Hari masih begitu pagi, tapi keramaian sudah terlihat di bandara. Orang berlalu-lalang silih berganti. Ada yang baru datang, ada yang akan pergi. Ada yang hanya mengantar, ada juga yang menjemput. Ada yang berkerumun, ada pula yang sendirian. Ada yang berjalan tanpa membawa apapun, ada pula yang tangannya dipenuhi barang bawaan, mendorong bertumpuk koper hingga nyaris membuat si pemilik tak terlihat. Semuanya sibuk dengan aktifitas masing-masing dengan perasaan yang berbeda. Ada yang bahagia karena berjumpa kembali dengan keluarga tercinta, ada pula yang sedih karena harus terpisah dengan sanak saudara. Tak terkecuali dia yang tampak gelisah menunggu kedatangan seseorang.
Di saat orang di sekelilingnya tampak asyik mengobrol, bercanda bersama, menikmati saat-saat terakhir yang mereka miliki. Dia justru tampak sibuk melihat ke sekitar, berharap seseorang yang dinantinya akan datang meski hanya untuk sekedar mengucapkan kata 'selamat tinggal'.
"Apa mungkin dia benar-benar tidak akan datang?" batinnya bertanya.
Ingatannya melayang pada kejadian malam itu. Malam pengakuan perasaan antara El dan Delia. Keduanya saling berbagi perasaan yang telah lama terpendam. Mereka salurkan setiap rasa rindu yang membara, menyalurkan setiap gejolak cinta yang dirasa lewat mata, lewat kata, hingga menjadi nyata. Sampai tak terasa malam berlalu begitu cepat.
Pagi menyambut dengan cuacanya yang cerah, diiringi suara burung berkicau, melengkapi indahnya pagi. El keluar dari kamar, dengan badan segar sehabis mandi. Wajah cerahnya mengalahkan cerahnya pagi ini. Senyum merekah tak lepas dari wajahnya. Kejadian semalam tak lepas dari pikirannya, menebarkan aura positif dalam dirinya.
Bahagia. Satu kata yang sempurna untuk menggambarkan perasaa El saat ini. Kejadian semalam adalah keajaiban baginya. Tak pernah terbayangkan dalam benaknya, Delia akan memiliki perasaan yang sama dengannya.
Wangi masakan menusuk indra penciuman El yang sedang menuruni tangga. Ia menduga itu mungkin Bi Teti yang sedang memasak untuk sarapan.
Dengan langkah pasti El berjalan menuju kamar yang tak jauh dari tangga. Dibukanya pintu kamar, baru saja mulutnya akan mengucapkan 'selamat pagi', ia terkejut karena si penghuni tidak ada di dalam. Dicarinya di sekeliling kamar, tapi hasilnya nihil, bankan tidak ada di kamar mandi. Kamar itu kini telah rapi seperti semula, sebelum tadi malam diisi Delia.
"Di mana Delia?" batin El, mulai khawatir. Takut Delia kabur lagi seperti semalam.
Setengah berlari El keluar kamar, segera mencari keberadaan Delia. Di sekeliling rumah tak juga ia temukan. El beralih menuju dapur, berniat bertanya pada Bi Teti, mungkin dia tahu di mana Delia.
Sesampainya di dapur, El langsung bernapas lega mendapati orang yang dicarinya tengah berdiri di depan kompor, sibuk dengan masakan di depannya. El berjalan mendekat, berdiri di samping Delia.
"Pagi," sapa Delia yang sudah menyadari keberadaan El.
"Pagi juga," balas El.
"Kenapa?" tanya Delia. "Habis mandi, kok mukanya kusut gitu."
"Nyari orang hilang, dikira kabur lagi kaya semalam, eh ternyata sedang asyik masak," jawab El sambil menyenderkan tubuhnya ke tembok memastikan posisinya berhadapan dengan Delia.
"Itu bukan kabur," elak Delia menyembunyikan rasa malu karena kekonyolannya semalam.
"Bukan kabur, tapi pergi tanpa pamit," sindir El.
"Memangnya siapa yang mau pergi tanpa pamit?" Delia balik menyindir El, "perginya mau lama lagi."
El menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sejak semalam El memang belum mengatakan apapun tentang keberangkatannya ke Kanada, apalagi pamit.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Teen FictionArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...