Jaren dan Aleenor beserta Adolph telah kembali ke rumah Count itu dengan membawa anak perempuan yang menjadi saksi atas kejadian yang menimpa keluarganya. Mereka sedang berada di ruang tamu untuk membicarakan tentang anak itu, sementara anak perempuan itu sudah tertidur.
"Aku akan mengadopsinya," ucap Edeleine, seketika memecah keheningan.
"Kau yakin, dear?" Adolph tampak ragu dengan bertanya pada istrinya.
"Aku rasa ini pilihan yang terbaik. Kita menginginkan seorang anak dan anak itu membutuhkan orang tua untuk bergantung. Aku harap kau tidak menentang keputusanku ini, Ad!" Keseriusan nada dan tatapan tampak pada Edeliene ketika membicarakannya.
Adolph terdiam artinya mengiyakan keputusan istrinya. Edeliene berjalan mendekati Adolph lalu memberi kecupan singkat di pipi suaminya. Dia kemudian berlalu untuk melihat kembali putri angkatnya.
Melihat Edeliene sudah tidak dalam pandangannya, Adolph menghembuskan nafas panjang. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya lagi. Berbagai beban pikiran memenuhi kepalanya saat ini. Awalnya Adolph bertanya pada Edeliene bukan mempertanyakan keputusan istrinya, tetapi lebih mempertanyakan pada dirinya apakah sanggup untuk menjadi seorang ayah mengingat dia cukup gagal dalam melindungi warganya. Adolph menopangkan sikunya pada lututnya, kedua telapak tangannya menyentuh dahinya. Dia merasa putus asa dan kecewa dengan dirinya.
"Adolph, apa kau yakin pembunuh itu bukan seseorang yang berasal dari desamu?"
"Dari pertama kali pembunuhan kejam itu terjadi, aku sudah menyuruh orangku untuk memeriksa semua penduduk Ramsauville, tetapi tidak ada yang dapat diduga sebagai pembunuh itu."
"Jika begitu, pembunuh itu kemungkinan orang luar. Aku akan berjaga di pagar desa malam ini untuk mengintainya," ucap Jaren.
"Percuma, aku sudah beberapa kali mengirimkan orang terkuatku untuk melakukan hal yang sama dan mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan," kata Adolph.
"Aku tidak akan tenang sebelum memastikannya dengan mata kepalaku sendiri," tegas Jaren, tampak seringai di wajahnya.
"Baiklah, aku akan menyuruh dua orangku untuk menemanimu."
Jaren mengangguk, dia biasanya suka melakukan semuanya sendirian, tetapi mengingat ia tidak terlalu mengetahui situasi di desa ini memiliki seseorang yang sudah berpengalaman mungkin akan sedikit membantunya. Sudah lama Jaren merasa tertantang akan sesuatu. Baginya kasus pembunuhan ini berbeda dengan pembunuhan biasa yang sering terjadi, dia tidak sabar untuk menangkap pembunuh licik itu.
***
Malam harinya, Jaren bersiap dengan berbagai peralatan tajam menempel pada tubuhnya. Melihat bagaimana pembunuh itu mengeksekusi korbannya dengan sadis, Jaren harus berhati-hati. Di luar rumah dua orang pria telah menunggunya. Seseorang mencekal tangan Jaren saat dirinya hampir keluar rumah.
"My lord, biarkan saya ikut," ucap Aleenor, dengan sorot mata seriusnya membuat Jaren sedikit luluh.
"Baiklah, tetapi jangan menyusahkanku," ucap Jaren.
Aleenor mengangguk dan tersenyum pada Jaren hingga menapakkan lekukan pipinya. Sesaat Jaren terpaku melihat senyuman manis itu, tetapi dengan cepat melepaskan tangannya dari genggaman Aleenor. Kedua orang itu bersamaan dengan Jaren beserta Aleenor kemudian berangkat ke penghujung desa Ramsauville.
Sesampainya di luar pagar desa, Jaren dan Aleenor bersembunyi di balik semak-semak. Sementara kedua pria bawahan Adolph berjaga di pagar itu. Langit semakin gelap, tidak ada tanda-tanda-tanda sedikit pun dari pembunuh itu. Terlihat beberapa kali dua pria yang berada di luar pagar itu menguap lebar untuk melepaskan rasa ngantuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lady in Armor
Fiksi SejarahMengurus hewan ternak, mencukur bulu domba, dan menjual-belikan hasil ladang sudah menjadi keseharian Aleenor Preaux, seorang Lady yang juga putri pemilik ladang tempatnya bekerja. Perlahan hidupnya mulai berubah berawal dari sahabatnya, Eric Rochef...