Dua bulan kemudian..
Takk.. suara anak panah melesat mengenai titik tengah pada lempengan kayu bundar. Terlihat lubang-lubang sudah hampir memenuhi lempengan itu. Sekali lagi anak panah melesat, dan kembali mengenai titik tengah lempengan itu hanya berjarak sekitar dua inchi dari anak panah sebelumnya.
"Aleenor, apa kau disana?" Teriak Zylon.
"Iya sebentar, aku sedang beberes Zylon."
"Ayo pulang, langit sudah gelap." Seru Zylon.
Tidak lama, Aleenor menghampiri Zylon. Lelaki itu mengusap rambut Alee dan tersenyum hangat. "Kau ingin makan apa?"
Aleenor mengapit lengan Zylon, "Ubi bakar seperti biasanya. Ayo jalan cepat, perutku sudah keroncongan."
Zylon tersenyum miris. Dia sedikit menyesal bertanya hal itu pada Aleenor mengingat dia tidak mempunyai cukup uang untuk membelikan makanan mewah. Memang selama ini dia hidup sangat sederhana bersama Aleenor. Di dapur mereka seringkali tiap harinya hanya tersedia ubi ataupun roti gandum. Jarang sekali ada daging di piring mereka. Kendati demikian, keduanya terlihat bahagia. Sudah sebulan berlalu semenjak Alee menggantikan Zylon bekerja dan sebulan berlalu sejak Zylon pulih dan kembali bekerja. Genaplah dua bulan sejak Zylon ketahuan menilap hasil penjualan kuda.
Keduanya berhasil melalui masa-masa sulit itu. Zylon dengan tubuhnya yang sudah pulih dan kemampuan barunya yaitu membaca dan menulis. Lelaki itu bahkan seringkali terjaga tengah malam untuk menulis sesuatu yang Aleenor pun tidak tahu. Gadis itu sudah mencari-cari apa yang ditulis Zylon tiap malam karena cukup membuatnya penasaran, tetapi tidak pernah ketemu selembar kertas pun di sekitar kamar Zylon. Padahal dia jelas-jelas melihat lelaki itu tiap malam menggerakkan bulu burung dan menorehkan tinta pada secarik kertas, tetapi Aleenor masih belum menemukan tulisan itu.
Sementara itu, Aleenor berlatih keras tiap hari. Dia selalu keluar setiap harinya ke hutan atau ke pinggir desa, mencari tempat yang sepi untuknya menancapkan anak panahnya. Terkadang sesekali dia memburu burung lalu dia bawa pulang sebagai santapan mewahnya bersama Zylon. Dia juga sering mengasah pedang besi ringan miliknya dengan menebas-nebaskan pada batang pohon sembari dia mempraktekan gerakan pertahanan diri. Sayangnya Aleenor tidak pernah mendapat kesempatan untuk menguji kemampuannya dengan orang lain. Zylon tidak mengijinkannya pergi ke pusat kota ataupun pergi ke keramaian. Dia hanya memperbolehkan Aleenor ke hutan yang tidak jauh dari rumahnya atau ke pinggir desa. Dan ketika matahari akan terbenam, Zylon sudah menghampirinya. Dan disaat Zylon libur bekerja, harinya dihabiskan di rumah untuk mengajari Zylon membaca dan menulis ataupun berlatih bersama Zylon, sehingga gadis itu tidak pernah menjumpai masalah dengan orang lain.
"Maafkan aku, Alee," ucap Zylon sembari melihat dua potong ubi bakar yang masih hangat.
Seakan mengerti maksud Zylon, Aleenor tersenyum dan meraih salah satu ubi bakar itu.
"Bisa mengisi perut dan makan bersamamu lebih dari cukup, Zylon. Selama hidupku, aku tidak pernah merasa senyaman menjadi diriku sendiri seperti saat ini."Aleenor meraih dan menggenggam telapak tangan Zylon, "terimakasih telah menemukanku dan membawaku bersamamu. Aku sangat beruntung."
Mendengarnya, Zylon tersipu. Pipinya mulai menunjukkan rona merah hingga ke telinganya. Apakah ini artinya kau mulai membuka hatimu untukku, Alee?
Zylon menggeleng-gelengkan kepala. Dia segera menepis batinnya, meskipun jantungnya masih berdegup kencang. Dia hanya tidak ingin salah paham dengan Aleenor. Mungkin saja gadis itu hanya menganggapnya sebagai penyelamatnya, hanya sebatas berhutang budi, tidak lebih dari itu. Namun apapun itu, yang terpenting adalah melihat senyum gadis itu setiap harinya sudah lebih dari cukup untuk Zylon.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Fiction HistoriqueMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...