Delia berusaha mendekati Sarah untuk menjelaskan semua kesalah pahamannya. Namun sayang, hari ini Delia terlambat datang ke sekolah, ia harus menundanya sampai waktu istirahat. Lagi-lagi saat bel istirahat berbunyi, Sarah langsung menuju ke perpustakaan. Terpaksa Delia harus menunggu sampai pulang sekolah, karena tak mungkin baginya untuk menyusul Sarah ke perpustakaan, akan menimbulkan kesalah pahaman baru karena ada El di sana. Ditambah lagi kini tempat duduk mereka berjauhan, membuat Delia tak bisa lagi mencuri waktu pelajaran untuk sekedar berbicara pada Sarah.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, Sarah langsung mengambil langkah seribu keluar dari kelas. Delia yang sudah memperkirakan ini, langsung menyusulnya dan berhasil menahan lengan Sarah di lorong tak jauh dari kelas mereka.
"Sarah please, kita harus bicara." Delia memohon pada Sarah yang masih membelakanginya meski lengannya kini dalam genggaman Delia.
"Gue bakal jelasin semuanya," ulang Delia.
Perlahan Sarah membalikkan tubuhnya menghadap Delia dan menepis tangan Delia yang menahan lengannya.
"Apa yang mau lo jelasin?" Tanya Sarah dengan wajah tak suka, berbanding terbalik dengan wajah Delia yang terlihat lega karena akhirnya Sarah mau berbicara padanya.
"Semuanya sudah jelas, sejelas-jelasnya," lanjut Sarah.
"Ini gak seperti yang lo kira," sanggah Delia.
"Jadi maksudnya gue salah? Lo bener? Coba lo jelasin dimana letak kebenaran yang lo lakuin?"
"Gue akan cerita semuanya, tapi gak di sini..." Delia melirik sekitar lorong yang ramai para siswa berlalu-lalang yang tak luput memperhatikan keduanya.
"...disini terlalu ramai, kita cari tempat yang sepi." Delia menarik lengan Sarah namun langsung ditepisnya.
"Kenapa? Lo takut semua orang tahu kemunafikan lo? Gak usah takut Delia, seburuk apapun image lo, lo tetep Delia si cewek most wanted yang dikejar semua cowok di Teratai. Lo tetep bisa milih siapapun cowok yang lo suka yang akan lo buang setelah lo bosan, tanpa perlu peduli sama barisan cewek yang patah hati karena ulah lo."
Delia menutup mulutnya, tak menyangka mendengar semua kalimat yang terlontar dari mulut sahabatnya. Sarah, satu-satunya orang yang paling tahu dan mengerti alasan ia melakukan hal konyol yang sudah ia sesali itu.
"Dan gue? Siapa gue? Gue cuma upik abu yang berharap jadi cinderella supaya bisa dapetin prince charming. Seperti yang selalu lo bilang itu hanya mimpi konyol, karena prince charming hanya milik Delia sang cinderella."
"Lo ngomong apa Sar? Semua orang ngeliatin kita." Delia melirik sekitar lorong yang masih banyak para siswa lalu-lalang. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik, lo cuma salah paham."
"Gak ada kesalah pahaman, semuanya jelas di mata gue." Sarah mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah Delia. "Lo udah ngancurin mimpi gue! Lo tahu berapa tahun gue nungguin dia, dan disaat mimpi gue udah di depan mata lo pura-pura berkorban demi gue tapi kenyataannya lo nikung gue dari belakang. Apa pantas lo dianggap sahabat?"
Sebuah tangan menepis telunjuk Sarah. Si pemilik tangan kini berdiri di antara Delia dan Sarah.
"Apa lo sendiri masih pantas dianggap sahabat?" Tuduh Jovita, orang yang berdiri di antara Delia dan Sarah.
"Dia bukan sahabat gue," jawab Sarah dingin.
Napas Delia tercekat mendengar jawaban Sarah.
"Baguslah, karena lo emang gak pantes jadi sahabat siapapun. Oke, mungkin saat ini Delia melakukan kesalahan itu menurut asumsi lo. Terlepas dari benar atau tidaknya asumsi lo itu. Lo gak bisa ngejudge Delia tanpa mendengar penjelasannya lebih dulu, lo gak bisa mutusin persahabatan yang terjalin bertahun-tahun hanya karena kesalahan yang tak jelas kebenarannya..."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Fiksi RemajaArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...