XXXVI

5.7K 580 148
                                    

"Lepaskan pakaianmu," ucap pria botak itu yang sudah duduk di tepi kasur.

Aleenor mengernyit. Dengan cepat, dia berlari keluar dari kamar itu. Namun naas, sebelum dia mencapai pintu itu pria botak itu menangkapnya. Aleenor melakukan perlawanan, tetapi tenaganya tidak sebesar pria itu. Tanpa belas kasihan si botak itu dengan kasar menyobek pakaian Aleenor hingga menampakkan bagian atasnya. Dengan refleks, Aleenor segera menutupi buah dadanya sebelum pria botak itu melihatnya. Disisi lain, pria botak itu terbelalak melihat pemandangan di depannya kini. Seketika dia melepaskan genggamannya pada lengan Aleenor dan menghentakkan gadis itu dengan kasar. Aleenor pun tersungkur ke lantai, dia menatap nanar pria botak menakutkan itu yang saat ini berjalan mendekatinya. Pria botak itu berhenti tepat di depan Aleenor lalu meraih dagu gadis itu.

"Tubuhmu itu sungguh akan mematikan pasaranmu. Menjijikkan- cih," ucapnya sembari meludah ke samping.

Pria botak itu kemudian meninggalkan kamar itu. Aleenor memejamkan matanya sesaat lalu menghembuskan nafasnya. Batinnya tidak hentinya bersyukur. Tidak mengira dia akan terselamatkan karena bekas lukanya yang pernah di bencinya. Dia lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya yang terbuka.

Suara langkah kaki kembali di dengarnya mendekat ke kamar itu. Sekali lagi, jantung Aleenor berpacu keras. Tirai pintu kembali terbuka, kini bukan pria botak itu melainkan madame Dumont. Dia mendekati Aleenor lalu menarik paksa selimut yang digunakan oleh Aleenor. Sekerjap sebuah tamparan melayang mengenai pipi Aleenor.

"Aku benar-benar rugi telah membelimu," tukasnya lalu pergi dan mengunci pintu kamar itu.

***

Beberapa minggu berlalu, Aleenor masih tetap tinggal di brothel itu. Karena lukanya itu, dia hanya menjadi pelayan di bar brothel dan tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan tubuhnya bahkan wajahnya pada tamu-tamu mesum yang mencari kepuasan birahi di brothel itu. Madame Dumont takut jika saja tamunya akan terpesona melihat kecantikan Aleenor, namun tidak untuk tubuhnya. Dia hanya tidak ingin tamunya menuntut balik kerugian setelah melihat luka pada tubuh Aleenor. Meski begitu, masih ada saja yang mencoba menawarnya bahkan terkadang membuka paksa penutup wajahnya. Untungnya dia masih bisa menghindar dan melakukan perlawanan pada pria-pria mabuk dengan tatapan seakan ingin menelanjanginya. Beberapa kali Aleenor sudah mencoba untuk melarikan diri dari tempat berdosa itu, tetapi penjagaan di brothel itu cukup ketat sama halnya di fabric house. Banyak pria bermuka menakutkan dengan badan yang besar menjaga di setiap pintu kamar dan pintu utama brothel. Tidak mengherankan untuk brothel paling ramai pengunjung di red district Wihelmia. Oleh karenanya, Aleenor harus menahan keinginannya untuk kabur. Dia tidak ingin rencananya gagal karena kurangnya kesabarannya.

"Pelayan,"

Seorang pria yang berada di salah satu bangku mengangkat tangan. Pria itu menunduk sembari tangan satunya yang tidak terangkat terus mencoba menuang-nuangkan botol wine yang sudah kosong. Sepertinya pria itu sudah mabuk berat. Mendengar isyarat pria itu, Aleenor segera menghampirinya.

"Anda membutuhkan sesuatu, tuan?"

"Winee... ambilkan aku beberapa botol anggur lagi!"

"Baik, tuan," balas Aleenor lalu pergi.

Tidak lama, Aleenor kembali ke meja ujung dimana pria mabuk itu duduk. Di tangannya sudah ada tiga botol anggur yang terisi penuh.

"Permisi tuan, ini pesanan anda,"

PRANGGG!

Baru saja Aleenor meletakkan botol anggur itu diatas meja, pria itu sudah menyampar semua yang ada di atas mejanya. Sia-sia sudah, lima botol anggur mahal yang dibawa Aleenor.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang