Seekor burung elang terbang menghampiri seorang lelaki yang berdiri di atas menara intai yang terletak di belakang tembok luar kota Dundeeg. Lelaki itu mengulurkan satu tangannya untuk menyambut kedatangan elang tersebut. Tak menunggu lama, burung elang itu sudah bertengger di ibu jarinya. Terlihat jelas sesuatu menempel pada kaki burung itu. Lelaki tampan dengan wajah yang terkesan dingin itu mengambil gulungan kertas tersebut lalu membukanya.
Mereka telah tiba.
Selang beberapa saat suara gemuruh hentakan kaki terdengar mendekat bersamaan dengan debu-debu yang terlihat berterbangan dari kejauhan. Mereka telah datang. Pasukan bar-bar satu persatu mulai terlihat keluar dari hutan kematian. Lelaki berjubah hitam itu mengambil nafas dalam-dalam. Matanya terpejam menikmati udara sejuk kota miliknya sebelum bercampur dengan bau amis. Sesaat mata elang dengan sorot tajam itu lalu terbuka menatap ke depan. Beribu pasukannya telah berbaris rapi dihadapannya menunggu takdir mereka. Entah itu kematian atau kehormatan yang akan menanti mereka.
Disisi lain telah berjajar orang bar-bar. Mereka terlihat berantakan dengan pakaian bulu yang kumuh beserta luka di tubuh mereka. Luka tersebut didapatkan mereka dari jebakan yang ada di hutan kematian. Namun, tidak menambah kesan lemah orang bar-bar itu, melainkan membuat mereka tampak lebih menakutkan dengan tubuh besar mereka bercampur darah dari luka mereka. Kapak, bola-bola berduri, piringan besi, dan clurit menjadi senjata andalan mereka. Kedua kubu saling pandang menunggu aba-aba dari pemimpin mereka. Terlihat seseorang dari kalangan bar-bar dengan badan paling besar dan tubuh penuh bekas luka lama yang sudah mengering maju ke depan. Sepertinya dia pemimpin pasukan bar-bar itu. Tangannya menunjuk ke arah Jaren lalu membuat gesture seolah memotong lehernya sebagai peringatan. Jaren hanya menyunggingkan sebelah bibirnya menatap ke bawah pada orang itu karena dirinya berada diatas kuda, sementara pasukan bar-bar itu tidak ada yang menunggang kuda sekalipun pemimpinnya. Mereka memang cukup mengerikan karena kuat berjalan jauh selama hampir seminggu tanpa alas kaki.
"Kill them!" seru pemimpin pasukan bar-bar itu.
Aba-aba telah diberikan, dengan segera pasukan bar-bar itu menghambur ke depan. Debu mulai berterbangan diikuti dengan suara gemuruh hentakan kaki orang bar-bar beserta teriakan mereka.
Sementara di kubu sebaliknya, Jaren mengeluarkan pedangnya lalu tangannya ke atas membuat pedang itu berkilau terkena sinar matahari. Sekilas terlihat senyuman sungging menghiasi wajah tampannya. Dia terlihat bersemangat. Sudah lama dirinya tidak ikut dalam peperangan karena kesibukannya. Biasanya Aron yang menggantikannya dalam urusan militer. Sangat jarang ada yang berani bermusuhan dengannya apalagi secara terang-terangan menyerang kotanya. Hal itu membuat Jaren tidak kuasa menahan gairahnya untuk segera mencincang habis pasukan bar-bar itu. Mata elang itu telah terbuka, menatap tajam lurus ke depan. Tangan kanannya yang memegang pedang sudah bergerak lurus ke depan.
"Serang!"
Dengan satu aba-abanya, semarak sorai mulai terdengar bergemuruh bersamaan dengan para prajurit yang mulai menghambur ke depan. Tombak dan pedang mereka sudah terarah ke depan. Para infantry maju terlebih dahulu kemudian disusul oleh para cavalry. Musuh kali ini tidak menggunakan panah sehingga para prajurit tidak perlu berdiam diri membentuk dinding kokoh dengan tameng mereka. Tidak ada pertahanan kuat dalam perang kali ini. Hanya terus maju tanpa menengok ke belakang adalah strategi perang kali ini. Mengingat yang menjadi lawan mereka adalah orang bar-bar yang hanya mengandalkan otot, Jaren berpikiran untuk mengimbangi taktik perang mereka, setidaknya untuk saat ini jika keadaannya tidak berubah.
Goresan-goresan senjata telah terukir melukai satu sama lain. Perang telah dimulai. Tak berlangsung lama, beberapa orang telah tergeletak di tanah dengan darah yang menggenang di atasnya. Sementara sebagian lainnya masih bertahan dengan melumpuhkan musuh. Pasukan cavalry pun turut terjun ke medan perang. Mereka lebih unggul karena tak ada satu pun orang bar-bar itu yang menunggang kuda. Dalam sekali tebasan mereka dapat membunuh ataupun melukai dua hingga tiga musuh. Hanya saja orang bar-bar itu cukup cerdik, mereka memukul kaki kuda dengan kapak yang menjadi senjata utama mereka sehingga kuda itu lumpuh dan menjatuhkan penunggangnya barulah mereka membunuh penunggang kuda itu. Hanya kesatria tangguh dengan keahlian berkuda tinggi yang dapat menjaga kudanya dari serangan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Historical FictionMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...