El melepaskan dasi yang melingkar di lehernya. Dasi yang tadi Eve pasangkan dengan susah payah karena El yang tidak mau memakainya, kini tergeletak tak beraturan di lantai. Tak memperdulikan itu, El merebahkan tubuhnya di atas kasur. Rambutnya yang tadi tampak rapi kini berantakan karena tak henti-hentinya tangan El bermain di kepala, mengacak-acak rambutnya.
"Apa-apaan ini El?" Teriak Eve kesal. Ia memungut dasi di lantai sedangkan di tangannya sudah tersampir jas hitam yang ia temukan tergeletak di kusri ruang tamu.
Eve memasang wajah galak, menatap adiknya yang sedang meremas rambut hasil karyanya tadi.
"El," ucap Eve tak percaya melihat penampilan adiknya yang tak karuan.
"Aku udah capek-capek bikin kamu sekeren mungkin supaya cewek-cewek disana menyadari ketampanan adikku ini, tapi lihat sekarang yang dia lakukan di sini. Ini bahkan belum jam 11, tapi kamu malah tiduran di sini. Acaranya pasti masih belum selesai, kenapa kamu udah pulang?"
"Ayolah kak! Please stop... Aku capek." El membuang nafasnya kesal mendengar ocehan kakaknya.
"Nggak!" Tangan Eve menarik tangan El memaksa adiknya untuk bangun.
Dengan terpaksa El menurut, duduk bersila menghadap Eve.
"Kenapa lagi?" Tanya El kembali mengacak rambutnya yang justru membuat Eve meringis mengingat saat tadi ia berusaha merapikan rambut adiknya yang tak tahu diuntung itu, agar terlihat menarik, merelakan tangannya lengket karena jel rambut.
Lupakan tentang usahanya yang sia-sia itu. Eve harus kembali menginterogasi adiknya itu.
"Kenapa kamu pulang duluan? Bahkan acara puncaknya masih satu jam lagi. Ayolah El! Ini masa-masa terakhir kamu di sekolah, kapan lagi kamu bisa berkumpul dengan mereka? "
"Ayolah kak! Ini prom! Setidaknya aku harus bawa pasangan. Sedangkan aku cuma datang sendirian."
"Itu cuma alasan kamu El, disana pasti banyak cewek-cewek yang mau jadi pasangan kamu."
"Tapi aku yang gak mau karena sejak awal aku gak mau datang ke prom night, tapi kak Eve yang terus-terusan maksa." El mencebikkan bibirnya kesal.
"Kakak cuma pengen kamu punya kenangan di hari terakhir kamu di sekolah, sekarang mungkin gak berarti buat kamu tapi akan kamu ingat di masa depan nanti."
"Dan aku lebih baik gak punya kenangan, dari pada harus punya kenangan buruk. Coba kakak bayangkan, aku berdiri diam kebosanan menyaksikan orang lain berdansa. Menjengkelkan!"
"Masih soal pasangan?"
Eve memandang adiknya yang tampak kesal dan lesu. Sebagai seorang Kakak, Eve tahu betul El adalah tipe pria yang tidak suka bergaul dengan wanita yang tidak benar-benar ia kenal. Jadi meskipun banyak wanita mendekatinya, El pasti akan langsung menjauh. Tak heran sampai sekarang El tak memiliki banyak teman wanita, dan hanya Delia satu-satunya mantan pacar El.
Prom night di sekolah El hanya dikhusukan untuk kelas dua belas. Hanya beberapa dari kelas sepuluh dan sebelas ataupun sekolah lain yang bisa datang, itupun jika mendapat undangan. Itu artinya hanya sedikit wanita yang akan El kenali, mengingat El yang jarang bergaul selama di SMA.
"Bagaimana dengan Sarah? Kamu bisa jadiin dia pasangan. Atau memang dia gak diundang?" Tanya Eve.
"Dia datang, sebagai host."
"Lalu... Delia?"
Mengingat Delia yang notabene siswi populer di sekolah, dia pasti mendapat undangan ke prom night. Dan biasanya prom night dijadikan pesta yang wajib didatangi para siswi populer. Jadi, pastilah Delia datang.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Most
Teen FictionArdelia Putri Wijaya, cewek populer di sekolah yang digilai para cowok di SMA Teratai. Karena kepopulerannya itu ia membuat sebuah tantangan untuk dirinya sendiri. Selama ia menjadi siswi di SMA Teratai, Ardelia harus berpacaran dengan sepuluh dari...