Seperti biasa, pagi-pagi sekali El sudah menjemput Delia. Hanya saja kali ini berbeda, El biasanya harus menunggu Delia bersiap dulu. Pagi ini Delia sudah tampak siap menunggu El berdiri di teras rumahnya. Hanya saja dengan penampilan yang berbeda, Delia tidak mengenakan seragam sekolah.
"Pagi," sapa Delia pada El yang masih menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Kenapa gak pake seragam?" Tanya El menuntut penjelasan.
"Naik roller coaster gak harus pake seragam sekolah kan?"
"Maksudnya?" El tak mengerti kemana arah ucapan Delia.
"Hari ini aku mau naik roller coaster sama kamu, itu permintaan kedua aku. Kamu masih ingat kan sama janji kamu?"
"Oke akan penuhi keinginan kamu, tapi nggak sekarang. Hari ini kita harus sekolah, hari libur nanti aku akan ajak kamu naik roller coaster."
"Nggak, aku maunya sekarang." Delia langsung naik motor El, tetap kekeh dengan keinginannya. "Ayo jalan!"
"Aku janji akan nurutin keinginan kamu, tapi kita gak harus bolos sekolah kaya gini," bujuk El dengan posisi kepala menengok ke jok belakang tempat Delia duduk.
"El, please."
Melihat raut wajah Delia yang penuh permohonan, El merasa ada yang aneh dengan gadisnya. Takut Delia melakukan hal yang membahayakan, akhirnya El menuruti keinginan Delia.
"Pake dulu helmnya." El menyerahkan helm pada Delia yang langsung diterimanya antusias.
Delia langsung memeluk El dari belakang saat El melajukan motornya. Hal yang berbeda dari biasanya, karena Delia tak pernah mau memeluk El saat di motor sebelum El yang memaksanya jika ia sedang terpaksa ngebut.
"Aku mau naik roller coaster yang ada di Bandung." Teriakan Delia membuat motor El berhenti mendadak.
Delia segera turun diikuti El yang kink memandangnya penuh tanda tanya.
"Ke Bandung?" Tanya El bingung.
Delia mengeluarkan dua lembar kertas dari tasnya. Struk pembayaran tiket kereta api yang ia pesan semalam. "Aku udah punya ini buat kita ke Bandung."
El meraih tiket tersebut dan memandanginya bergantian dengan Delia. "Kamu udah rencanain ini semua?"
Delia mengangguk dengan senyum yang tak pudar sejak tadi pagi.
"Kalau kamu emang pengen ke Bandung, kenapa gak kemaren aja? Jadi kita gak harus bolos kaya gini," ujar El kesal.
"Ayolah El, bolos sehari gak akan bikin kamu dikeluarin dari sekolah."
"Aku tahu, tapi kita masih bisa ke Bandung lain waktu tanpa harus mengganggu jadwal kita." El tetap dengan pendiriannya, bolos sekolah bagaikan dosa besar untuknya.
"Gak ada lain waktu aku maunya sekarang. Sekali ini saja, aku mohon sama kamu. Aku janji setelah ini gak akan pernah maksa kamu bolos lagi. Aku juga gak akan pernah minta apapun lagi sama kamu."
"Maksud kamu?" Tanya El merasa aneh dengan kata-kata Delia, dan juga wajahnya yang begitu putus asa.
"Kita bisa ketinggalan kereta kalau debat terus kaya gini, belum lagi kamu harus nyimpen dulu motor dan ganti pakaian. Ayo cepet kita ke rumah kamu dulu." Delia menarik lengan El agar segera kembali melajukan motornya.
Sesampainya di rumah El langsung mengganti pakaiannya. Setelah yakin motor sudah masuk ke rumah dan menguncinya dengan aman, Delia dan El langsung naik taksi menuju stasiun.
Sambil menunggu kedatangan kereta, Delia dan El menyempatkan diri untuk sarapan. Mereka menyantap nasi uduk di warung sederhana dekat stasiun. Delia tampak lahap menyantap makanannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Teen FictionArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...