Mata itu

2.4K 172 14
                                    

Om Andra, Tante Renata, dan Sarah berada di dalam mobil menuju tempat Delia berada, mengikuti arah yang ditunjukan GPS.

Om Andra sibuk berkonsentrasi menyetir, sedangkan Tante Renata sibuk menghadapi rasa takutnya. Rasa takut yang dulu pernah dialaminya, kini terulang kembali. Rasa takut kehilangan putranya dua tahun lalu, kini terulang saat ia begitu takut kehilangan putri semata wayangnya yang ia lupakan kehadirannya selama dua tahun terakhir.

Bagaimana jika dirinya harus kembali merasakan kehilangan?
Perasaan sakit karena kehilangan  Dhito masih membekas di hatinya, ia tak sanggup lagi jika harus mengalami hal yang sama.

Penyesalan menyusup ke relung hati Tante Renata ketika mengingat isak tangis Delia dan juga kalimat yang terlontar dari mulut Delia. Sebuah harapan seorang anak yang kesepian, merindukan kasih sayang dari orang tua yang egois seperti dirinya.

Sarah memperhatikan Tante Renata yang terus menangis. Raut sedih, khawatir sekaligus takut bercampur di wajah cantiknya. Tak bisa dipungkiri dalam hati Sarah senang melihat semua ekspresi itu di wajah Tante Renata, karena itu berarti Tante Renata masih peduli pada Delia, ia tak pernah benar-benar mengabaikan keberadaan Delia.

Mobil berhenti di depan sebuah bangunan. Ketiga orang itu saling bertukar pandang melihat bangunan tersebut.

"Kenapa berhenti disini?" Tanya Tante Renata.

"GPSnya menunjukkan kesini," jawab Om Andra.

"Bukankah ini..." Sarah menggantung kalimatnya.

Tanpa melanjutkan ucapannya, Tante Renata dan Om Andra tahu apa yang dimaksud Sarah. Tak lain dan tak bukan mengenai bangunan tersebut yang merupakan mini gallery yang dibuat Om Andra untuk Dhito.

Ketiganya merasa heran kenapa Delia bisa berada di tempat itu. Siapa dalang di balik semua ini sampai bisa mengetahui tempat tersebut. Karena terlalu panik mereka tak bisa berpikir jernih, dan memutuskan untuk langsung turun dari mobil.

Mereka bertiga berdiri di depan pintu, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Dalam hati Tante Renata berjanji, jika diberi kesempatan ia akan memperbaiki semua kesalahannya, kembali menjadi seorang ibu tempat berlindung anaknya.

Begitu pula Om Andra yang bertekad akan melakukan apapun yang terbaik bagi kebahagiaan Delia.

Sedangkan Sarah berharap Delia tetap bersamanya, suka maupun duka.

Om Andra membuka pintu kaca besar itu perlahan, masuk ke dalam diikuti Tante Renata dan Sarah. Suasana gelap menyambut mereka. Hanya ada cahaya dari luar yang tak seberapa. Ketiganya menyalakan senter di ponsel masing-masing untuk membantu pencahayaan.

Melihat ke sekitar ruangan menarik kenangan perih di hati Om Andra dan Tante Renata. Mengingatkan mereka kepada putra mereka yang telah pergi. Membangkitkan pula rasa takut yang mendalam, akan hal serupa terjadi jika mereka kehilangan Delia.

Rasa sesal karena telah mengabaikan keberadaan Delia kembali mengusik hati keduanya, menambah rasa takut dan cemas.

Mereka bertiga berjalan mengelilingi ruangan tapi tak menemukan apapun. Merekapun memutuskan untuk naik ke lantai atas.

Baru saja di undakan kedua, langkah Om Andra dan Tante Renata terhenti hanya karena bunyi ponsel masing-masing. Biasanya mereka lebih memilih untuk mengabaikannya, tapi mereka penasaran karena bunyi pesan masuk tersebut  secara berbarengan.

Keduanya membuka ponsel masing-masing. Sarah hanya menggeleng melihat tingkah kedua orang tua di depannya itu yang masih sempat membuka ponsel disaat anak mereka dalam bahaya.

The MostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang