Sore hari sekitar pukul lima sore, El dan Delia pamit pulang kepada Bi Teti dan Mang Fuad, dan juga beberapa tamu villa temannya kak Eve. Adegan peluk-pelukan yang penuh dramatispun terjadi antara Bi Teti dan El.
"Hati-hati El, sering-sering main kesini ajak juga si Neng Eve," kata Bi Teti mengusap punggung El.
"Iya Bi, El usahain." El mencium punggung tangan Bi Teti kemudian melakukan hal yang sama pada Mang Fuad.
"Neng Lia juga, jangan kapok main kesini yah!" Bi Teti beralih ke Delia.
"Iya Bi, makasih banget. Maaf udah ngerepotin," ucap Delia mengikuti jejak El mencium punggung tangan Bi Teti kemudian Mang Fuad.
Selama sehari bersama Bi Teti dan Mang Fuad, Delia menilai mereka berdua sangat menyayangi El. Jika Bi Teti menunjukkannya dengan terang-terangan melalui setiap kata-kata dan perlakuannya, maka Mang Fuad lebih dengan perlakuan karena dia lebih pendiam berbanding terbalik dengan Bi Teti yang bawel.
Merekapun naik motor, melambaikan tangan sebelum akhirnya motor El melesat mengelilingi rumah besar itu sampai ke halaman depan. Mobil yang semalam berderet mulai berkurang, hanya tersisa dua mobil.
Delia baru sadar ternyata halaman villa ini sangat besar, jika dikalkulasikan halaman depan, kanan, kiri, belakang, luasnya bisa mencapai empat kali lipat luas rumahnya yang Delia ketahui terdiri dari enam kamar. Ia sempat melihat-lihat ke dalam rumah tadi saat ia sarapan bersama para penyewa yang notabene teman Kak Eve.
Motor El melaju menuju gerbang villa yang sudah dibuka lebar oleh Mang Fuad. El dan Delia tersenyum dari balik helm mereka pada Mang Fuad, sampai keluar dari gerbang menuju jalan yang tak begitu ramai. Menyusuri jalan tersebut sampai melewati jembatan sungai.
Melihat sungai tempatnya bermain tadi, Delia tersenyum miris. Entah kapan ia bisa bermain di sungai itu lagi. Mungkin ini akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya.
Melewati jembatan, motor El melaju melalui jalan yang di setiap sisinya terdapat pohon-pohon mengelilingi villa-villa mewah. Jalanan semakin menanjak seperti berada di puncak jalan, Delia bisa melihat sungai yang panjang dan juga bangunan villa milik keluarga El sampai akhirnya terhalang bangunan-bangunan lain dan pepohonan. Delia juga melihat hamparan hijau kebun teh dan juga gunung.
"El kebun tehnya bagus banget, terlihat lebih jelas. Jadi pengen kesana!!!" Teriak Delia antusias, tangan dan matanya tak berhenti bergerak menunjuk dan mencari pemandangan yang begitu menarik perhatiannya.
Saat mereka melewati jalan dimana mobil Delia mogok, Delia langsung mengeratkan pelukannya di punggung El karena rasa trauma karena ketakutan setengah mati malam kemarin masih ada dalam diri Delia.
Motor merekapun memasuki jalan raya yang ramai, El membelokkan motornya ke arah kanan.
"Bukannya kita harus ke kiri El?" Tanya Delia heran.
"Aku mau ke suatu tempat dulu."
Delia membulatkan mulutnya tanpa banyak bertanya, kembali asyik dengan aktifitasnya menikmati jalanan yang berubah ramai tapi masih tetap sejuk, dan semakin sejuk saat bangunan toko ataupun restoran yang ia lihat sepanjang jalan raya berubah menjadi perkebunan teh yang luas. Jalan berkelok mengelilingi hijaunya kebun teh. Andai saja ia tidak berada di atas motor mungkin ia sudah melonjak kegirangan.
El menepikan motornya di pinggir kebun teh, ia memberi isyarat agar Delia turun.
"Kamu suka?" Tanya El pada Delia yang sibuk menikmati hijaunya kebun teh di depan matanya.
"Jadi, tempat yang tadi kamu maksud ini?" Tanya Delia.
El mengangguk, "Iya. Suka?"
Delia memandang El dengan senyum bahagianya lalu memeluk El tanpa aba-aba.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Dla nastolatkówArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...