Setelah pergi ke cafe dan tak menemukan El karena menurut informasi El sudah berhenti bekerja sejak ia akan ujian nasional, hal yang baru Delia ketahui. Lalu Delia pergi ke rumahnya dan hasilnya tetap sama El dan Evelyn sudah mengosongkan rumah itu sejak pagi.
Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke panti. Dan lagi-lagi Delia hanya menemukan Evelyn tanpa El. Tapi di sana ia mendapatkan informasi tentang keberadaan El.
Dan di sinilah Delia sekarang, di depan sebuah gerbang menjulang tinggi yang di baliknya ada sebuah bangunan megah menyembunyikan sosok yang dicarinya sejak tadi. Tempat itu pula yang dulu pernah menjadi naungannya saat ia tersesat.
Kondisi jalanan di malam hari yang gelap gulita tak sedikitpun menyurutkan niat Delia agar sampai ke tempat ini. Tapi entah kenapa saat ia ada di depan tempat yang dituju, nyalinya seolah ciut. Semangat yang membara seolah menguap bersama dinginnya malam.
Ucapan dan nasehat Papanya membuat Delia tergerak, sadar untuk segera membenahi permasalahan yang ia mulai.
Dan sekarang, kemana perginya semua semangat itu setelah ia hanya butuh beberapa langkah saja menuju tujuannya.
Delia menyerah, ia terlalu gugup untuk melanjutkan langkahnya. Dengan tangan gemetaran, ia bersiap untuk memutar balik arah mobil saat sebuah ketukan terdengar dari kaca mobil.
Untuk sejenak Delia terdiam, memikirkan apa akan membukanya atau tidak. Selain gugup, ada rasa takut menyelinap dalam hatinya. Bagaimana jika itu penjahat? begal?
Ini tempat sepi, kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Ketukan itu kembali terdengar diiringi suara seorang pria yang tak jelas apa yang diucapkan.
Diketukan ketiga, Delia memutuskan untuk membuka kaca mobil setelah sebelumnya ia mengetik nomor ponsel El di ponselnya yang sudah ia hapus tapi masih diingatnya. Ia sengaja mengetik nomor ponsel El, menjaga-jaga jika sesuatu yang buruk terjadi ia bisa langsung menekan tombol calling dan menelpon El agar segera menolongnya.
Saat tangan sebelah kanan sibuk memegang ponsel, tangan kiri Delia perlahan membuka kaca jendela dan menampilkan sosok pria mengenakan kupluk hitam.
Di keremangan malam Delia memandang pria itu, mencoba mengingat pria yang sepertinya ia kenal.
"Neng Lia!"
Saat pria itu menyebut namanya, barulah ia sadar sosok itu adalah Mang Fuad si penjaga villa.
"Tunggu di sini, biar Mamang bukain gerbangnya."
Mang Fuad berlari menuju gerbang yang tertutup karena tadi ia keluar dari pintu kecil di sebelahnya.
Tak butuh waktu lama Mang Fuad kembali dan mengajak Delia masuk. Awalnya Delia ingin menolak karena tadi ia sempat mengurungkan niatnya untuk menemui El, tapi ia tak tega menolak Mang Fuad yang tampak sumringah dan berlarian membuka gerbang lalu kini berlarian membuntuti mobilnya.
Mobil Delia kini terparkir tepat di depan vila besar milik keluarga Daniswara. Sebelum turun Delia meraih sebuah paper bag yang ada di sampingnya, dilihatnya isi paper bag tersebut.
Dengan terpaksa Delia membawa paper bag tersebut lalu turun karena Mang Fuad sudah memanggil sejak tadi.
"Ayo Neng!" Ajak Mang Fuad.
Lain halnya dengan pertama kali ia kesini, kali ini Mang Fuad mengarahkan Delia langsung ke dalam vila, tidak ke belakang. Mungkin karena saat ini vilanya kosong tidak ada penyewa.
Masuk ke dalam vila, Delia melihat seorang wanita yang berjalan menuju pintu samping. Tak menyadari keberadaannya wanita itu terus berjalan. Barulah langkahnya berhenti saat Mang Fuad memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Teen FictionArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...