Lima Menit

2.2K 149 9
                                    

Delia menggeliat dalam tidurnya, hawa dingin yang sejak tadi ia rasakan berubah menjadi hangat membuatnya semakin enggan untuk membuka mata. Sebenarnya Delia sudah bangun sejak subuh, tapi karena hujan yang tak reda sejak semalam membuatnya kembali mengantuk dan memilih untuk tidur. Salah satu kegiatan anak muda saat libur adalah tidur sepuas-puasnya.

Tapi sayang, kenyamanan dalam tidurnya harus terganggu karena bunyi notifikasi dari ponselnya. Sebenarnya ia malas untuk memeriksanya, tapi ia penasaran karena itu nada khusus untuk setiap pesan dari Sarah.

Dalam hatinya ia memang sedang kesal pada Sarah yang telah mengingkari janji untuk jogging bersama pagi ini, karena menurut info yang Papanya dapatkan, Sarah pergi bersama Ayah dan calon Bundanya. Ia kesal Sarah tak memberi tahunya lebih dulu, walaupun sebenarnya mereka tetap tidak akan bisa jogging karena sampai sekarang hujan masih cukup deras.

Diraihnya ponsel di atas nakas, jari-jarinya lihai di atas layar ponsel. Dibukanya pesan dari Sarah, seiring otaknya yang merangkai kata-kata kekesalan yang akan ia sampaikan pada Sarah.

Ternyata Sarah hanya mengirimkan pesan suara, dua sekaligus.

Delia memutar dan mendengarkannya seksama. Perlahan-lahan ekspresinya berubah tak terbaca, kantuknya telah menguap entah kemana.

"Loh kok malah tidur lagi," tegur Andra.

Entah kapan Andra masuk, Delia tak menyadarinya karena terlalu sibuk dengan pikiran serta prasangkanya yang tak berujung.

Disimpannya kembali ponsel ke atas nakas. Lalu beralih pada Andra yang kini duduk di pinggiran ranjang.

"Lagian mau ngapain lagi. Sarapan udah, mau jogging gak jadi, di luar masih hujan, ya udah tidur lagi aja," rajuk Delia.

Andra mengacak rambut putrinya pelan, "Dasar pemalas."

"Bukannya malas Pa!" Sangkal Delia. "Aku emang gak ada rencana apapun hari ini."

"Masa sih?"

Andra memasang ekspresi tanpak sedang berpikir.

"Lalu siapa yang ada rencana mau nganterin Papanya ke bandara. Apa dia lupa?"

"Iiihh Papa!" Delia bergelayut manja di bahu Andra. "Nggak lupa dong. Delia pasti nganterin Papa."

"Kenapa sekarang masih di tempat tidur?" Tuduh Andra.

"Papa kan berangkatnya nanti sore, ini masih jam sebelas."

"Ada perubahan rencana."

Delia memandang Andra dengan raut muka serius, siap mendengar rencana baru Papanya.

"Kita akan ke panti asuhan dulu, lalu dari sana langsung ke bandara."

Diam. Mendengar rencana baru Andra, Delia mendadak tak bersuara. Ia tahu panti asuhan mana yang dimaksud. Panti asuhan yang sama dengan tempat El pernah mengajaknya. Tak banyak waktu yang mereka habiskan di sana, tapi entah kenapa selalu ada kenangan El di sana.

Ah hidup. Di saat dirinya berusaha mati-matian menghindari semua hal yang berhubungan dengan pria itu, takdir justru terus mrngingatkannya akan El.

"Hei, kenapa jadi bengong?" Pertanyaan Andra membuyarkan lamunan Delia.

"Eh itu Pa..." Delia tampak berpikir sejenak. "Papa udah packing belom?"

Andra mengangguk mengiyakan. "Tadi malam Papa mau minta bantuin packing, eh kamunya malah ngurung diri di kamar."

Kembali ucapan Andra mengingat Delia pada kejadian tadi malam. Ia terpaksa mematikan lampu di saat dirinya belum mau tidur, karena suatu hal yang membuatnya jengkel pada Sarah karena pesan-pesan itu.

The MostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang