XXII

7.3K 755 28
                                    

Di pagi buta dimana langit masih belum sepenuhnya terang, Aleenor terlihat mengendap-endap keluar rumah. Pedangnya juga terlihat menempel di pinggangnya. Dingin terasa berhembus di kulit Aleenor yang tidak tertutup kain setelah menapak halaman belakang rumah itu. Gadis itu berjongkok untuk melemaskan kakinya, karena cukup lama berdiri. Beberapa saat berlalu, akhirnya seseorang yang tunggunya menampakkan diri. Seketika Aleenor kembali berdiri setelah melihat pria itu keluar dari rumah.

"My lord!" panggil Aleenor pelan.

"Kenapa kau disini?" tanya Jaren, sedikit terkejut mendapati bawahannya itu di luar.

"Saya akan ikut dengan anda!" balas Aleenor.

Sesaat lelaki itu menatap Aleenor dengan menaikan satu alisnya, dia menduga gadis itu menguping pembicaraannya malam itu. Jaren kemudian kembali berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, mengabaikan gadis itu. Melihatnya, Aleenor mengerti bahwa pria itu memperbolehkan dirinya karena tidak mengatakan penolakan apapun. Dengan cepat, Aleenor menyamakan langkahnya di belakang Jaren.

Jalan demi jalanan desa Ramsauville yang tertutup salju dilalui mereka. Jejak sepatu mereka bisa terlihat jelas beriringan membekas pada saju tebal yang menyelimuti jalanan. Seperti biasa, Jaren selalu tampak dingin dan terasa jauh karena itu Aleenor sudah terbiasa olehnya. Meskipun awalnya dia merasa canggung, kini tidak lagi. Aleenor hanya perlu untuk mengimbangi sikap dingin duke itu, dengan begitu setidaknya dia tidak merasa dirinya seorang yang diabaikan.

Jaren menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah yang tampak lebih sederhana dari rumah-rumah yang dilewatinya sebelumnya. Rumah itu tampak tak terawat dengan tanaman-tanaman mati dibiarkan memenuhi halaman depan yang cukup sempit. Di halaman itu terlihat gerobak kayu bertengger disana dan seekor kuda kurus yang diikat dengan sebuah pohon yang berada di luar pagar rumah itu.

Seseorang terlihat keluar dari rumah itu membuat Jaren dengan cepat menarik Aleenor untuk bersembunyi di balik batang pohon yang ada di luar rumah itu. Jaren menutup mulut Aleenor sebelum gadis itu ingin membuka suara. Matanya fokus mengamati gerak-gerik seorang pria itu. Terlihat pria tua botak itu masuk ke rumahnya lagi setelah menaruh kapak di bagian depan gerobaknya.

Jaren mengalihkan tatapannya pada Aleenor dimana tangannya masih menempel di mulut gadis itu. Ia kemudian menyingkirkan tangannya dari Aleenor, keduanya bertatapan sedikit canggung. Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Jaren kembali menggandeng tangan Aleenor untuk berjalan memasuki pekarangan rumah itu. Keduanya berjalan mengendap-endap, dan berhenti di belakang gerobak pria tua itu.

Suara pintu terbuka kembali terdengar, Jaren mengamati sekelilingnya. Hanya gerobak itu tempat terdekat yang dapat dijadikannya sebagai tempat bersembunyi. Jaren membuka penutup gerobak itu lalu meloncat ke dalamnya. Setelah dirinya naik ke gerobak itu, Jaren mengulurkan tangannya untuk membantu Aleenor yang tampak kesusahan naik karen tingginya roda gerobak itu. Keduanya terjatuh bersamaan terperosok di dalam gerobak kosong itu dengan Aleenor menindih tubuh Jaren. Melihat gerobak itu yang lumayan luas cukup untuk dirinya berbaring membuat Jaren berpikir bahwa pria tua itu mungkin mengangkut serigala dengan gerobak ini untuk memasuki desa. Jaren sedikit menyesal saat dirinya hanya membuka sedikit penutup gerobak milik pria tua itu beberapa malam lalu. Pria tua itu adalah pria yang sama ditemui Jaren ketika berjaga di luar pagar desa malam itu. Pria tua yang dibicarakannya kemarin dengan Adolph yang mungkin juga adalah pelaku pembunuhan itu.

Aleenor mendongak ke atas menatap manik abu-abu itu, tersadar bahwa duke itu saat ini menjadi kasurnya. Ia mencoba bangkit untuk segera menyingkir dari lelaki itu. Namun, usahanya sia-sia karena Jaren mendekapnya membuat gadis itu terpaksa bertahan dalam posisi yang tidak nyaman itu.

"Aku tidak ingin pria tua itu mengetahui kita disini," bisik Jaren tepat di telinga Aleenor.

Jaren menapakkan satu tangannya pada gerobak itu untuk berpegangan sesaat setelah merasakan goncangan. Pria tua itu kini sudah bertengger di bagian depan gerobak itu dan melajukan gerobak itu dengan kudanya. Walau tidak terlalu cepat, Aleenor dan Jaren merasakan goncangan yang kuat di dalam gerobak itu karena jalanan bebatuan yang dilewati. Beberapa kali kepala Aleenor membentur dagu Jaren. Mereka terpaksa harus menahan posisi yang sangat tidak nyaman itu hingga gerobak itu berhenti.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang