XXX

7.5K 765 130
                                    

Seorang tukang masak berperut buncit dengan kumisnya yang tebal terkejut mendapati seseorang yang tampak seperti prajurit menggunakan dapur utama.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Seketika jantung Aleenor berdetak cepat hingga membuatnya menjatuhkan besi panas tempat adonannya. Aleenor menggigit bibir bawahnya ketika wadah dari besi yang panas itu mengenai kakinya. Gadis itu mencoba mengabaikan rasa sakitnya, lalu segera membungkus roti itu dan memasukkannya ke dalam pakaiannya sebelum tukang masak itu melihatnya. Ia kemudian berbalik dan tersenyum pada tukang masak itu.

"Maafkan saya, tuan. Saya tadi melihat seekor kucing masuk ke dapur ini sehingga saya berusaha mengejarnya dan tidak sengaja menjatuhkan wadah ini," bohong Aleenor.

"Aku tidak melihat seekor kucing disini."

"Oh, baru saja saya melihatnya keluar dari dapur ini bersamaan dengan tuan masuk kesini."

"Baiklah, cepat pergi dari sini," ucap tukang masak berkumis tebal itu dengan kesal.

Aleenor cepat-cepat pergi dari dapur itu. Sesampainya pada sebuah kolam yang berada di taman kastil, Aleenor berhenti sejenak. Dia melirik pada punggung kaki kanannya yang melepuh akibat terkena wadah besi panas sebelumnya. Perlahan Aleenor menarik mantelnya ke atas lalu mencelupkan kakinya ke dalam kolam itu. Meski kakinya masih terasa terbakar, tetapi setidaknya dinginnya air kolam itu bisa mengurangi rasa sakitnya. Aleenor memutuskan untuk duduk sejenak di pinggiran kolam itu sembari merendam kakinya. Dikeluarkannya roti isi kacang merahnya dari dalam pakaiannya. Gadis itu tersenyum, dalam hatinya dia berharap ingin segera bertemu dengan Jaren dan memberikan rotinya. Dia berharap rotinya kali ini tidak gagal, mengingat hanya tiga potong roti yang dibuatnya sehingga dirinya memilih untuk tidak mencicipinya. Aleenor menaruh roti itu di sebelahnya. Tangannya mulai sibuk bermain air. Air kolam yang jernih serta ikan-ikan lucu yang berenang melewatinya membuatnya tak kuasa untuk hanya sekedar melihatnya. Mungkin ini akan mengurangi rasa bosan dan melupakan rasa sakit yang mengiang di kakinya sembari dirinya menunggu duke tampan itu lewat.

Tidak lama, akhirnya doa Aleenor terkabul. Jaren terlihat dalam pandangannya, duke itu sedang berjalan diikuti dengan dua orang pria di belakangnya. Tanpa menunggu lama, Aleenor langsung bangkit dan berjalan cepat ke arah Jaren. Sebenarnya Jaren telah melihat Aleenor berada di kolamnya, tetapi dia sengaja tidak mempedulikannya.

"My lord," panggil Aleenor.

Jaren melirik ke arah Aleenor yang sudah berada di belakangnya. Apa yang ingin dilakukannya? Apa dia ingin mengembalikan mantel itu padaku? Di depan squiree ku?

Jaren pura-pura tidak mendengar Aleenor lalu kembali berjalan.

"My lord," panggil Aleenor lebih keras. Tetapi percuma, Jaren masih mengacuhkannya. Salah seorang squiree merasa kasihan dengan Aleenor.

"My lord, seorang prajurit memanggil anda," ucap salah seorang squiree baik hati yang berada di belakang Jaren.

Jaren membalikkan badannya. Tidak ada pilihan lain, tampaknya mau tidak mau dirinya harus meladeni Aleenor.

"Ada perlu apa denganku?" tanya Jaren.

"Emm.. anu, my lord,"

Seperti mengerti arah pembicaraan Aleenor, Jaren mengangkat tangannya untuk mengisyaratkan dua orang squiree-nya untuk pergi.

"Sa-saya ingin..."

"Jika itu tentang mantel itu, aku tidak akan menerimanya," potong Jaren, tidak sabar menunggu Aleenor.

Dengan cepat-cepat Aleenor menyodorkan bungkusan berisi roti kacang merah yang sebelumnya disembunyikannya di belakang punggungnya.

"Ini," ucap Aleenor menunduk dengan kedua tangannya lurus memegang roti itu di depan Jaren.

A Lady in ArmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang