Aleenor membuka kasar pintu gubuk yang berada di tengah hutan itu. Pandangannya menelusur ke setiap penjuru gubuk itu.
"Eric, apa kau disana?" tanya Aleenor.
Aleenor berjalan perlahan seraya tangannya sibuk mengarahkan lilin yang dibawanya ke setiap penjuru di ruangan gelap gubuk itu berharap melihat sosok lelaki yang membuat hatinya resah kini. Namun percuma, sudah ditelusurnya setiap bagian dari gubuk itu tetapi lelaki itu tak kunjung berada dalam pandangannya. Sejenak Aleenor menyelaraskan tubuhnya di kursi kayu, kursi yang sering diduduki sahabatnya itu.
"Sejak kapan gubuk ini terasa begitu luas?" gumam Aleenor.
Aleenor memandang hamparan kayu beserta perabotan tua di hadapannya. Setiap sudut gubuk itu menyisakan kenangan dari lelaki itu. Aleenor menghembuskan nafasnya. Hatinya masih terasa teramat sesak. Ia menyandarkan kepalanya di kursi goyang itu. Sejenak ia ingin berlalu ke alam bawah sadarnya sekedar melepas penatnya sesaat. Tidak sengaja tangan Aleenor menyentuh sesuatu juga berada di meja itu. Aleenor meraba-raba benda itu lalu menggapainya. Aleenor terkejut melihat kalung berliontinkan bintang di dalamnya. Bersama kalung itu terdapat secarik kertas.
My dear Aleenor,
Sebentar lagi, aku akan kembali dan mengejutkanmu hingga kau tak berani menolak penawaranku lagi!Your more than friend,
Eric Rochefort
Aleenor tidak kuasa menahan air matanya untuk menetes melewati pipinya. "Eric tanpa kau sadari, kau telah menyakitiku begitu dalam. Kau bahkan belum mengucapkan perpisahan padaku dan aku berniat menunggu waktu yang tepat untuk mendengar penjelasan darimu." gumam Aleenor bersamaan dengan air matanya yang membanjiri pipinya.
Aleenor mengamati kalung di tangannya. Bentuk liontin itu membuka kembali sebuah ingatan bersama sahabatnya itu.
Flashback
Kala itu Eric sengaja menggoda Aleenor agar gadis itu mengejar dan bermain dengannya. Keduanya berakhir dengan beradu kuda hingga lupa waktu. Setelah kelelahan, mereka berhenti di sebuah bukit tidak jauh dari pemukiman desa Edenort. Aleenor mengajak Eric untuk kembali, tetapi Eric malah menarik tangan Aleenor hingga gadis itu terjatuh dan terbaring di rumput.
Eric tertawa lebar hingga menunjukkan lesung pipinya dan berkata, "Ha-ha! Kau akan tertawa jika melihat ekspresi wajahmu saat kutarik tadi, Al!"
Tidak mau kalah, Aleenor menarik tangan Eric dari bawah sehingga membuat Eric terjatuh. Hampir saja tubuh Eric menimpa Aleenor, tetapi Eric dengan sigap menahan tubuhnya. Wajahnya berada terbalik tepat di atas wajah Aleenor. Eric tak melepaskan tatapannya dari manik Aleenor. Sesaat keduanya saling menatap satu sama lain.
"Eric, nafasmu bau!" ujar Aleenor.
Aleenor segera memecahkan mood tidak biasa diantara mereka dengan perkataannya. Gadis itu berbohong untuk menjauhkan Eric dari dirinya. Eric mengerutkan alisnya lalu menyembulkan nafasnya ke telapak tangannya lalu mendengus pada Aleenor, "Kau berbohong, Alee!"
Eric berbaring disamping Aleenor. Diarahkannya pandangannya ke atas menatap langit malam dipenuhi bintang.
"Alee, pernahkah aku mengatakan padamu apa impianku?" tanya Eric memecah keheningan.
Aleenor menatap sahabatnya yang tengah sibuk memperhatikan bintang-bintang kemudian mengalihkan pandangannya ke atas.
"Tidak," ucap Aleenor.
Eric tersenyum melihat milyaran bintang di langit kemudian melanjutkan perkataannya, "Aku ingin membuat seseorang mengerti pemikiranku tanpa harus menjelaskan pada mereka. Dan kau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Historical FictionMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...