XXVII

7.1K 739 54
                                    

Hiii,
Sebelum kalian membaca chapter ini, aku mau klarifikasi terlebih dahulu.. boleh kan heheu

Sebenarnya aku sengaja buat chapter sebelumnya dgn judul "epilog", biar pada baca hihi (jahat emng diriku😛). Dan yah, sesuai ekspektasi banyak yg ketipu akhirnya😸 seneng gw bisa ngerjain org hahahah #ketawajihit

Cyuus aku juga mau sorry2 an, but not sorry lol.. candaa.. soal updatenya yg lemee bgt smpe pada behjamur katanya, me as author minta maap yah berhubung kesibukan ane jg tdk bisa di hindarkan.. heemm😬

Yosh, uda begichuu sjah.. ntar ndak pada di skip2 bacanyah🙍
ohh, thx u jg uda mau setiaa mengikuti cerita yg gaje plus bikin gregetan mungkin nunggu updatenya.. kalian warr biasyaah😳

Happy Reading!❤

⭐⭐⭐

Sebuah kereta kuda perlahan melintasi jalan di kota Dundeeg. Suara roda kereta seolah beradu dengan hentakan kaki kuda, mengisi kesunyian kota. Cahaya lilin terlihat remang-remang dari setiap rumah-rumah disepanjang jalan itu, bergantian menyinari sekilas sepasang paras manusia di dalam kereta kuda itu.

Sepatah kata pun tak terdengar di malam itu setelah percakapan singkat sebelumnya. Kedua insan itu memilih menatap jendela memandang kelamnya langit berbintang dengan cahaya sang rembulan yang turut menghiasi malam itu.

Sekilas lelaki itu memandang wanita di hadapannya lalu kembali menatap kosong keluar jendela kereta itu. Jaren tengah mengingat kembali kejadian-kejadian di pesta itu yang membuat dirinya seakan tak mengerti. Entah mengapa sebagian besar waktunya di pesta itu terpaku pada gadis di hadapannya kini. Dia merasa sedikit menyesal dengan kata-katanya sebelumnya hingga membuatnya melihat kesedihan di sorot mata gadis itu. Bukan maksud Jaren untuk merendahkan, hanya saja Duke itu tidak tahu bagaimana menyusun kata dengan halus membuat ucapan yang keluar dari mulutnya sering terdengar menyakitkan.

Sementara Aleenor sedang memikirkan pria lain. Pria yang membuatnya bernostalgia beberapa saat lalu. Dia mengukir ingatan yang tidak akan dilupakannya, sahabatnya itu telah banyak berubah.

Malam kian larut, kastil Cesario masih tak terjangkau dari pandangan. Lelah tampak menggurat di wajah kusir yang berada di atas kereta itu.

Gubraak
Sebuah batu mengenai roda kereta itu, membuat kereta itu terpental. Kusir itu segera menarik dua ekor kuda di depannya untuk mengurangi goncangan akibat bongkahan batu itu.

Di dalam kereta, Jaren menghela nafas mengetahui dirinya berhasil menempatkan tangannya dengan cepat di samping kepala Aleenor sehingga gadis itu tidak terbentur dinding kereta. Gadis itu kini sedang terlelap membuat Jaren lebih leluasa melihatnya.

Jaren lalu mengubah posisi duduknya ke sebelah Aleenor. Tangannya menjangkau kepala gadis itu kemudian menyandarkannya di pundaknya. Jaren menyilangkan tangannya, pandangannya beralih menatap keluar jendela membiarkan gadis itu tertidur di pundaknya. (⭐)

***

Tak lama, kereta kuda milik Jaren telah sampai di depan gerbang kastil Cesario. Dua prajurit yang menjaga gerbang dengan sigap menderek rantai untuk gerbang depan kastil bisa terjatuh dan memberi jalan pada kereta tuannya itu. Sang kusir lalu dengan sigap memecutkan pecutnya pada kedua kuda gagah di depannya.

Setelah kuda itu berhenti, kusir kereta itu turun dan membukakan pintu kereta untuk sang Duke. Jaren turun dari kereta itu meninggalkan gadis yang tengah tertidur pulas dengan posisi yang tampak tidak nyaman karena ruang kereta itu yang cukup sempit.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang