XXXII

6.3K 648 61
                                    

Suara pintu terketuk terus mengganggu pendengaran Aleenor. Akhirnya dengan malas dia bangun dari tidurnya dan membuka pintu. Dilihatnya dua orang pelayan wanita di depan kamarnya.

"Saatnya bersiap untuk sarapan, my lady."

Kedua pelayan itu langsung masuk ke kamarnya lalu memaksanya untuk melepaskan pakaian tidurnya dan memandikan dirinya. Bukan terkaget lagi seperti sebelumnya, Aleenor mulai terbiasa dengan perlakuan pelayan yang lancang itu terhadap dirinya. Pasalnya sejak duke itu memaksanya pindah ke kastil utama beberapa hari yang lalu, dirinya mendapatkan perlakuan yang sangat berbeda. Bagaimana tidak, Jaren membuatnya tampil menjadi dirinya seutuhnya sebagai wanita. Gaun-gaun mewah selalu menghiasi tubuhnya kini, tidak ada lagi pakaian kucel dan wajahnya yang biasa kusam. Para pelayan itu membuatnya terlihat menawan setiap hari hingga terkadang Aleenor mempertanyakan dirinya sendiri yang jauh berbeda kini. Tidak cukup dengan itu, Jaren bahkan memberinya kamar mewah yang biasa di tempati tamu penting yang ingin bermalam di kastilnya.

Aleenor melihat dirinya di cermin. Rambutnya sudah tertata rapi lengkap dengan hiasan rambut. Bibirnya yang biasa kering karena sering berada di bawah sinar matahari, kini menjadi merah kenyal. Semuanya terlihat begitu sempurna laksana seorang putri untuk seseorang sekelas dirinya.

Pelayan itu kemudian mempersilahkannya untuk keluar dari kamarnya. Aleenor melangkahkan kakinya menuju aula kastil utama, dimana dia biasa menyantap makanan akhir-akhir ini. Bau-bau masakan sudah memenuhi indra penciumannya disaat mulai memasuki hall. Berbagai makanan dan botol anggur sudah terpampang di atas meja persegi panjang itu. Kursi-kursi di samping itu masih belum terduduki satupun. Disana hanya terlihat beberapa pelayan yang berdiri di belakang kursi-kursi kosong.

Seorang pelayan menarik satu kursi yang berada di paling ujung meja, kursi yang biasa menjadi tempat duduknya di meja panjang itu. Dengan anggun, Aleenor duduk di kursi itu. Dia hanya terdiam menatapi makanan yang terpampang dihadapannya. Dia tidak berani untuk mencicipi makanan itu bahkan untuk menyentuh sendok hingga orang itu datang. Suara langkah kaki membuatnya menegakkan posisi duduknya. Akhirnya orang itu datang juga. Aleenor berdiri ketika pelayan itu menarik kursi untuk Jaren. Dia membungkuk sesaat untuk memberi penghormatan kemudian ikut duduk setelah duke itu duduk.

"Kau akan ikut denganku setelah ini."

"Baik, my lord."

Tidak ada yang berbicara selama sarapan berlangsung setelah percakapan singkat itu.

****

Di halaman kastil utama

Aleenor sudah siap dengan sepatu boot dan pakaian yang biasa dikenakan para lady saat berkuda. Dia terlihat bersemangat jika itu berkenaan dengan kuda dan pemandangan luar kastil seakan dirinya bernostalgia dengan masa lalunya dimana ia kerap menghabiskan waktunya untuk berkuda dan menikmati pemandangan desa.

Dari kejauhan terlihat Jaren datang dengan menunggang kuda hitam gagahnya. Lelaki itu berhenti tepat di depan Aleenor.

"Kau sudah siap?" tanyanya.

Aleenor mengangguk. Dia heran mengapa ia tidak melihat kuda lain untuk ditungganginya.

"My lord..."

Seperti tahu maksud Aleenor, Jaren memotong pembicaraannya. "Kau akan berkuda bersamaku," ucapnya lantas mengulurkan tangannya.

Dengan ragu, Aleenor menyambut uluran tangan itu. Ia sedikit terkejut ketika tangan kekar Jaren melingkar di pinggangnya untuk menariknya ke atas kuda, duduk depannya.

"Satu hal lagi, jangan berbicara formal denganku ketika berada di luar nanti. Kau juga ku perkenankan untuk memanggil namaku."

"Nama anda?" tanya Aleenor. Dia memang tidak tahu nama Jaren. Selama ini hanya lord ataupun duke yang menjadi sebutan pria tampan gagah itu.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang