Delia sudah memarkirkan mobilnya sejak tadi, tapi ia tidak berniat untuk segera turun. Ia masih menyembunyikan wajahnya setir mobil.
Ini pertama kalinya Delia bawa mobil lagi ke sekolah setelah sebulan terakhir ia selalu ke sekolah naik motor bersama El. Mengingat nama itu, Delia menggelengkan kepalanya kuat. Ia tidak boleh lagi mengingat nama itu, batas waktunya untuk mengenang kebersamaannya dengan El sudah habis semalam. Sekarang saatnya Delia kembali menjalani kehidupannya tanpa El.
Delia segera turun dari mobil, berusaha mengabaikan rasa perih yang menusuk hatinya. Ia berjalan menuju kelas dengan senyum yang tak pudar dari wajahnya, sesekali ia menyapa orang yang ia temui di koridor. Langkahnya terhenti saat matanya melihat seseorang baru saja turun dari motor, tanpa harus melihat si pemilik, Delia tahu siapa itu. Akhirnya Deliapun memilih jalan memutar meskipun lebih jauh tapi tidak akan memungkinkan mereka berpapasan.
Sesampainya di kelas, Delia menyapa beberapa temannya termasuk Sarah yang kini membuntutinya.
"Ada yang mau lo ceritain tentang ini?" Tanya Sarah menunjukkan pesan singkat yang Delia kirim tadi malam.
"Itu dukungan dari gue buat lo, biar lo semangat!" Delia mengangkat tangannya di depan Sarah.
"Del, lo udah tau kan siapa cowok yang selama ini gue tunggu?"
"Gue tahu." Delia menyimpan tasnya di meja dan kembali fokus pada Sarah yang kini duduk di kursinya tepat di belakang Delia.
"Terus kenapa lo nyemangatin gue kaya gitu? Mau nantang gue saingan buat dapetin El, iya? Jelas gue bakal kalah," ujar Sarah sarat emosi.
"Maksud lo apasih? Gue gak ngajak lo saingan, lagian gue udah bubar sama El." Delia terpaksa menyebut nama itu lagi.
"Lo serius?"
Delia mengangguk. "Gue udah mutusin dia kemarin."
"Kenapa?"
"Ya bosenlah itu-itu mulu, lo kaya gak tau aja gimana gue." Delia tertawa menutupi perih yang tiba-tiba muncul di hatinya.
"Gue kira lo beneran cinta sama El, karena yang gue lihat lo enjoy banget sama dia." Sarah menatap mata Delia mencari kejujuran di mata sahabatnya itu.
"Lo tahu kan sama siapapun gue pacaran gue pasti enjoy, rugi kalo pacaran gak dinikmati," jelas Delia. "Lagian lo kenapa sih pake interogasi gue kaya gini? Harusnya sekarang tuh lo mikirin strategi buat dapetin pangeran impian lo."
Sarah menjadi salah tingkah mendengar ucapan Delia yang menyinggung pangeran impiannya. "Gue gak punya pengalaman kaya lo."
"Tenang aja, gue bakal bantuin lo. Untuk sekarang lo cukup dateng ke perpus tiap hari, atau sesekali lo dateng ke tempat kerjanya."
"Belom apa-apa gue udah deg-deg an kaya gini," kata Sarah jujur memegangi dadanya sendiri.
Delia menertawakan Sarah yang duduk gelisah di kursinya. Tawa hambar sebagai topeng dari kenyataan bahwa saat ini hatinya hancur.
"Semangat!" Delia berdiri bersiap untuk pergi.
"Lo mau kemana?" Tanya Sarah heran, karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
"Gue mau bolos, males ketemu Pak Jali ulangan mulu." Delia berlalu tanpa menghiraukan panggilan Sarah.
Ia berjalan menyusuri koridor, menuju perpustakaan lama yang beralih fungsi menjadi gudang. Selama berjalan, ia terus merutuki kebodohannya yang telah mengatakan akan membantu Sarah mendapatkan El. Hanya dengan melepaskan pria itu saja ia sudah merasakan perih di hatinya, apa yang akan terjadi dengan hatinya jika ia harus membantu Sarah mendapatkan El. Saat ini ia butuh sendiri, memikirkan apa yang akan dilakukan untuk hidupnya agar lepas dari bayang-bayang El.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Roman pour AdolescentsArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...