Seminggu berlalu, sebagian prajurit Dundeeg telah kembali ke kastil sementara sebagian lainnya masih tinggal untuk berjaga di Stokesverg. Di salah satu kamar yang ada di kastil yang ditempati prajurit, terdengar ramai suara orang berbincang. Lilin masih menyala di ruangan itu meski hampir lewat tengah malam. Tidak lama suara gelas bersentuhan terdengar dari ruangan itu diiringi dengan suara tawa berat yang terdengar jelas di malam yang sunyi itu. Lima pria muda mengisi kamar dengan luas yang tak seberapa itu membuat udara di ruangan itu terasa panas. Mereka duduk di lantai dengan menghadap satu sama lain. Gelas berisi sisa wine berjejer di tengah para pria itu, hanya satu gelas yang masih penuh isinya belum tersentuh sama sekali.
"Hey- Alee, kau tidak meminumnya?" tanya Aymar, salah satu pria yang berada di kamar itu pada Aleenor yang juga berada di tengah mereka.
"Tidak, aku tidak bisa meminumnya," tolak Aleenor.
Sesaat beberapa pria itu saling menatap satu sama lain lalu bersamaan mereka menghentak-hentakan satu kakinya.
"Minum, minum, minum," sorak para pria itu.
Aleenor meraih gelas itu lalu mendekatkannya ke mulutnya dengan ragu. Dalam kepalanya terus berisi kemungkinan-kemungkinan buruk jika dia meneguk minuman beralkohol itu. Dia bisa saja tanpa sadar mengekspos rahasianya pada lelaki-lelaki itu dan berakhir sudah riwayatnya di kastil Cesario. Aleenor menatap pria-pria yang bersamanya, tatapan mereka membuatnya tidak sampai hati untuk menolaknya. Ia kembali teringat pada Stokesverg, sungguh mengerikan membayangkan bahwa dirinya menjadi salah satu dari penduduk disana. Semuanya direnggut dari mereka, tanah yang mereka tinggali, keluarga, bahkan harga diri mereka. Aleenor masih mengamati wajah gembira para pria itu. Tidak ada raut wajah muram seperti saat pertama kalinya mereka menapakkan kaki ke kastil ini. Penyerangan di Stokesverg memberinya gambaran tentang apa yang terjadi di desa Edenorth dan mungkin yang telah dilalui para pria itu. Dia kemudian mengalihkan pandangannya pada segelas wine-nya, untuk sekali ini saja Aleenor akan meminumnya dan mencicipi minuman fermentasi anggur itu. Hampir gelas itu menyentuh mulutnya, tetapi seseorang tiba-tiba merebut gelas itu darinya.
"Zylon," kata Aleenor, melihat zylon sudah meneguk habis wine-nya.
Terlihat wajah kekecewaan para pria itu, mereka mendengus kesal melihat Zylon mengacaukan kesenangan mereka. Keheningan terasa beberapa saat, Zylon tidak mempedulikan pria-pria itu, ia duduk dengan tangannya bersilang di dadanya. Aleenor mencoba mengalihkan perhatian para pria itu.
"Sudah malam, kenapa kalian tidak kembali ke kamar kalian?" tanya Aleenor.
"Tidak, sebelum kami mendengar cerita darimu," ucap Rodney.
Aymar menyahut, "Ya, kau bahkan belum membuka suara sedari tadi. Aku benar-benar penasaran bagaimana kau bisa kembali dengan sedikit luka seperti ini mengetahui kau sama sekali tidak bisa menggunakan pedang. Katakan, apa yang kau lakukan disana! Apa kau juga membunuh penduduk disana?"
Aleenor terdiam sesaat lalu berkata, "Aku tidak melakukan apapun dan aku tidak melayangkan satu pun nyawa penduduk Stokesverg!"
Aleenor merengut, ia kesal dituduh telah membunuh seseorang. Sejenak mereka tertegun mendengar jawaban dari Aleenor. Mereka tidak habis pikir bagaimana seorang prajurit yang tidak melakukan apapun bisa kembali hidup-hidup. Meski itu bukan perang sungguhan, melainkan penyerbuan sepihak tetapi karena kota Stokesverg terkenal dengan kota para pencuri dan pemberontak membuat mereka terheran kenapa Aleenor bisa lepas dari sasaran penduduk disana.
"Apa kau melarikan diri?" tanya Aymar, pria yang paling cerewet diantara kedua pria lain yang hadir di kamar Aleenor dan Zylon.
Zylon melepaskan tangannya yang bertaut satu sama lain, berniat ingin membantah pertanyaan itu. Belum sempat Zylon mengeluarkan sepatah kata, Aleenor mendahuluinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Historical FictionMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...