Alunan musik klasik masih bersenandung di kediaman Duke Lancefort. Tamu-tamu terlihat berdansa satu sama lain. Sementara di tengah ruangan besar itu, seorang pria bertubuh maskulin dengan dibalut pakaian elok yang didominasi warna hitam masih bersimpuh memandang seorang wanita yang dengan sangat berani mengabaikannya. Jaren tidak mengindahkan irisnya dari Aleenor yang berjalan semakin menjauh darinya.
Dia semakin mengencangkan otot-ototnya melihat Aleenor menghampiri seorang lelaki. Dengan muka masam, Jaren berdiri kemudian berjalan menuju Aleenor. Tetapi belum sempat Jaren berada disisi Aleenor, Margareth mengagetkannya dengan menarik satu tangannya.
"My lord, paman ingin bertemu dengan anda," ucap Margareth dengan tangannya bergelayut pada Jaren.
Sesaat Jaren memandang Aleenor lalu berbalik dengan langkah beratnya bersama dengan Margareth. Terlihat Margareth memicingkan matanya sekilas menatap Aleenor sebelum berbalik dengan Jaren.
Sementara Aleenor terpaku pada lelaki yang saat ini berdiri di depannya dengan wajah yang sama sekali tidak tertutup oleh topeng. Dengan perlahan Aleenor mengulurkan tangannya pada lelaki itu.
Senyuman mulai menggurat di wajah tampan lelaki tanpa topeng itu membuat pesona empunya semakin terpancar. Lelaki itu mulai menyambut uluran tangan Aleenor serta meletakkan tangan satunya untuk merengkuh pinggang Aleenor. Mereka saling menatap. Pria itu kemudian menarik tangan Aleenor dan memulai berdansa dengan gadis itu. Keduanya mulai melangkahnya kaki berdansa mengikuti alunan musik dengan para tamu lainnya.
"Sebelumnya belum pernah kutemui seorang Lady yang menyergah giliran dansa untuk berdansa dengan seorang pria."
Aleenor tidak menghiraukan ucapan pria itu, pandangannya tetap terpana pada paras tampan dengan sorot mata teduh di hadapannya.
"My lady," panggil pria itu, merasa tidak nyaman dengan tatapan intens yang dilontarkan lawan dansanya padanya.
Aleenor mengedikkan bahunya lalu mengedipkan kedua matanya keluar dari lamunannya. Dia tersadar bahwa perilakunya saat ini membuat pria itu merasa canggung. Sejenak Aleenor berbatuk-batuk untuk mengecek suaranya.
"My-my lord sa..." ucap Aleenor tanpa meneruskan perkataannya, karena suara yang dikeluarkannya terlalu melengking.
"Kau tidak apa, my lady?" tanya pria itu menaikkan satu alisnya sembari sejenak menjeda dansanya.
Sebenarnya lelaki itu ingin tertawa mendengar suara ternyaring yang baru saja didengarnya. Namun ditahannya, sangat tidak sopan untuk menertawakan seorang lady hanya karena suara yang dimilikinya.
"Kau benar-benar tidak apa, my lady?" tanya pria itu, memastikannya kembali.
Aleenor mengangguk. Ia kemudian mengambil nafas panjang dan membusungkan dadanya.
"Saya tidak apa-apa, my lord! Anda tidak perlu khawatir." ucap Aleenor dengan suara beratnya yang terdengar nge-bass.
Pria itu melengkungkan alisnya menatap Aleenor, dia semakin merasa ada yang aneh dengan lady yang saat ini berada di depannya. Namun, raut wajahnya kembali teduh seperti yang selalu ditampakkan pria itu. Senyum manis dilontarkannya pada Aleenor sembari kedua tangan miliknya menuntun gadis itu untuk berdansa.
"Saya ingin mengetahui lebih dalam mengenai anda, my lord!" ucap Aleenor.
Pria dengan mata sayu itu kembali dibuat terkejut dengan tingkah Aleenor. Hatinya mulai mengira-ngira jika lady di depannya ini memiliki rasa padanya. Sudah menjadi hal yang biasa baginya jika banyak wanita yang jatuh hati padanya. Dan yang biasa lelaki itu lakukan hanya memasang senyum termanisnya hingga menampakkan lesung pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Historical FictionMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...