Bersamamu 2

3.2K 185 24
                                    

Delia berdiri menatap pemandangan malam dari luar rumah panggung El. Indahnya tak kalah dengan keindahan malam di Jakarta, jika di sana cahaya lampu berderet dari berbagai macam bangunan menjulang tinggi, di sinipun banyak cahaya lampu dari bermacam bangunan yang diselingi pepohonan. Ia tak sabar seperti apa indahnya saat siang nanti.

Diliriknya kembali lipatan kertas yang ia genggam sejak tadi. Sudah lima menit ia berdiri di luar melawan dinginnya malam hanya untuk menunggu El, menanyakan perihal lipatan kertas usang yang ia temukan di dalam selimut.

Sambil memeluk tubuhnya yang kedinginan, Delia memutuskan untuk menunggu El lima menit lagi. Jika El tak kunjung datang, ia akan tidur saja. Hari pasti sudah berganti sekarang. Mengingat hal itu Delia tersenyum miris pada nasibnya yang kurang beruntung.

"Happy birthday to you..."
"Happy birthday to you..."

Delia kaget mendengar suara seseorang bernyanyi, perlahan ia berbalik. Di sana El berdiri memegang sebuah cupcake dengan lilin kecil di tengahnya.

"Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you."

El menyelesaikan nyanyiannya sambil berjalan mendekati Delia, "Selamat ulang tahun Ardelia," ucapnya.

Delia menutup mulutnya tak percaya akan apa yang dilihatnya saat ini. Baru saja ia hampir meratapi nasibnya di hari kelahirannya yang ke 17, ia harus melewatinya sendirian.

"Ayo tiup lilinnya," pinta El, "nanti keburu mati, anginnya kenceng banget, yang ulang tahun kan kamu bukan angin."

Delia tertawa kecil di tengah rasa harunya, lalu dikumpulkannya udara di mulut siap untuk dikeluarkan, tapi El segera menahannya.

"Make a wish dulu, siapa tau ada bintang yang lagi jalan-jalan kesini malam ini, terus keseleo eh jatoh deh dan akhirnya bisa menuhin permintaan kamu."

Delia tertawa geli mendengar candaan El yang tak bermutu, namun tak urung ia menurutinya, menutup mata dan menyebutkan satu permintaan. Lalu ia kembali membuka matanya dan langsung meniup lilinnya dalam sekali hentakan.

"Potong kuenya! Potong kuenya! Potong kuenya sekarang juga! Sekarang juga!"

Delia mengambil sendok yang ada di samping cupcake di atas piring yang dibawa El. Memotong sedikit kuenya dengan sendok kecil itu, lalu memasukkannya ke mulut El yang sudah terbuka sejak tadi. Sambil mengunyah kuenya, El mengambil alih sendok tersebut dan melakukan hal yang sama.

"Ayo buka mulutnya!" El memaksa Delia yang membiarkan kuenya menggantung di dalam sendok tepat di depan bibirnya.

Baru sedikit Delia membuka mulutnya, El langsung memasukkan kuenya secara paksa lalu tertawa sendiri. Sedangkan Delia langsung menutup mulutnya seiring dengan air mata yang menetes di pipinya.

Melihat Delia menangis sambil menutup mulut, El langsung menghentikan tawanya dan meletakkan piringnya di atas pagar kayu.

"Kenapa nangis? Bibir kamu terluka? Sakit yah?" Berondong El khawatir.

Delia menggeleng sambil melepaskan tangannya di mulut, menunjukkan bibirnya tidak terluka. "Makasih hikss..." ucapnya masih sesenggukan. "A-ku pi-kir ti-dak a-kan a-da yang me-ngucapkan itu padaku."

"Sshhh... jangan nangis." El memainkan jarinya, menghapus air mata Delia. "Ini hari bahagia kamu, jadi jangan nangis oke?"

"El... orang tuaku..." ucap Delia lirih.

"Meskipun kamu tidak mendapat ucapan selamat dari mereka, kamu tidak boleh nangis, kamu harus bahagia." El memegang kedua lengan Delia berusaha menguatkan.

The MostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang