Kembali

3.5K 210 17
                                    

Malam semakin larut, kedua sejoli yang berdiri berdampingan di balkon sebuah rumah masih hanyut dalam kebisuan. Hanya suara kendaraan lewat yang menjadi satu-satunya suara yang terdengar.

"Kapan mau cerita?" Tanya El memecah kebisuan yang terasa mengganggu.

"Cerita apa?" Delia berpura-pura tidak mengerti.

"Setelah apa yang kusaksikan, tidak adakah yang mau kamu ceritakan?"

Delia tahu kemana arah pembicaraan El, dia tahu persis apa yang ingin El ketahui saat ini. Setelah apa yang terjadi, mustahil jika El tidak penasaran tentang kehidupan keluarganya. Tapi Delia belum siap untuk menceritakan kepahitannya, terlalu banyak ketakutan dalam hatinya.

"Setahuku Mama kamu overprotective  sama kamu. Dan Papa kamu orang yang lembut dan penuh perhatian." El mencoba memancing Delia dengan menceritakan apa yang ketahuinya tentang orang tua Delia selama SD, karena diam-diam El selalu memperhatikan.

"Apa yang terjadi sampai membuat mereka berubah?" Tanya El.

Delia tetap diam, tak berani menjawab ataupun melirik El yang ada di sampingnya.

"Aku tahu, aku tak berhak mengetahui kehidupan keluarga kamu. Aku bukan orang penting yang harus tahu masalah keluarga kamu. Tapi aku pacar kamu, aku berhak untuk tahu masalah kamu."

Mendengar kata-kata El, Delia semakin merasa serba salah. Diantara semua pria yang pernah menjadi pacarnya, hanya El yang selalu tahu tentang keluarganya.

Seolah mengerti kegundahan Delia, El langsung menyuarakan isi pikirannya. "Kamu gak percaya sama aku?"

"Gak masalah kalau kamu gak percaya sama aku, aku gak akan maksa. Tapi aku punya satu pertanyaan, dan aku mohon jawab dengan jujur."

Setelah menimang kira-kira apa yang akan ditanyakan El, akhirnya Delia mengangguk.

Mendapat persetujuan dari Delia, El langsung menyebutkan pertanyaannya. "Bagaimana dengan kak Ardhito?"

Mata Delia membulat, tak percaya El akan menyebut nama itu dalam pertanyaannya.

"Aku pernah melihat kak Dhito menjemputmu saat kita masih SD." El menjelaskan pertanyaan yang tak sempat Delia suarakan.

Delia menatap kerlip bintang malam di langit, memejamkan matanya lalu memantapkan hatinya bahwa keputusannya kali ini tidak akan mempengaruhi kehidpannya nanti. El bisa dipercaya.

Delia membuka kedua matanya dan melirik El sekilas.

"Kak Dhito sudah meninggal." Ucap Delia memulai ceritanya.

Delia masih menunggu reaksi El, tapi pria itu masih diam menunggu lanjutan cerita Delia.

"Mama dan Papa sangat terpukul karena kepergian kak Dhito. Mama hanyut dalam perasaan bersalahnya karena sejak dulu selalu lebih mementingkan kesehatanku dan mengabaikan hobi melukis kak Dhito. Papa kecewa dengan dirinya sendiri yang belum bisa mewujudkan mimpi kak Dhito membuat sebuah galeri. Sedangkan aku, aku hancur karena kehilangan mereka. Kak Dhito hilang dari kehidupanku untuk selamanya, dan orang tuaku tak memperdulikan kehadiranku karena sibuk bekerja melampiaskan kepedihan mereka dan sering kali bertengkar saling menyalahkan atas kepergian kak Dhito."

El memegang kedua bahu Delia dan memaksa tubuh gadis itu untuk menghadapnya. Tanpa aba-aba El langsung memeluknya. Delia yang mendapat reaksi mendadak seperti itu merasa terkejut untuk sesaat sebelum akhirnya air mata yang sedari tadi dibendungnya kini mulai meleleh. Saat ini Delia memang sedang membutuhkan bahu seseorang untuk membagi kesedihannya.

El masih terus memeluk Delia, mencoba memberi kehangatan di hati gadis yang kesepian itu. Sebenarnya ia sudah mengetahui semuanya dari Sarah, tapi mendengarnya langsung dari mulut Delia membuatnya merasakan kepedihan gadis itu secara langsung karena ia tahu bagaimana rasanya kehilangan. Dan Delia harus merasakan itu berkali lipat.

The MostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang