XII

10.8K 993 30
                                    

Tiga ribu infantry lengkap dengan pakaian besi telah berjajar di halaman depan kastil utama. Jumlah itu tergolong sangat sedikit untuk sekelas pasukan yang akan melakukan penyerangan ke wilayah lain. Tidak lama seorang pria berpakaian serba hitam dengan mantel bulu serigala menyelimuti tubuh kekarnya berjalan di depan barisan para prajurit. Pria itu berjalan santai diikuti beberapa orang dibelakangnya. Pria itu kemudian berhenti di tengah-tengah barisan. Seketika para pasukan memberi hormat pada pria itu dengan mengangkat senjata mereka bersamaan dengan hentakan kaki ketika senjata itu diturunkan. Aleenor dengan sigap mengikuti gerakan para prajurit lain. Aleenor berjinjit untuk melihat siapa yang begitu disegani oleh para prajurit.

Apakah dia jendral yang akan memimpin prajurit?

Atau Lord yang memiliki kastil ini?

Benak Aleenor bertanya-tanya siapa pria yang bahkan sama sekali tak terlihat olehnya. Karena posisi Aleenor yang berada di barisan paling belakang membuatnya kesulitan untuk melihat apa yang terjadi jauh di depan barisan. Terlebih dengan postur tubuhnya yang jauh lebih pendek dibandingkan para lelaki yang menjadi prajurit disana membuatnya hanya bisa menatap punggung besi di depannya. Aleenor tersentak ketika tiba-tiba prajurit yang berada di sekelilingnya bersorak-sorai sesaat. Gadis itu ikut membuka mulutnya meskipun tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Sepertinya pria yang dihormati di depan tadi mengatakan sesuatu pada prajurit-prajurit ini. Aleenor bahkan sama sekali tidak mendengar suara pria itu.

Pria itu membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan barisan prajurit itu. Lagi, penghormatan kembali diberikan oleh para prajurit itu bersamaan dengan pria itu pergi. Selang beberapa saat, para prajurit mulai berangkat dan meninggalkan kastil Cesario.

Suara hentakan sepatu besi bergema di sepanjang kota Dundeeg. Masyarakat disana mulai menutup jendela dan pintu rumah mereka. Para pedagang yang jualan di jalan mulai gulung tikar dari jalanan itu. Dan yang lainnya mulai berlarian dari jalanan dan bersembunyi, memberi jalan untuk prajurit itu lewat. Sekerjap Dundeeg terlihat seperti kota mati, karena tidak ada aktivitas dari penduduknya.

Aleenor berusaha menyesuaikan langkahnya dengan prajurit lain. Ia terlihat kesulitan untuk menggerakkan tubuhnya apalagi menyamakan langkah panjang prajurit di kanan-kirinya, karena pakaian besi berat yang dikenakan gadis itu. Satu langkah ditepakannya, dan ketika itu pula tangan Aleenor membenahkan menutup besi di wajahnya. Karena ukuran penutup kepala itu yang terlalu besar untuk Aleenor, membuatnya terpaksa harus mengangkatnya setiap kali penutup besi itu turun dan menutupi pandangannya. Jalanan demi jalanan sepi kota Dundeeg dilewatinya hingga keluar tembok yang melindungi kota itu.

Matahari mulai menarik sinarnya dari langit. Sudah hampir setengah hari prajurit-prajurit itu berjalan menuju kota Stokesverg, kota yang akan mereka gempur nantinya. Kota itu berada cukup jauh dari Dundeeg, perlu waktu seharian untuk mencapai kota itu dengan berjalan kaki. Aleenor beruntung dirinya bukan prajurit yang bertugas menarik benda berat yang menyerupai menara dengan roda di bawahnya. Ia menoleh ke jauh belakang dimana para prajurit itu terlihat kesusahan menarik benda itu. Aleenor pernah membaca mengenai benda itu di salah satu bukunya. Benda itu disebut belfry, sebuah mesin senjata yang terbuat dari kayu berbentuk seperti menara biasa digunakan untuk mendapatkan akses ke suatu kota ataupun kastil yang dilapisi benteng di luarnya. Mesin kayu itu juga disebut sebagai menara pengepungan, karena fungsinya yang sering dibawa pada perang pengepungan. Belfry ditutupi oleh kulit binatang yang baru saja disembelih yang secara teratur direndam di air agar tetap tahan api dari pemanah api musuh.

Aleenor beralih menatap jauh ke depan. Sebuah kota dengan dikelilingi tembok batu hampir mirip seperti Dundeeg mulai terjangkau pandangannya. Ia segera ingin sampai di kota itu, bukan karena tidak sabar untuk menyerang kota itu. Tetapi gadis itu sangat ingin mengistirahatkan kedua kakinya yang sudah terasa sangat berat untuk dilangkahkan. Mengingat para prajurit itu membawa sebuah belfry, Aleenor menyimpulkan penyerangan akan dilakukan di tengah malam. Dan secara tidak langsung, prajurit itu akan beristirahat untuk menunggu tengah malam tiba. Akan sulit jika melakukan penyerangan ketika kota itu masih hidup dengan aktivitas masyarakatnya. Dengan membawa menara yang menjulang tinggi membuat prajurit musuh mudah untuk melihatnya dan memberi siaga pada penduduknya. Hal ini memberi mereka waktu untuk mempersiapkan perlawanan kepada pasukan penyerang.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang