Malam yang mencekam, satu peristiwa nahas hampir saja terjadi. Belum habis rasa takut, kini Delia harus mendapat pengakuan mengagetkan dari El.
Pengakuan dari El yang tengah terbawa perasaan, hingga akhirnya ia sesali karena menjebaknya dalam kondisi canggung yang tak kunjung berakhir.
Kecanggungan yang menyelimuti dua remaja itu terus berlanjut sejak pernyataan cinta si pria. Di mulai dari suasana mobil yang tak ubahnya seperti kuburan, hingga mereka sampai ke tempat tujuan.
Delia berdiri kaku di belakang El yang entah ke berapa kalinya gagal dalam usaha memasukkan kunci ke dalam lubang pintu. Tangan El terlalu kaku karena pikirannya sedang dalam kondisi buruk.
Ujung bibir Delia sedikit terangkat melihat tingkah El yang seperti anak kecil yang sedang belajar membuka kunci pintu.
Sampai akhirnya pintu terbuka dari dalam, menunjukkan tubuh Alvian dengan wajah memar masih mengenakan pakaian yang sama daat terakhir kali mereka bertemu.
"Kemana aja lo?" Tanya Alvian.
"Sorry." El tak ingin membahas kemana ia dan Delia pergi tadi. Ia lebih memilih untuk berjalan masuk bersama Delia mengekor di belakang.
"Gue nungguin dari tadi, gue kira lo bawa kabur Delia." Alvian berjalan mengikuti setelah menutup pintu.
"Lo gak diapa-apain sama El 'kan?" Tanya Alvian.
El dan Delia menghentikan langkahnya mendadak.
"Wah, jangan-jangan bener dugaan gue. Lo jadi kaku gini Del, lo diapain sama El?"
Tak mendapat jawaban dari Delia, Alvian beralih menggoda El dengan berdiri di depannya mencoba menghalangi jalan El yang justru tengah mematung.
"Lo apain anak orang?"
Tak menjawab, El justru menatap ke arah di belakang Alvian. Rahangnya mengeras menahan emosi, tanpa tedeng aling-aling tangannya yang sejak tadi mengepal langsung menonjok pipi Alvian cukup keras.
"Gue pikir lo tetep Al sahabat gue, tapi ternyata lo sama brengseknya dengan mereka." Dengan nafad naik turun, El memaki Alvian.
Tangan El sudah mengepal bersiap untuk serangan kedua, tapi ia urungkan saat Sandi dan Levin muncul. Fokusnya kini teralih, tak lagi ingin menghantam Alvian melainkan melindungi Delia.
"Lo kenapa El?" Tanya Sandi. "Baru datang maen nonjok aja."
Levin membantu Alvian yang sedikit terhuyung karena mendapat tonjokan tiba-tiba dari El.
"Kalian boleh aja berhasil ngejebak gue, tapi bukan berarti kalian bisa meneruskan rencana bejat kalian."
El menggunakan tubuhnya sebagai perisai pelindung bagi Delia yang tengah bergetar ketakutan, tangannya mencengkram erat lengan El.
"Maksud lo apa?" Emosi Sandi mulai tersulut mendengar ucapan El. Hampir saja ia melayangkan tinjunya pada El tapi segera ditahan oleh Alvian.
"Lo salah paham El," jelas Alvian.
"Gak ada yang salah paham di sini, kalian jelas-jelas berusaha ngejebak gue dengan pura-pura mau nolongin gue nyelamatin Delia. Dan dengan bodohnya gue percaya sama lo!"El menunjuk Alvian. "Lo lebih dari sahabat bagi gue, lo adalah saudara bagk gue. Tapi apa yang lo lakuin, lo ngekhianatin gue kaya gini."
Alvian tertunduk mendengar setiap kalimat dari mulut El.
"Lo gak bisa nuduh Alvian kaya gini," ucap Levin, "Kita bisa bicarain ini baik-baik, tanpa emosi. Lo harus dengerin penjelas..."
"Gue gak butuh penjelasan apapun. Mereka sudah cukup menjelaskan semuanya." El menunjuk ke belakang di mana tempat Rico, Bimo dan Gio berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Teen FictionArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...