XL

4.3K 390 162
                                    

Hening terasa, hanya suara piring yang terkadang terdengar. Seorang laki-laki dan perempuan itu enggan menatap satu sama lain meskipun duduk berhadapan. Suasana di sekitar mereka terkesan awkward. Zylon memberanikan diri untuk memastikan.

"Alee, apa kau ingat yang kau katakan kemarin?"

Aleenor terkesiap, dia tidak menyangka Zylon akan menanyakan secepat itu. Jujur, dia masih belum terlalu paham dengan hatinya. Dari awal memang gadis itu jarang memikirkan lelaki disekitarnya, dia pun juga tidak berharap kisahnya seperti putri di negri dongeng. Aleenor hanya terfokus untuk bertahan hidup saat ini dan mengembalikan namanya, agar dirinya dapat dengan bangga kembali ke rumahnya. Seburuk apapun hubungan Aleenor dengan keluarganya, tetap saja ikatan itu tidak dapat diputuskannya.

"Hmm... aku lupa. Seingatku terakhir kali aku bilang padamu bahwa kau tampan Zylon. Setelahnya sepertinya aku sudah berada di dunia mimpi," ucap Aleenor tanpa memandang Zylon. Mungkin saat ini, lebih baik cukup seperti biasanya. Sementara Aleenor masih belum mengerti hatinya tertuju kepada siapa. Tetapi tidak dipungkiri, akhir-akhir ini dia mulai memandang Zylon sebagai seorang lelaki, bukan sekedar teman.

"Oh begitukah? Kau tidak ingat perkataanmu setelahnya, atau ngigau apa kamu?"

Aleenor tersenyum kecut sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Melihatnya Zylon memukul-mukul pelan kepalanya. Apa yang dia harapkan, ya mungkin ini terlalu cepat untuk dirinya berharap pada gadis polos seperti Aleenor.

Aleenor kikuk, dia menyibukkan dirinya dengan makanan. Bola matanya bergerak-gerak memandang langit-langit, berpikir topik apa yang dapat mencairkan atmosfer aneh antara dirinya dengan Zylon.

"A-anyway, apa yang akan kau kerjakan hari ini Zylon?"

"Ha ? Oh mem-membuat baju besi," Zylon merasa sedikit canggung.

"Baju besi ya... mungkin terlihat remeh hanya sebongkah besi, tetapi berandil paling besar untuk menyelamatkan nyawa di medan perang," ucap Aleenor, pandangannya melanglang buana mengingat masa lalunya. Sedikit demi sedikit, mulai sirna atmosfer aneh diantara mereka. Hanya mengobrol seperti biasanya.

"Tidak menurutku, ada yang lebih penting dari baju besi di medan perang yang dapat melindungimu dan menyelamatkanmu. Bahkan dirimu tidak akan merasa terbebani olehnya seperti beratnya baju besi."

"Senjata?"

"Bukan, tetapi...."

"Tetapi.... ", lanjut Aleenor penasaran.

"Seorang teman yang menyayangimu tulus, yang tetap bersamamu di waktu sulitmu, yang tidak ingin melihatmu bersedih atau terluka. Seseorang seperti itu akan sangat berguna bagimu, mereka yang akan melindungi punggungmu ketika ada musuh menyerang tanpa kau minta."

"Aku berharap aku mempunyai seseorang seperti itu... Dari dulu, sekarang, dan nanti mungkin akan tetap sama hanya ada diriku,"

Aleenor melirik ke arah Zylon, menatapnya.
"Namun, itu pemikiranku yang dulu. Saat ini berbeda, sepertinya aku memiliki seseorang itu."

Zylon mengangkat alisnya sembari melengkungkan bibirnya ke bawah, "benarkah ?"

"Tentu, seseorang itu sedang di depanku sekarang," ucap Aleenor tersenyum manis lalu melengkungkan alisnya ke atas dan membulatkan matanya. "Bolehkah aku berharap demikian?"

Melihatnya Zylon memerah. Tidak, kau tidak boleh terlena dengan kata-kata manis Aleenor Zylon! Mungkin dia akan melupakannya lagi, batin Zylon memberontak.

Dia menyadarkan dirinya, mencoba menghilangkan atmosfer merah jambu di sekelilingnya. Tangannya meraih pipi tembem Aleenor, mencubitnya.
"Kau bergurau?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang