XVIII

10.1K 950 79
                                    

Jaren Cesario Erkenbaud, yang juga bergelar Duke of Dundeeg sedang bersiap untuk menyambut prajurit baru elitnya yang akan tinggal bersamanya di kastil utama. Setelah para pelayannya selesai dengan pakaiannya, Jaren keluar dari kamarnya berjalan menuruni tangga. Para prajurit barunya sudah berjejer berhadapan di altarnya. Jaren berjalan penuh wibawa melewati para prajurit itu. Dia sejenak menghentikan langkahnya ketika sampai pada seorang prajurit yang terpendek diantara prajurit lainnya. Prajurit itu tidak lain adalah Aleenor, dia sudah pindah ke kastil utama pagi tadi. Dan saat ini dia terus gugup mengetahui akan bertemu pria yang saat ini berjalan di depannya. Untung saja Aleenor dan para prajurit lainnya memakai pakaian besi lengkap hingga pelindung kepala membuatnya sedikit tenang saat berhadapan dengan lord itu. Sekilas Jaren tampak menarik ujung bibirnya lalu melanjutkan langkahnya menuju kursi kebesarannya yang terletak di tengah altar. Meski bukan seorang raja, Jaren mendesain kastil dan kotanya layaknya sebuah kerajaan. Jaren mengibaskan mantelnya ke belakang sebelum menduduki kursi kebesarannya. Dia kemudian berdiri setelah Aron datang dan membawakan pedangnya untuknya.

Satu persatu para pria berbaju besi maju dan berlutut di hadapan Jaren bergantian. Jaren menepuk bahu kanan dan kiri prajurit secara bergantian dengan pedangnya. Prajurit yang sudah dinobatkan kembali ke barisannya. Dan kali ini giliran Aleenor untuk maju ke depan. Aleenor merasa cemas melihat para prajurit lainnya melepas pelindung kepala mereka ketika berlutut di hadapan lelaki dengan mantel tebal itu. Aleenor berjalan perlahan untuk mengundur waktu. Tetapi pria tua besar yang berdiri tidak jauh dari Jaren memberinya tatapan tajam. Aleenor lebih mempercepat jalannya, dia kemudian berlutut di hadapan lelaki yang sangat dihormati itu. Dengan terpaksa Aleenor melepas pelindung kepalanya menampakkan wajahnya di depan pria itu. Terlihat Jaren menatap tajam Aleenor.

"Sir Aleenor Preaux, kau boleh berdiri," ucap Aron, pria tua besar yang menatap tajam Aleenor sebelumnya.

Aleenor sedikit merasa aneh mendapatkan tambahan title di namanya. Ia kemudian berdiri, mengikuti perintah Aron. Ia sedikit merasa bingung, lord itu bahkan tidak menyentuh pundaknya. Tetapi Aleenor juga melihat pria itu mengangkat pedangnya. Mungkinkah dirinya yang salah atau memang pria itu sengaja. Jika apa yang dirasakan Aleenor benar, dia dalam bahaya kali ini.

Apa pria itu telah mengetahui identitasku?

Selang beberapa waktu, Jaren diikuti kesatria-kesatria barunya meninggalkan altar setelah upacara penobatan selesai. Seorang pria yang sudah bergelar kesatria lama di kastil utama menunjukkan jalan pada Aleenor dan prajurit lainnya menuju tempat tinggal baru mereka. Mereka berhenti pada lorng yang terdapat banyak pintu-pintu berjejer. Kesatria itu mempersilahkan mereka untuk menempati salah satu kamar. Suara pintu terbuka beriringan, Aleenor menghela nafas melihat ruangan sempit yang ada di balik pintu. Hanya satu kasur yang terdapat disana. Karenanya ia tidak harus berbagi kamar dengan yang lainnya. Aleenor berniat untuk berkeliling kastil utama mengetahui pelatihan biasa akan dimulai besok. Dia terlalu bosan untuk berdiam diri di kamar.

Seperti bayangannya, kastil utama memang indah dan luas berbeda dari kastil yang ditempatinya sebelumnya. Aleenor berjalan menuruni tangga kastil itu. Sejenak dia berhenti pada tangga yang di samping dindingnya terdapat sebuah jendela besar. Aleenor menatap pemandangan nan luas di luar jendela itu. Dia dapat melihat halaman kastil depan yang dipenuhi prajurit yang sedang berjaga dan tak kalah para kesatria juga sedang berlatih combat. Sudah puas, Aleenor melanjutkan petualangannya di kastil itu. Dirinya kembali dibuat takjub oleh salah satu lorong di kastil itu yang saat ini dilewatinya. Matanya sibuk mengamati sekelilingnya melihat ukiran-ukiran cantik dan ornamen yang menempel di dinding dan atap kastil. Tanpa disadarinya Jaren juga berjalan berlawanan di depannya. Jaren melontarkan tatapan tajam pada Aleenor sejak gadis itu hadir di depannya. Keduanya berjalan menuju satu sama lain. Meski mengetahui ada seseorang di depannya, Jaren tidak peduli, dia tetap berjalan lurus. Seperti biasa, bukan dia yang seharusnya minggir, tetapi orang lain. Selama ini pria itu tidak pernah mengalah sekalipun pada orang lain baik dalam hal apapun.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang