Helena.
Itu nama kakak gue yang meninggal karena kecelakaan dua tahun lalu.Waktu itu kak Helen masih kuliah semester 1. Dia minta restu bokap dan nyokap buat nikah karena dia hamil dan pacarnya mau tanggung jawab buat nikahin dia. Tapi karena kedua orang tua gue gak ngizinin dan malah memarahi kak Helen, akhirnya kak Helen memutuskan untuk kabur. Dia kabur malam itu juga pake mobil bokap meskipun sebenarnya dia belum lancar nyetir. Gak lama dari itu datang polisi yang ngasih informasi mobil yang dipake kak Helen tabrakan atau lebih tepatnya menabrak.
Kami sekeluarga ke rumah sakit dan melihat kak Helen udah gak bernyawa.Gue sedih ngelihat kak Helen harus pergi dengan cara kaya gini, gue pengen marah pada keadaan. Tapi disaat yang sama ada orang-orang yang lebih sedih dari pada gue. Satu keluarga yang harus kehilangan orang yang mereka cintai karena ulah kak Helen, keluarga dari korban yang ditabrak kak Helen. Salah satu dari anggota keluarga tersebut sepertinya seusia dengan gue. Dia begitu terpukul dengan kepergian kakaknya, ekspresinya menunjukkan kehancuran yang begitu dalam. Malam itu gue pengen banget minta maaf dan ngungkapin rasa bersalah gue, tapi nyali gue terlalu kecil untuk bisa melakukan itu karena saat ngelihat dia pingsan, gue justru malah berbalik menjauh.
Dan sepertinya Tuhan berkehendak lain, meski malam itu gue gak sempet minta maaf, Tuhan kembali mempertemukan gue dengan orang itu. Hanya saja dia terlihat dengan ekspresi yang berbanding terbalik dengan saat gue lihat di rumah sakit.
Hari itu pertama kali gue ketemu lagi dengan dia. Di hari penerimaan siswa baru, dia ke depan lapangan untuk menjawab pernyataan cinta sang ketua OSIS. Hari itu gue bertekad untuk berteman dengan dia, dan suatu hari nanti gue akan mengucapkan maaf yang tertunda.
Sampai akhirnya gue berhasil deket dan temenan sama dia.
Tapi... bahkan sampai surat ini gue tulis, gue gak bisa ngucapin secara langsung permohonan maaf gue.Sekarang lo pasti tahu, siapa dia yang gue maksud?
Ya... lo!
Delia, temen yang paling gue sayang.Ardhito...
Kakak lo yang meninggal karena kecerobohan kakak gue.Maaf karena kakak gue menjadi penyebab dari duka keluarga lo.
Maaf karena selama ini gue gak punya cukup nyali untuk mengakui ini.
Maaf karena gue terlalu pengecut, karena gue takut lo bakal benci dan jauhin gue.
Gue gak pernah punya teman sebaik lo. Lo adalah satu-satunya teman yang ngertiin gue. Lo selalu ngasih jalan keluar untuk setiap permasalahan gue.
Tapi... untuk yang kali ini, maaf gue gak bisa ngikutin saran lo.
Gue ada di jalan buntu.
Lagi-lagi gue harus jadi orang yang pengecut. Gue takut akan penolakan orang tua gue, gue takut pandangan teman-teman pada gue, dan yang terpenting gue takut ceroboh kaya kak Helen yang akan menimbulkan Ardhito lainnya dan Delia baru yang kehilangan.Del, gue gak sekuat dan setegar lo. Gue gak siap kalau harus dikucilin orang-orang di sekitar gue. Gue tahu ini keputusan yang salah, tapi gue gak punya pilihan lain.
Ini surat terpanjang sekaligus terakhir dari gue buat lo.
_Celyn_
Surat yang ia dapatkan dari Silva dan Mora menyimpan sebuah fakta baru, fakta yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Delia tak tahu harus merasa sedih atau marah saat ini. Delia mungkin terkejut dengan pengakuan Celyn di surat itu, tapi yang saat ini ia rasakan hanyalah penyesalan. Menyesal karena ia tak datang saat Celyn memintanya untuk datang, karena saat itu ia terlalu sibuk dengan masalahnya sendiri. Menyesal karena Celyn lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya. Dan menyesal karena telah mengenal Gio, si brengsek yang menjadi alasan utama dari meninggalnya Celyn.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Teen FictionArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...