang itu matahari sangat terik, meski terbilang masih pagi.
Beberapa siswa tampak mengelap keringat, tak terkecuali Delia.
Kembali tangannya mengelap cucuran keringat dari keningnya.
Sarah yang berdiri di belakang Delia, merasa iba melihat temannya yang terus menerus mengelap keringat.
Ditepuknya bahu Delia pelan. Delia memutar kepalanya menghadap Sarah, tangannya berada di kening tengah merapikan helaian rambut yang tercampur keringat.
"Lo masih kuat?" Tanya Sarah prihatin melihat kondisi Delia.
Delia tak bisa mendengar jelas ucapan Sarah, kepalanya pening, penglihatannya mulai mengabur, dan sedetik kemudian tubuhnya ambruk pada tubuh Sarah yang ada di belakangnya.
Segera Sarah meminta pertolongan pada PMR yang tengah bertugas, dan membawanya ke UKS.
Sarah menunggui Delia yang masih pingsan. Ia mulai khawatir karena ini pertama kalinya Delia pingsan setelah sekian lama.
El muncul dibalik tirai, menghampiri Sarah yang duduk di kursi dekat brangkar.
"Upacaranya udah selesai?" Sarah bertanya duluan, karena El sibuk memperhatikan Delia.
"Udah," El menghadap Sarah. "Lo ke kelas aja, biar Delia gue yang jagain."
"Tapi,"
"Gak apa-apa, Delia pacar gue jadi dia tanggung jawab gue."
"Oke, gue titip Delia." Sarah pamit meninggalkan El dan Delia yang masih terbaring tak sadarkan diri.
Setelah Sarah pergi, Bu Kinar petugas UKS datang. "Masih belum sadar?" Tanyanya.
"Belum Bu," jawab El. "Gak ada yang serius, kan?"
"Nggak, dia hanya kelelahan. Mungkin kurang tidur dan sepertinya belum sarapan. Karena fisiknya lemah, dia jadi pingsan. Kamu olesin ini aja ke hidungnya, biar cepet siuman." Bu Kinar menyerahkan sebotol kecil minyak angin pada El, lalu pamit.
El menuruti perintah Bu Kinar, mengolesi hidung Delia dengan minyak angin.
Sepertinya gadis itu memang tidak tidur semalaman, karena terlihat ada kantung mata di bagian bawah matanya yang ia berusaha tutupi dengan make up. Dan lagi tadi pagi dia menolak sarapan sekalipun El telah memaksanya.
El merasa ada yang aneh dengan gadis itu sejak kemarin. Bukannya senang, Delia terlihat tertekan saat ia ajak ke acara pameran teman-temannya.
Ia juga terlihat sedih saat El mengantarnya pulang setelah jalan-jalan terlebih dahulu tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Novela JuvenilArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...